HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Jumat, 18 Mei 2012

Astaman Hasibuan, Kesaksian Tapol dan Sajak Kiri

Jumat, 18 Mei 2012


Nama: Astaman Hasibuan
Tempat, Tanggal Lahir: Simalungun, 17 Maret 1940

Raga terpenjara. Tapi, jeruji besi tak mampu belenggu pikiran manusia.

Belasan orang berkumpul, duduk membentuk setengah lingkaran di pelataran parkir Kantor Gubernur Sumatera Utara (Sumut) pada Senin (14/5) lalu. Ada beberapa pemuda, tapi kebanyakan orang tua berumur 60 tahun keatas. Siang itu, mereka berkumpul untuk menuntut pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkap kebenaran peristiwa pembantaian terhadap orang yang dicap komunis pada 1965-1966 di Indonesia.
Di tengah kerumunan, berdiri lelaki tua bernama Astaman Hasibuan sedang membaca sajak Alunkan Senandungmu, Ito  yang ia tulis di tahun 2002. Belasan orang menatap takzim pada dirinya. Sambutan tepuk tangan untuknya saat bait terakhir siap ia bacakan.
Astaman Hasibuan, sapaan harinya Asbun. Ia lahir pada 17 Maret 1940 di Simalungun, Sumatera Utara. Dibesarkan dalam lingkungan keluarga agamais yang akrab dengan dunia pergerakan. Bapaknya adalah seorang guru tsanawiyah yang juga eks anggota Partai Nasional Indonesia yang kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia. Sedangkan sang ibu adalah wanita yang menghabiskan waktunya di rumah untuk mengasuh anak sekaligus berjualan kue basah.
Sejak duduk di bangku SMP, saat Asbun berusia 16 tahun, ia mulai aktif menulis. Sajak-sajak ia ciptakan. Saat itu, beberapa sajaknya sudah dimuat dalam surat kabar yang terbit di daerah Simalungun-Siantar.
Kegandrungannya terhadap dunia menulis, membuat ia memilih dunia jurnalistik sebagai jalan hidupnya. Tahun 1959-1965, ia bekerja sebagai wartawan di surat kabar Harian Harapan. Surat kabar bentukan Partai Komunis Indonesia. Awalnya, ia bekerja di daerah Simalungun-Siantar selama tiga tahun. Setelah itu, ia dipindahkan ke Medan.
Asbun mengaku ketertarikannya menulis sajak-sajak hanya ingin berbeda dengan teman lainnya. Kebetulan katanya, di rumah terdapat buku-buku milik sang ayah. Buku-buku Pramoedya Ananta Toer koleksi milik sang ayah ia baca semua. “Buku-buku orang kiri juga banyak,” kata Asbun.

Dunia menulis, membuat ia tertarik dengan seni dan budaya. Di tahun 1959, Asbun masuk kedalam organisasi kebudayaan, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) Siantar-Simalungun. Ia menjabat sebagai sekretaris. Ia juga terpilih sebagai anggota Lekra Medan. Di organisasi ini, ia mengajar menulis, tarik suara, tari dan seni teater. Menurutnya, organisasi ini punya visi yang jelas. “Seni adalah untuk rakyat,” katanya.
***
Oktober 1965. Suasana tegang. Berita-berita menceritakan tentang lima jendral dan dua perwira diculik. Diduga orang-orang PKI pelakunya. Sehingga, PKI dituntut harus dibubarkan. Dan orang-orang yang merupakan anggota partai ditahan tanpa persidangan. Media-media bentukan PKI dibubarkan. Organisasi yang diduga berafiliasi dengan PKI juga dibubarkan, termasuk Lekra.
Asbun resah mendengar kabar ini. Ia melarikan diri dari Kota Medan menghindari penangkapan oleh tentara. Namun pelariannya percuma. Satu bulan pelarian, ia tertangkap di daerah Martubung. Kemudian dipenjara di daerah Labuhan Deli pada November 1965.
Asbun mengisahkan selama hampir setahun dipenjara, ia melarikan diri pada tahun 1966. Ceritanya pada saat subuh hari, ketika para tahanan diminta mandi di sungai, ia menghanyutkan diri di sungai dengan seorang temannya. Pelariannya berhasil.
“Saya tahu hari itu bakal diculik. Mending saya lari. Paling kalau ketahuan ya sama juga, mati,” kata Asbun. 
Selama pelarian, ia kerap gonta-ganti nama. Nama samarannya adalah Dahlan, Asman, Nurdin dan Aminullah. “Tapi, marga saya enggak pernah hilang,” kata Asbun. Ia tanpa identitas. Selama gonta-ganti nama itu pula, ia kerap keluar-masuk penjara karena terkena razia penduduk. Ia harus keluar-masuk penjara karena tanpa identitas selama sebelas tahun.
Suatu hari ketika ada razia kependudukan, Asbun kembali tertangkap pada tahun 1968. Ia ditahan di Jalan Gandi, Medan. Ia ditahan di dalam ruang sebesar 3x4 meter. Dinding-dingingnya ditutupi papan kayu sehingga tak ada celah untuk cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan itu, ia bersama 21 orang tahanan lainnya.
Asbun mengisahkan, saat dipenjara di Jalan Gandi, ia dipukuli hingga babak-belur di sekujur tubuhnya. Tak dapat perawatan, ia punya cara sendiri mengobati lukanya. “Tiap pagi hari, minum air seni saya sendiri,” katanya.
Di penjara Jalan Gandi inilah menurut Asbun yang paling menderita. Dia tidak bisa melakukan apapun. Jangankan keluar untuk buang air, bisa melihat matahari saja sudah beruntung baginya. “Pernah suatu hari ada teman yang seorang pelukis dapat arang, dia melukis dengan arang tadi. Tapi ketahuan sama tentara. Waktu balik kedalam ruang tahananan, tangannya sudah patah. Hidup kami seperti kangkung yang enggak pernah kena matahari,” kisah Asbun.
“Saya ditahan tanpa persidangan, siksaan dari tentara lah persidangannya,” kata Asbun. Siksaan dalam penjara sudah terbiasa bagi dirinya. Dipukuli, dicocor dengan senapan, kemudian dibekap dalam kamar mandi selebera satu kali satu meter yang tinjanya menumpuk di lobang kakus.
Akhirnya pada tahun 1977, ia dibebaskan. Ia kembali ke kota kelahirannya. Di sana ia pernah melakukan berbagai pekerjaan seperti tukang bangunan dan rentenir. Kini, ia telah menetap di daerah Namorambe, Sumatera Utara. Bersama istri dan tiga orang anaknya.
Sepanjang 1965-1966 diperkirakan sebanyak 500 ribu sampai 3 juta jiwa dibunuh. Kemudian 20 juta jiwa yang masih hidup mendapatkan cap buruk serta diskriminasi oleh pemerintah dan masyarkat karena dituduh komunis. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan..

***
Penjara tak membuat pikirannya terkungkung. Sajak-sajak ia ciptakan dari dalam tiang-tiang besi penjara. Sebanyak 14 sajak ia ciptakan dari tahun 1966 sampai 1977. Sajaknya berisi perlawanan-perlawanan terhadap penindasan yang terjadi. Namun ada juga sebuah sajak yang ia ciptakan untuk seorang wanita yang juga anggota Lekra. Ia jatuh hati pada wanita itu, namun cintanya tak berujung manis. Si wanita menikah dengan lelaki lain. Inilah sajaknya berjudul Dia tak pernah kehilangan cintanya.
Empat bulan berikutnya, diapun akhirnya menyusul perempuan, kekasihnya itu. Sesudah dua setengah tahun menjadi orang buruan.  Digenapkan sebagai penghuni kurungan.
Kurungan bagi orang-orang komunis. Dan orang-orang yang dikomuniskan.

Empat tahun. Keduanya di gedung yang sama, dihunian yang sama.
Sesekali bersapaan tanpa melihat muka.
Hatinya cemburu, ribuan kali cemburu.
Kekasihnya pun, dibebaskan, lepas.
Tak memberitahu.
Bulan berikutnya, laki-laki itu menerima berita.
Perempuan kekasihnya, menikah dengan laki-laki yang juga dibebaskan, dihari, bulan, dan tahun sebelumnya.   

Hatinya perih.
Kekasihnya. Yang dicintainya. Dan yang pernah mengikrarkan sangat mencintainya. Sudah kehilangan semua harapannya. Harapan, sampai kapan harus menunggu.
Itulah penyebabnya.
Pematah harapannya.

Meski begitu, laki-laki itu tak kehilangan apa-apa.
Tak pernah kehilangan cintanya.

Jalan Gandhi, Juli1972

Ia punya pengalaman yang selalu diingatnya saat masih SMP. “Waktu itu bukan tanggal 1 Mei atau 17 Agustus. Tiba-tiba ayah saya mengajak ke kota untuk beli sepatu baru. Saya heran. Lebaran saja ia tak mau belanja apapun. Ini kok tiba-tiba ajak saya. Ternyata, ketika sampai di rumah ia menunjukkan puisi saya yang dimuat dalam surat kabar,” cerita Asbun.
Orang tuanya yang aktif dalam pergerakan memiliki koleksi buku-buku di rumahnya. Tak mau disia-siakan, Asbun banyak membaca buku-buku sang bapak. Inilah yang memengaruhi cara berpikir Asbun dalam membuat sajak-sajaknya.
Asbun punya filosofi sendiri mengenai karya sastra. Menurutnya, karya sastra dapat mengungkapkan kejadia apa yang sebenarnya terjadi. “Saya menulis bukan untuk mengajak orang melakukan perubahan, tapi menyampaikan pada masyarakat apa sebenarnya yang terjadi,” kata Asbun.
 Kini, Asbun tak bekerja lagi. Ia habiskan waktu membuat sajak-sajak di rumahnya. Dalam hatinya tetap yakin bahwa sejarah yang ditutupi pada peristiwa 1965-1966 akan terungkap kebenarannya. “Saya masih yakin dengan generasi muda sekarang, kebenaran pasti terungkap,” kata Asbun.

Sumber:PeresahUlung 

Selasa, 08 Mei 2012

Zely Ariane Tentang: DITA INDAH SARI DAN MARSINAH

Tuesday, May 8, 2012

Zely Ariane Tentang: DITA INDAH SARI DAN MARSINAH

oleh: Isa Ibrahim

Pagi ini kubaca sebuah sajak di Facebook, buah pena kawan baikku - ZELY ARIANE.
Kubaca dan kubaca lagi. Tersentuh hatiku, tergugah fikiranku. Zely Ariane menderetkan dua orang tokoh perempuan. DITA INDAH SARI dan MARSINAH. Yang pertama, Dita Indah Sari, masih ada di tengah-tengah masyarakat kita. Yang seorang lagi, Marsinah, sudah tiada. Kemudian Zely menuliskan kesannya mengenai dua tokoh perempuan Indonesia itu, lalu menarik pelajaran.

Dita Sari adalah pendiri dan mantan pemimpin PRD. Partai politik Kiri, Partai Demokratik Indonesia, adalah satu-satunya parpol yang terdiri dari kaum muda terpelajar dan yang berani menantang diktator Orba Jendral Suharto, di kala Orba masih berjaya. Dita Sari menjadi terkenal karena ia menolak “Award” sebesar US$ 50.000 dari perusahaan raksasa Reebok. Dita Sari menolak “Award” dari Reebok karena berbau 'suapan'. Dita berjuang untuk hak-hak demokrasi bagi buruh dan rakyat Indonesia. Ia juga pernah pemimpin serikatuburh, kemudian jadi pemimpin politik. Dita diganjar Orba, hukuman penjara 8 tahun. Belum 8 tahun Suharto jatuh. Naik Habibi. Dita Sari bebas penjara. Amnesty Internasional memaklumkan Dita sebagai “prisoner of conscience”.

* * *

Suatu ketika aku berkunjung ke kantor Amnesty Inernational Belanda di Amsterdam. Terpampang di dinding ruangan tamu, foto Dita Indah Sari sebesar gajah. Aku bangga seorang aktivis pejuang perempuan Indonesia, dimaklumkan sebagai tokoh pejuang hak-hak manusia. Dan fotonya dipasang di gedung Amnesy International Belanda di Keizersgracht, Amsterdam.

Pada kesempatan lain kujumpai dan diskusi dengan Dita Indah Sari dalam TEMU EROPA di Jerman tidak lama setelah jatuhnya Suharto. Ketika itu tokoh Dita Indah Sari, bagiku adalah seorang tokoh perempuan aktivis dan pejuang kaum buruh, pejuang demokrasi dan hak-hakmanusia. Ia teladan yang mempesonakan. Begitu gigih dan konsisten, berani dan optimis. Kawan-kawan yang hadir dalam TEMU EROPAH semuanya mengagumi dan menghormati Dita Indah Sari.

* * *

Setelah Reformasi dan Orba tiada, tetapi banyak petinggi-petinggi Orba yang masih berkuasa di banyak bidang, pandangan Dita Sari mengenai situasi politik tanah air mengalami perubahan.
Zely Ariane mencatat perubahan itu dalam sajaknya:

Pada suatu masa
Dita berkata:
pengusaha, tentara, Orba, bisa jadi kawan kelas pekerja
Karenanya ia dukung Wiranto yang jenderal tentara
Yusuf Kalla yang lumayan raksasa pengusaha
untuk jadi pemimpin negara kita

Kini Dita jadi juru bicara
Menteri Tenaga Kerja
untuk membantu pekerja percaya niat baik pengusaha

Sehingga Dita yang pandai bicara
mulai dlupakan massa

* * *

Yang satu lagi adalah tokoh pahlawan buruh. Pahlawan kataku, karena memang MARSINAH adalah pahlawan pejuang sesama kaum buruh. Ia tetap konsisten sampai ia meninggal di tangan kekuasaan aparat. Di bawah ini pelukisan Zely Ariane mengenai MARSINAH, dalam sajaknya:


Ada seorang perempuan bernama Dita
Suara Marsinah kalah lantang dibanding Ia
Pemimpin aksi massa pekerja
hingga dipenjara Orba

Bila Marsinah tak bisa sekolah hukum karena biaya
Dita tinggalkan fakultas hukum demi menggalang aksi massa
Marsinah bukan pimpinan serikat pekerja
Sementara Dita bintangnya politik kelas pekerja

Dita dijemput tentara Orba
Marsinah mendatangi Kodim dan pengusaha
Marsinah tiada
Dita masih ada
dan Marsinah yang mati tak bersuara
diingat dalam sanubari dan benak kita

* * *

Kita belajar dari sikap Zely terhadap dua tokoh perempuan Indonesia tsb. Sayang, Marsinah sudah tiada.Tapi akan selalu dikenang dan dihormati. Aktivis-aktivis buruh muda pasti akan turun temurun terinspirasi oleh tokoh pejuang buruh Marsinah.

Tentang Dita Sari?

Zely sudah mengucapan selamat tinggal kepada Dita Indah Sari.

* * *

Di bawah ini selengkapnya sajak Zely Ariane:

Marsinah dan Dita
Zely, Ariane, 08 Mei 2012

Ada seorang perempuan bernama Dita
Suara Marsinah kalah lantang dibanding Ia
Pemimpin aksi massa pekerja
hingga dipenjara Orba

Bila Marsinah tak bisa sekolah hukum karena biaya
Dita tinggalkan fakultas hukum demi menggalang aksi massa
Marsinah bukan pimpinan serikat pekerja
Sementara Dita bintangnya politik kelas pekerja

Dita dijemput tentara Orba
Marsinah mendatangi Kodim dan pengusaha
Marsinah tiada
Dita masih ada

Pada suatu masa
Dita berkata:
pengusaha, tentara, Orba, bisa jadi kawan kelas pekerja
Karenanya ia dukung Wiranto yang jenderal tentara
Yusuf Kalla yang lumayan raksasa pengusaha
untuk jadi pemimpin negara kita

Kini Dita jadi juru bicara
Menteri Tenaga Kerja
untuk membantu pekerja percaya niat baik pengusaha

Sehingga Dita yang pandai bicara
mulai dlupakan massa
dan Marsinah yang mati tak bersuara
diingat dalam sanubari dan benak kita

Selamat tinggal Dita
Selamat datang Marsinah-Marsinah muda.

*Zely Ariane, tebet, 080512, 12:55

* * *

 http://ibrahimisa.blogspot.co.id/2012/05/zely-ariane-tentang-dita-indah-sari-dan.html

Rabu, 02 Mei 2012

Uni Eropa tanyakan berbagai kasus HAM di Indonesia

2 Mei 2012

Diskriminasi yang dialami kelompok Ahmadiyah dan Syiah akan disorot Uni Eropa. [AFP]

Perwakilan Uni Eropa akan menanyakan sejauhmana keseriusan Indonesia dalam melindungi hak beribadah kelompok agama minoritas serta kelompok minoritas lainnya.
Hal itu akan ditanyakan perwakilan Uni Eropa dalam dialog lanjutan bersama perwakilan Pemerintah Indonesia, Rabu (02/05) ini, yang membahas berbagai persoalan HAM seperti perlindungan terhadap kelompok minoritas, kebebasan berpendapat, serta persoalan diskriminasi.
Pertemuan yang digelar pada Rabu (02/05) di Jakarta ini merupakan dialog ketiga yang berlangsung setahun sekali.
Dalam keterangan pers yang diterima BBC Indonesia, Kepala Divisi HAM dari Dinas Luar Negeri Uni Eropa, Rolf Timans, mengatakan, pihaknya secara khusus akan mendialogkan persoalan yang dialami kelompok agama minoritas dan kelompok minoritas lainnya.
"Termasuk juga dalam hal memastikan kelompok agama minoritas maupun minoritas lainnya (agar) mendapatkan perlindungan hukum dan norma-norma sosial," kata Rolf Timans.
Seperti diketahui, pegiat HAM internasional sebelumnya telah berulangkali mengkritik sikap pemerintah Indonesia yang dianggap tidak serius dalam memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas, dalam kasus penyerangan kelompok Syiah dan Ahmadiyah.
Mereka juga mempertanyakan penyelesaian kasus Gereja Yasmin di Bogor, Jawa Barat, yang dianggap dibiarkan berlarut-larut, sehingga jemaah gereja tidak dapat beribadah di gereja tersebut.
Persoalan lain yang acap disoriot adalah nasib tahanan politik dalam kasus separatisme di Papua dan Maluku.

Siapkan jawaban

Image captionKasus penyegelan gereja Yasmin akan dipertanyakan pula perwakilan Uni Eropa.
Direktur Jendral HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo, yang juga pimpinan delegasi Indonesia, menyatakan, berbagai persoalan HAM yang muncul belakangan akan menjadi sorotan utama.
"Seperti biasa, dalam dialog ini, mereka akan menanyakan sejauhmana pemerintah (Indonesia) sudah melakukan tindakan-tindakan (penegakan dan perlindungan HAM)," kata Direktur Jendral HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo, yang juga pimpinan delegasi Indonesia, menjawab pertanyaan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (02/05) siang.
Menurut Harkristuti, setidaknya ada tiga persoalan utama HAM yang akan disorot perwakilan Uni Eropa, yaitu kasus tahanan politik di Papua dan Maluku, soal kebebasan beribadat dalam kasus gereja Yasmin di Bogor, Jawa Barat, serta kasus-kasus kekerasan yang menimpa kelompok minoritas Islam Syiah serta Ahmadiyah.
"Ini adalah agenda yang selalu muncul dalam dialog (tahunan) ini," kata Harkristuti, yang dihubungi menjelang dialog itu dibuka di sebuah hotel di Jakarta.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, menurut Harkristuti, pihaknya akan menjelaskan kebijakan dan langkah apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk melindungi hak asasi masyarakat.
"Kita sudah siapkan jawabannya, dan kita juga sudah merangkum apa-apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk melindungi hak asasi masyarakat," ungkapnya.
Selain diwakili Kementerian Hukum dan HAM, Pemerintah Indonesia diwakili pejabat dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Agama.
Lebih lanjut Harkristuti menjelaskan, karena semata dialog, maka pertemuan ini tidak akan menghasilkan rekomendasi atau keputusan apapun.

Sumber: BBC Indonesia