HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Jumat, 30 Mei 2014

[KRONOLOGI KOMPLIT] Tragedi Tanjung Priok 1984: Pembantaian Kaum Muslimin Oleh ABRI


 

Peristiwa tragedi kemanusiaan di Tanjung Priok pada pertengahan tahun 1984, merupakan salah satu dari sekian banyak rentetan jejak dan fakta kelamnya masa pemerintahan Suharto. Satu masa rezim militer yang berlumuran darah dari awal masa kekuasaannya sampai akhir masa kediktatorannya.

Pada artikel kali ini, kami akan mencoba menguak sedikit dari banyaknya tandatanya-tandatanya besar yang masih tersimpan di saku tiap rakyat Indonesia yang tercinta ini dan belum terjawab, bahkan tak akan pernah terjawab.

Hal itu dilakukan karena pada masa rezim New Order atau Orde Baru itu, banyak sekali sejarah-sejarah yang tak boleh dipublikasikan, ditulis ulang, dibengkokkan, lalu di propagandakan melalui media-media zombie yang pada masa lalu, bagai ‘media peliharaan’.

Suharto, presiden diktator era Orde Baru (New Order) yang berkuasa selama 32 tahun yang selalu menang pemilu 6 kali berturut-turut alias hat trick dua kali oleh pemilihan presiden secara tak langsung (dipilih oleh DPR/MPR).
Kemiliteran dibentuk untuk menopang kekuasannya dan selalu siap menjalankan perannya sebagai kekuatan negara untuk menghadapi rongrongan ideologi apapun, termasuk ideologi agama yang diakui di Indonesia.

Kekuasaan penuh yang dimiliki militer saat itu meluas mencakup penghancuran setiap bentuk gerakan oposisi politik apapun. Fungsi kekuasaan militer untuk melakukan tindakan pemeliharaan keamanan dan kestabilan negara dianggap sebagai suatu bentuk legitimasi untuk dapat melakukan berbagai macam bentuk tindakan provokatif tersistematif dan represif.

Mereka menggunakan dalih pembenaran sepihak yaitu sebagai tindakan pengamanan terhadap kekuasaan, meskipun dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM paling berat sekalipun.

Peristiwa berdarah Tanjung Priok 1984, adalah satu peristiwa yang sudah disiapkan sebelumnya dengan matang oleh intel-intel militer. Militerlah yang menskenario dan merekayasa kasus pembataian Tanjung Priok.

Ini adalah bagian dari operasi militer yang bertujuan untuk mengkatagorikan kegiatan-kegiatan keislaman sebagai suatu tindak kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran korban.

Terpilihnya Tanjung sebagai tempat sebagai “The Killing Feld” juga bukan tanpa survey dan analisa yang matang dari intelejen. Kondisi sosial ekonomi Tanjung Priok yang menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah salah satu wilayah basis Islam yang kuat, denga kondisi pemukiman yang padat dan kumuh.


Tragedi Tg Priok 1984 04Musholla As-Sa'adah tragedi-tg-priok-1984 

Mayoritas penduduknya tinggal dirumah-rumah sederhana yang terbuat dari barang bekas pakai dan kebanyakan penduduknya bekerja sebagai buruh galangan kapal, dan buruh serabutan.

Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah ditambah dengan pendidikan yang minim seperti itu, menjadikan Tanjung Priok sebagai wilayah yang mudah sekali terpengaruh dengan gejolak dari luar, sehingga mudah sekali tersulut berbagai isu.

Suasana panas di Tanjung Priok sudah dirasakan sebulan sebelum peristiwa itu terjadi.

Upaya -upaya provokatif memancing massa telah banyak dilakukan. Diantaranya, pembangunan gedung Bioskup Tugu yang sering memutar film maksiat yang berdiri persis berseberangan degan masjid Al-Hidayah.

Tokoh-tokoh Islam menduga keras bahwa suasana panas itu memang sengaja direkayasa oleh orang-orang tertentu di pemerintahan yang memusuhi Islam. Suasana rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar Tanjung Priok.

Sebab, di kawasan lain kota di Jakarta terjadi sensor yang ketat terhadap para mubaligh, kenapa di Tanjung Priok sebagai basis Islam para mubalighnya bebas sekali untuk berbicara, bahkan mengkritik pemerintah dan menentang azas tunggal Pancasila. Tokoh senior seperti M Natsir dan Syarifudin Prawiranegara sebenarnya telah melarang ulama untuk datang ke Tanjung Priok agar tidak masuk perangkap, namun seruan itu rupanya tidak terdengar oleh ulama-ulama Tanjung Priok.


Awal Mula Peristiwa, kejadian berdarah Tanjung Priok dipicu oleh tindakan provokatif tentara

Pada pertengahan tahun 1984, beredar isu tentang RUU organisasi sosial yang mengharuskan penerimaan azas tunggal. Hal ini menimbulkan implikasi yang luas. Diantara pengunjung masjid di daerah ini, terdapat seorang mubaligh yang terkenal, menyampaikan ceramah pada jama’ahnya dengan menjadikan isu ini sebagi topik pembicarannya, sebab Rancangan Undang-Undang tsb sudah lama menjadi masalah yang kontroversial.


Musholla As-Sa'adah Tg Priok 

Pada tanggal 7 September 1984, seorang Babinsa beragama Katholik sersan satu Harmanu datang ke musholla kecil yang bernama “Musholla As-sa’adah” dan memerintahkan untuk mencabut pamflet yang berisi tulisan problema yang dihadapi kaum muslimin pada masa itu, dan disertai pengumuman tentang kegiatan pengajian yang akan datang.

Tak heran jika kemudian orang-orang yang disitu marah melihat tingkah laku Babinsa itu. pada hari berikutnya Babinsa itu datang lagi beserta rekannya, untuk mengecek apakah perintahnya sudah dijalankan apa belum. Setelah kedatangan kedua itulah muncul isu yang menyatakan, kalau militer telah menghina kehormatan tempat suci karena masuk mushola tanpa menyopot sepatu, dan menyirami pamflet-pamflet di musholla dengan air comberan.


Kronologi Pembantaian

Kronologi Pembantaian Kaum Muslimin Oleh Bala Tentara pada Tragedi Tanjung Priok Berdarah 1984 oleh Saksi Mata Ust. Abdul Qadir Djaelani, salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok.

Karenanya, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa Tanjung Priok.

Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia”.


Sabtu, 8 September 1984

Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan). Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan Sindang.


Ahad, 9 September 1984

Peristiwa hari Sabtu (8 September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat tanpa ada usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada jamaah kaum muslimin.


Senin, 10 September 1984

Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka. Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang dari jamaah Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat yaitu  Syarifuddin  Rmbe dan Sofyan Sulaiman dua orang takmir masjid “Baitul Makmur” yang berdekatan dengan Musholla As-sa’adah, berusaha menenangkan suasana dengan mengajak ke dua tentara itu masuk ke dalam sekretarit takmir mesjid untuk membicarakan masalah yang sedang hangat.

Ketika mereka sedang berbicara di depan kantor, massa diluar sudah terkumpul. Kedua pengurus takmir masjid itu menyarankan kepada kedua tentara tadi supaya persoalaan disudahi dan dianggap selesai saja. Tapi mereka menolak saran tersebut. Massa diluar sudah mulai kehilangan kesabarannya.

Sementara usaha penegahan sedang berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan permasalahan itu tiba-tiba saja menarik salah satu sepeda motor milik prajurit yang ternyata seorang marinir dan membakarnya. Saat itu juga Syarifuddin Rambe dan Sofyan Sulaiman beserta dua orang lainnya ditangkap aparat keamanan.

Turut ditangkap juga Ahmad Sahi, Pengurus Musholla As-sa’adah dan satu orang lagi yang saat itu berada di tempat kejadian, selanjutnya Mohammad Nur yang membakar motor ditangkap juga. Akibat penahanan empat orang tadi kemarahan massa menjadi tak terbendung lagi, yang kemudian memunculkan tuntutan pembebasan ke empat orang yang ditangkap tadi.

Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di antaranya termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah tersebut.


Selasa, 11 September 1984

Pada tanggal 11 September 1984, Massa yang masih memendam kemarahannya itu datang ke salah satu tokoh didaerah itu yang bernama Amir Biki, karena tokoh ini dikenal dekat dengan para perwira di Jakarta. Maksudnya agar ia mau turun tangan membantu membebaskan para tahanan. Sudah sering kali Amir Biki menyelesaikan persoalan yang timbul dengan pihak militer.

Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata tidak berhasil dan sia-sia.


Rabu, 12 September 1984

Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik mimbar.

Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain,

“Mari kita buktikan solidaritas islamiyah. Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.”

Dihadapan massa, Amir biki berbicara dengan keras, yang isinya mengultimatum agar membebaskan para tahanan paling lambat pukul 23.00 Wib malam itu juga. Bila tidak, mereka akan mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi.

Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dari jamaah kita).”

Saat ceramah usai, berkumpulah sekitar 1500 orang demonstran yang bergerak menuju kantor Polsek dan Kormil setempat. Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.


Musholla As-Sa'adah Tg Priok (circa 2000)
Musholla As-Sa’adah Tg Priok (circa 2010)


Kelompok Yang Menuju Polres

Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata otomatis di tangan. Massa demonstran berhadapan langsung dengan pasukan tentara yang siap tempur.
Pada saat pasukan mulai memblokir jalan protokol, mendadak para demonstran sudah dikepung dari segala penjuru. Saat itu massa tidaklah beringas, sebagian besar mereka hanya duduk-duduk sambil mengumandankan takbir.

Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Saat itu militer mundur dua langkah, tanpa peringatan lebih dahulu terdengarlah suara tembakan, lalu diikuti oleh pasukan yang langsung mengarahkan moncong senjatanya ke arah demonstran, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh menit!

Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris, tersungkur berlumuran darah. Beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada! Disaat para demonstran yang terluka berusaha bangkit untuk menyelamatkan diri, pada saat yang sama juga mereka diberondong senjata lagi.

Malahan ada anggota militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.

Tak lama berselang datang konvoi truk militer dari arah pelabuhan menerjang dan menelindas demostran yang sedang bertiarap di jalan. Dia buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan.

Lebih mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil truk tersebut.

Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-selokan di sisi jalan.

Dari atas truk tentara dengan membabi buta masih menembaki para demonstran. Dalam sekejap jalanan dipenuhi oleh jasad-jasad manusia yang telah mati bersimbah darah. Sedang beberapa korban yang terluka tidak begitu parah berusaha lari menyelamatkan diri berlindung ke tempat-tempat disekitar kejadian.


Tragedi Tg Priok 1984 02 

Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan dan melemparkannya ke dalam truk bagaikan melempar karung goni.

Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun bagaikan karung goni. Sembari para tentara mengusung korban-korban yang mati dan terluka ke dalam truk militer, masih saja terdengar suara tembakan tanpa henti.

Semua korban dibawa ke rumah sakit tentara di Jakarta, sementara rumah sakit-rumah sakit yang lain dilarang keras menerima korban penembakan Tanjung Priok.

Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya dan di sisinya, sampai bersih.


Kelompok Yang Menuju Kodim

Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kira jarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki.

Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur menggelepar-gelepar.

Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid.


Tragedi Tg Priok 1984
Penghuni toko onderdil mobil yang menjadi korban di Jalan Jampea, Tanjung Priok setelah kerusuhan Tanjung Priok, Jakarta, 1984. [ TEMPO/Ilham Sunharjo; 35B/115/84; 20000621]


Saksimata

Menurut ingatan salahsatu saksi yang belum tewas bernama Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa menuju Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD).

Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.

Sebenarnya peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak terjadi apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani benar-benar mau berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang selama ini sering sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu mendeteksi suatu kejadian sedini dan seawal mungkin.

Hal ini terjadi karena pada tanggal 11 September 1984, sewaktu saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, saya sempat berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga, Kepala Intel Kepolisian tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di Tanjung Priok menuntut pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan membakar motor petugas.

Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di saat saya ditangkap tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12 September 1984, kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor Satgas Intel Jaya.

Pemerintah menyembunyikan fakta jumlah korban dalam tragedi berdarah itu. Lewat panglima ABRI saat itu LB. Murdhani menyatakan bahwa jumlah yang tewas sebanyak 18 orang dan yang luka-luka 53 orang. Tapi data dari Sontak (SOlidaritas Untuk peristiwa Tanjung Priok) jumlah korban yang tewas mencapai 400 orang. Belum lagi penderitaan korban yang ditangkap militer mengalami berbagai macam penyiksaan. Dan Amir Biki sendiri adalah salah satu korban yang tewas diberondong peluru tentara. (Abdul Qadir Djaelani).


Tragedi Tanjung Priok 1984 Versi Pemerintah 


Tragedi Tg Priok 1984 01P

emerintahan Soeharto banyak diwarnai peristiwa-peristiwa yang memakan korban jiwa, terutama mengarah terhadap umat Islam. Ini tentu tidak lepas dari “pesan” dan intervensi asing tentang apa yang disebut “politik menekan Islam”. 

Kasus Tanjung Priok ini menjadi hal yang menarik. Karena tidak ada pernyataan tentang cita-cita Negara Islam yang disampaikan dalam ceramah-ceramah di Tanjung Priok. Yang disampaikan oleh para mubaligh di sana hanyalah ceramah-ceramah tajam dengan satu dua kata menyentil kebijakan penguasa. 

Mereka mengecam kebijakan pemerintah yang dirasa menyudutkan umat Islam. Diantaranya adalah larangan memakai jilbab dan penerapan asas tunggal Pancasila, serta masalah kesenjangan sosial antara pribumi dengan non-pribumi. 

Dalam bukunya Tanjung Priok Berdarah: Tanggung Jawab Siapa? Kumpulan Data dan Fakta (PSPI, 1998 : 26) dijelaskan bahwa proses terjadinya tragedi Priok pada hari Senin, 10 September 1984 ketika seorang petugas yang sedang menjalankan tugasnya di daerah Koja, dihadang dan kemudian dikeroyok oleh sekelompok orang. 

Petugas keamanan berhasil menyelamatkan diri, tetapi sepeda motornya dibakar oleh para penghadang. Aparat keamanan pun menangkap empat orang pelakunya untuk keperluan pengusutan dan penuntutan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Untuk mengetahui nasib keempat orang yang ditahan, masyarakat sepakat bergerak ke kantor Kodim. Tetapi permintaan mereka ditolak. 

Tragedi Tg Priok 1984 07 

Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 12 September 1984. Pada saat itu, di Masjid Rawabadak berlangsung ceramah agama tanpa izin dan bersifat menghasut. Penceramahnya antara lain Amir Biki, Syarifin Maloko, M. Nasir, tidak pernah diketahui keberadaannya setelah peristiwa malam itu. Kemudian, aparat keamanan menerima telepon dari Amir Biki yang berisi ancaman pembunuhan dan perusakan apabila keempat tahanan tidak dibebaskan. 

Setelah itu, sekitar 1500 orang menuju Polres dan Kodim. Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan dalam buku Perjalanan Sang Jenderal Besar Soeharto 1921-2008 (Santosa, 2008:170) yang menjelaskan bahwa Amir Biki yang memimpin massa menuju Kodim untuk menuntut pembebasan mereka yang ditahan. 

Ia juga berpesan agar selama perjalanan, massa jangan membuat anarkis. Tapi kegiatan ini tidak diikuti oleh para mubaligh karena mereka sudah diingatkan agar tidak keluar dari pusat pengajian. 

Sampai di depan Polres Jakarta Utara massa dihadang aparat bersenjata. Jarak antara massa dengan aparat sangat dekat, kira-kira lima meter. Tidak ada dialog antara Amir Biki dengan aparat. Lima belas orang petugas keamanan menghambat kerumunan atau gerakan massa tersebut.

Regu keamanan berusaha membubarkan massa dengan secara persuasif, namun dijawab dengan teriakan-teriakan yang membangkitkan emosi dan keberingasan massa. Massa terus maju mendesak satuan keamanan sambil mengayun-ayunkan dan mengacung-acungkan celurit. 


Tragedi Tg Priok 1984 05 

Tak berapa lama ada komando untuk mundur. Pasukan terlihat mundur kira-kira 10 meter. Lalu ada komando “tembak”. Dalam jarak yang sudah membahayakan, regu keamanan mulai memberikan tembakan peringatan dan tidak dihiraukan. Tembakan diarahkan ke tanah dan kaki penyerang, korban pun tidak dapat dihindari.
Setelah datang pasukan keamanan lainnya, barulah massa mundur, tetapi mereka membakar mobil, merusak beberapa rumah, dan apotek. 

Sekitar tiga puluh menit kemudian gerombolan menyerang kembali petugas keamanan, sehingga petugas keamanan dalam kondisi kritis dan terpaksa melakukan penembakan-penembakan untuk mencegah usaha perusuh merebut senjata dan serangan-serangan dengan celurit dan senjata tajam lainnya. Terjadilah tragedi pembantaian itu. 

Aparat yang bersenjata itu menghujani tembakan terhadap ribuan massa dengan leluasa. Teriakan minta tolong tidak dihiraukan. Mereka yang berada di barisan depan bertumbangan bersimbah darah. Yang masih selamat melarikan diri. Ada juga yang tiarap, menghindari sasaran-sasaran peluru. Beberapa truk datang untuk mengangkut tubuh-tubuh korban dan menguburkannya di suatu tempat. 


Proses Hukum


Tragedi Tg Priok 1984 08
Tri Sutrisno (kiri) dan LB Moerdani (kedua dari kiri).

Hingga hari ini tak ada keadilan yang diberikan bagi korban yang dulunya ditembaki, ditangkap semena-mena, ditahan secara sewenang-wenang, disiksa, dihilangkan, distigma dan harta bendanya dirampas serta hak atas pekerjaan dan pendidikannya dirampas.

Masih terang diingatan korban, bagaimana pada tahun 2006 Mahkamah Agung memperagakan parade pembebasan hukum (Impunitas secara De Jure) terhadap sejumlah nama yang seharusnya bertanggung jawab; Sriyanto, Pranowo, Sutrisno Mascung dan RA. Butar-Butar.

Kegagalan Peradilan HAM untuk menghukum sesungguhnya telah tergambar dari buruknya kinerja Penuntut Umum.

Selain menghapus nama (Alm.) LB Moerdani dan Try Sutrisno dalam proses penyidikan, Kejaksaan Agung justru membuktikan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) pada kasus Tanjung Priok dengan sistem pidana umum (Ordinary Crime) yang berbasis pada KUHAP.

Kegagalan lain diakibatkan oleh persoalan politik bahwa tidak adanya jaminan dari otoritas negara dalam mendukung administratif atas kerja Pengadilan HAM atas kasus Tanjung Priok. Selain itu Pemerintah tidak menyiapkan sistem perlindungan saksi yang memadai. Sementara, di pengadilan, Hakim membiarkan upaya sogok-menyogok terjadi antara pelaku dengan sejumlah saksi untuk mencabut kesaksian.


Try Sutrisno LB Moerdani
Try Sutrisno (kiri) dan LB Moerdani (kanan)

Pengadilan HAM bukan hanya gagal memberikan kepastian hukum berupa penghukuman terhadap para pelaku dalam kasus Tanjung Priok, Pengadilan Juga gagal memberikan kebenaran yang sejati atas kasus Tanjung Priok serta gagal menjamin kepastian reparasi (Perbaikan) atas penderitaan dan kerugian para korban Kasus Tanjung Priok 1984.

Banyak diantara para korban yang masih mempertanyakan keberadaan keluarganya yang masih hilang. Banyak diantara para korban yang sampai hari ini harus menanggung biaya pengobatan akibat atau efek dari kekerasan yang dialami pada 12 September 1984 atau kekerasan-kekerasan berikutnya.


Tragedi Tg Priok 1984 06 

Banyak diantara para korban yang harus kehilangan tempat usaha atau pekerjaannya akibat dirampas atau distigmatisasi sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan.
Demikian pula para korban yang masih anak-anak, tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Atau anak-anak korban yang kehilangan ayah atau kakaknya yang diharapkan menjadi penopang ekonomi.

Usaha pun tetap dilakukan oleh para korban lewat Pengadilan Negeri pada 28 Februari 2007 menuntut Pemerintah mengeluarkan dana kompensasi bagi korban. Namun, lagi-lagi, Hakim tunggal Martini Marjan menolak mentah-mentah permohonan Penetapan Kompensasi para korban dengan alasan tidak ada pelanggaran berat HAM dalam kasus Tanjung Priok 1984.

Jelas bahwa Hakim tunggal Martini Marjan Menegasikan fakta, penderitaan dan kerugian yang telah dihadirkan dalam persidangan Penetapan di PN Jakarta Pusat.

Sampai saat ini Mahkamah Agung belum memutuskan kasasi yang telah diajukan sejak 5 Maret 2007.

Dewi Wardah isteri Amir Biki
Dewi Wardah isteri Amir Biki, setia untuk tetap memperjuangkan keadilan terhadap kasus terbunuhnya sang suami, Amir Biki.

Pada tahun 1984 itu, jelas korban telah dikorbankan oleh kebijakan anti kritik Soeharto dan brutalitas aparat keamanan. Pada era transisi politik, setelah belas… bahkan puluhan tahun upaya koreksi pun tetap didominasi oleh pelaku. Tidak ada yang dihukum, tidak ada perbaikan kondisi korban bahkan tidak diakui adanya pelanggaran berat HAM.

Masyarakat terus dikorbankan dari perilaku kekerasan, menjadi korban sistem peradilan yang tidak adil dan jujur. Transisi politik tidak digunakan untuk mengambil pelajaran dari kegagalan dimasa lalu, sebagaimana yang terjadi pada kasus Tanjung Priok.

Akan tetapi keluarga korban tidak pernah lupa dan akan tetap menuntut pertanggung jawaban pemerintah atas keadilan, kebenaran, maupun reparasi.

Sumber dan Referensi:
 

Sabtu, 03 Mei 2014

Mantan Kakostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1998 Dibantai


Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1997/1998 Yang Selama Ini Hilang Telah Dibantai


Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

prabowo dan aktivis 97 98 yang hilang


Mantan Kakostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1998 Dibantai

Entah untuk pencitraan atau ‘cari muka’, tiba-tiba di tengah hiruk pikuk pencapresan 2014, kasus penghilangan paksa 13 aktivis pada 1998 kembali mencuat. Pemicunya adalah ucapan Mayor Jendral (Purn) Kivlan Zen di acara Debat tvOne pada Senin (28/4/2014) malam.

Mantan Kepala Staf Kostrad yang selama ini cuma diam saja pada saat rakyat mau menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 itu, tiba-tiba mengaku tahu di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’.

Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto .

“Yang menculik dan yang hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” kata Kivlan dalam debat yang dipandu pembawa acara Alfito Deannova.

Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13 aktivis itu, dia bersedia bersaksi.

“Kalau nanti disusun suatu panitia, saya akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana dibuangnya,” ujar Kivlan dengan nada berapi-api.


kivlan-zen diacara debat tvOne
Kivlan Zen, sedang berbicara dalam acara debat di tv swasta nasional, tvOne.

Dalam acara debat itu, Kivlan diposisikan sebagai pembela Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang dituding bertanggung jawab atas penghilangan paksa tersebut. Di kubu Prabowo, ada juga Wakil Ketua Umum Partai Gerinda Fadli Zon.

Sedangkan di kubu lain ada Al Araf dari Imparsial dan Alvon Kurnia dari YLBHI. Bersama sejumlah LSM, dua lembaga itu adalah yang menyatakan menolak capres pelanggar HAM. Dalam penolakannya, mereka dengan tegas menyebut nama Prabowo Subianto , capres Partai Gerindra.


Operasi Sampingan dan “Double Agent”


Sebelum mengucapkan tahu di mana para aktifis 1998 itu termasuk Wiji Thukul (yang juga seorang penyair) dan kawan-kawannya dihilangkan, Kivlan membela bahwa Prabowo tidak terlibat kasus penculikan 13 orang, sebagaimana disebut para aktivis LSM.
 
Dia menyebut Prabowo hanya melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang lain dan kini mereka sudah kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung ke partainya, Gerindra.

Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan, dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR 1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya ‘operasi sampingan’ yang bergerak.

“Di mana-mana operasi militer itu dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini.

“Operasi sampingan intelijen (oleh) lawan kepada Prabowo, saya tahu benar siapa lawan Prabowo,” imbuhnya. Seperti diketahui, dalam pergolakan 1998 masih ada 13 aktivis yang hilang sejak tahun 1998 hingga kini. Mereka adalah :

No
Nama
Keterangan
Waktu Hilang
1
Yani Afri (Rian)
Pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
2
Sonny
Pendukung PDI Megawati
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
3
Deddy Hamdun
Pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
4
Noval Alkatiri
Pengusaha, aktivis PPP
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
5
Ismail
Sopir Deddy Hamdun
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
6
Wiji Thukul
Penyair aktivis JAKER/PRD
Hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998
7
Suyat
Aktivis SMID/PRD
di Solo pada 12 Februari 1998
8
Herman Hendrawan
Aktivis SMID/PRD
di Jakarta, 12 Maret 1998
9
Petrus Bima Anugerah
Aktivis SMID/PRD
Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998
10
Ucok Munandar Siahaan
Mahasiswa Perbanas      
Diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta
11
Yadin Muhidin
Alumnus Sekolah Pelayaran
Hilang di Jakarta saat kerusuhan 14 Mei 1998
12
Hendra Hambali
Siswa SMU
Hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998
13
Abdun Nasser
Kontraktor
Hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta


Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen

Sementara itu, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) menganggap penting informasi dari Kivlan tersebut.

“Bagi beberapa orang, mungkin ini bukan berita baru. Tapi IKOHI menganggap, informasi ini penting karena Kivlan Zen adalah pejabat militer (ABRI) ketika peristiwa terjadi. Ia punya otoritas sebagai representasi alat negara. Oleh karena itu, pengakuan Kivlan Zen yang disaksikan jutaan pasang mata harus ditindaklanjuti,” kata Koordinator IKOHI, Mugiyanto, dalam pernyataan terbuka di blog-nya.

Mugiyanto mengatakan, memang Komnas HAM sudah selesai melakukan penyelidikan untuk kasus penghilangan paksa periode tahun 1997-1998 ini sejak November 2006.

“Namun, karena berkas penyelidikan ini masih disengketakan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, di mana Jaksa Agung menganggap belum lengkap, yang karenanya kasus ini tidak segera disidik dan dituntut di Pengadilan HAM, maka adalah kami memandang Komnas HAM punya kewajiban untuk menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen,” lanjut Mugiyanto.


Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen

Semenatar itu, IKOHI, kata Mugiyanto, mendesak agar Komnas HAM untuk segera memanggil Mayjen Kivlan Zen untuk dimintai keterangan.

“Sebagai penegasan, informasi mengenai keberadaan para korban ini merupakan hal utama yang menjadi tuntutan keluarga korban selama 16 tahun berjuang,” kata Mugiyanto yang juga menjadi salah satu korban penculikan.

Mugiyanto menilai pengabaian atas informasi penting ini adalah pengingkaran hak atas kebenaran bagi korban dan keluarga korban. “Desakan ini kami tujukan kepada Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas, jajaran pimpinan dan segenap Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia,” tutupnya.

wiji thukul aktivis 1998
Wiji Thukul, salah satu aktivis 1998 yang diculik lalu dibunuh.

Komnas HAM tak mau tindaklanjuti ucapan Kivlan Zen soal penculikan
Namun demikian, gayung tidak disambut Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan pihaknya tidak akan menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen tersebut. Menurutnya, penyataan Kivlan sudah tertulis dalam berkas penyelidikan Komnas HAM yang sudah rampung dan dikirim ke Kejaksaan Agung.

“Itu kan pernyataan pribadi dan data Kivlan sudah ada di penyidikan Komnas HAM. Kivlan kalau sudah tahu sampaikan saja ke publik, buka di publik dan ke media,” ujar Pigai saat dihubungi Jumat (2/5/2014).


https://i0.wp.com/upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/ba/Logo_komnas_HAM.gifMengenai adanya anggapan Kejaksaan Agung enggan melanjutkan penyidikan karena ada sengketa dalam berkas, Pigai membantahnya.

Menurut Pigai, berkas Komnas HAM sudah lengkap dan data-data yang dimiliki sudah terpenuhi. “Tidak ada yang namanya (berkas) bolong, Kejaksaan saja yang tidak mau,” katanya.

Untuk itu, Pigai berharap presiden mendatang mampu menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Setiap capres harusnya datang ke Komnas HAM lalu sampai kan visi misi jaminan Komnas HAM mengatasi pelanggaran-pelanggaran,” tuturnya.

Diskusi di “Warung Daun”: Ditantang buka kuburan korban penculikan, Kivlan Zen murka!

Politikus Partai NasDem Taufik Basari dan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kivlan Zen berdebat saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Warung Daun. Kivlan berang lantaran dituduh Taufik menyembunyikan informasi penculikan aktivis pada tahun 1998.

“Menurut Pak Kivlan, semua aktivis itu sudah meninggal dan dia mengetahui lokasinya di mana, dan di mana mayatnya di kubur. Jadi menurut saya, setelah diskusi ini, ayo sama-sama kita ke Komnas HAM. Ada banyak teman-teman wartawan. Kalau bicara kebenaran, sampaikan informasi yang pak Kivlan tahu,” ujar Taufik saat diskusi visi dan misi HAM para capres di Warung Daun, Cikini, Selasa (6/5/2014).

Taufik semakin emosi saat menyatakan keluarga korban menantikan kebenaran sekian lama. “Keluarga korban sudah melakukan aksi ‘Kamisan’ setiap hari Kamis dengan berdiam diri di depan Istana Negara sambil mengenakan pakaian hitam. Ibunda mencari-cari keberadaan anaknya. Coba mana tunjukan,” katanya.

Kivlan Zen yang merasa disindir dan disudutkan pun tidak terima. Kivlan langsung menunjuk-nunjuk Taufik untuk berhenti bicara.

“Kamu tidak usah bicara itu. Biar saya yang jelaskan nanti,” teriak Kivlin.
“Biar saya bicara, jelaskan dulu,” teriak Taufik tak mau kalah.

Lantaran Taufik tak juga menghentikan omongannya. Kivlan langsung meraih microphone yang dipegang Taufik hingga terjadi rebutan. Taufik menyudahi pembicaraannya tak lama setelah itu. Diskusi pun kembali dilanjutkan.


Kivlan Zen: Ada pihak lain yang ikut culik aktivis 98

Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) Kivlan Zen mengaku tahu persis bagaimana peristiwa penculikan aktivis 1998. Menurutnya peristiwa ini tidak tepat disebut penculikan.

Kivlan mengisahkan saat itu berdasarkan laporan intelijen, ada gerakan yang mau mengacaukan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR. Kesatuan Den 81 milik TNI, sebagai tim penanganan teror pun diberi perintah untuk menangkap sejumlah aktivis.

“Mereka mau melakukan aksi bom itu. Aktivis yang di Tanah Tinggi di Bekasi. Jadi, dengan demikian mereka itu ditangkap bukan diculik. Secara hukum itu merupakan kebijakan negara,” ujar Kivlan usai acara diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).


Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH, kini sebagai Ketua Umum Partai Hanura (wikipedia).

Kivlan menambahkan, usai ditangkap, ketiga belas aktivis yang saat ini disebut-sebut hilang telah dibebaskan.
“Kita sudah bebaskan tetapi kalau sudah di luar diculik ya kita enggak tahu,” katanya.

Jadi, lanjut Kivlan, Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad tidak terlibat dalam kasus-kasus yang disebut sebagai pelanggaran HAM atas penculikan.

Prabowo, saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengamankan Jakarta. “Wiranto yang memberi perintah,” katanya.

Sebelumnya Kivlan beberapa kali menyebut Prabowo hanya melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang lain dan kini mereka sudah kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung ke Gerindra .

Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan, dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR 1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya ‘operasi sampingan’ yang bergerak.

“Di mana-mana operasi militer itu dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini. “Operasi sampingan intelijen (oleh) lawan kepada Prabowo, saya tahu benar siapa lawan Prabowo,” imbuhnya.


Kivlan Zen sebut dalang kerusuhan 1998 sekarang jadi politikus

Mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD era Orde Baru Mayjen (purn) Kivlan Zen mengklaim mengantongi nama dalang kerusuhan 1998. Menurutnya, dalang dari kerusuhan itu masih eksis dan saat ini terjun di dunia politik!

“Siapa penggerak massa kerusuhan, saya sudah kantongi siapa otaknya. Dia sekarang jadi politikus,” ujar Kivlan usai diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).

Kivlan enggan menjelaskan siapa yang dia maksud. Dia mengelak saat disodorkan sejumlah nama. Apakah dia sekarang merupakan calon presiden?

“Saya tidak mau bicara sekarang. Kalau ada panel saya mau bicara undang Prabowo dan Wiranto kita diskusi bersama,” ujar Kivlan. Selain itu, dalam insiden Pamswarkasa, Kivlan menyebutkan dalang peristiwa tersebut ada tentara dan sipil.

“Saya lihat Ratna Sarumpaet bersama pensiunan jenderal memerintahkan orang-orang anarki. Mereka menyerang saya dan pasukan di Tugu Proklamasi pakai senjata tajam,” ucapnya.

Kivlan Zen sebut Prabowo masih sakit hati dipecat Wiranto

Mayjen Purn Kivlan Zen mengulang kembali cerita perseteruan para jenderal dalam kisruh 1998 lalu. Kivlan mengaku sakit hati dulu dipecat Wiranto sebagai Kepala Staf Kostrad.

“Saya diberhentikan Wiranto betapa sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,” kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5/2014).

prabowo wiranto
Prabowo dan Wiranto.

Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat atau Pangkostrad.

“Prabowo itu diberhentikan, sakit hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu. Kekecewaan Prabowo, lanjut Kivlan, masih berlangsung hingga saat ini.
Apalagi, tuduhan pelanggaran HAM karena dituding menculik sejumlah aktivis masih melekat hingga sekarang. “Prabowo masih merasakannya,” tuturnya.
Pencopotan Prabowo dilakukan karena adanya informasi pergerakan pasukan di bawah kendali Prabowo. Adalah Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto yang melaporkan hal tersebut. Tanpa berpikir panjang Presiden Habibie langsung mengambil keputusan.

Prabowo kemudian dicopot sebagai Pangkostrad dan dipindahkan sebagai Dansesko TNI di Bandung. Untuk pertama kali selama karirnya, Prabowo tak memegang pasukan. Tak lama kemudian, Prabowo diberhentikan dari TNI.

Namun hubungan Prabowo dan Wiranto sempat cair pada 2009 lalu. Saat itu keduanya tampil bersama di kediaman Megawati dan mengaku sudah berhubungan baik.

Kivlan Zen: Saya bukan orang Prabowo

Walau beberapa keterangannya selalu membela Prabowo, Kivlan Zen mengaku bukan bagian dari Tim Sukses Prabowo. Menurut karib Prabowo ini, sudah lama dirinya tak bertemu dan berbicara dengan mantan atasannya itu.

“Saya tidak pernah bertemu dan bicara selama 10 tahun. Saya tidak mewakili Gerindra atau Prabowo. Saya bicara apa adanya. Saya bukan orang Prabowo,” kata Kivlan Zen di Jakarta, Selasa (6/5/2014). Saat Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad tahun 1998, Mayjen Kivlan Zen menjadi Kepala Staf Kostrad. Hubungan keduanya cukup dekat sejak masih di Akademi Militer.

Kivlan mengaku kembali bicara soal ‘Peristiwa 98’ saat sejumlah pihak menuding Prabowo sebagai dalang kerusuhan. Kivlan ingin meluruskan saat itu Prabowo hanya menjalankan perintah.

Ada Panglima ABRI yang memberi perintah, sebagai anak buah Prabowo tak bisa menolak. Dia juga menyebut Prabowo sudah melepaskan semua aktivis yang ditangkap. Namun rupanya ada tim lain di luar tim Prabowo yang bergerak.

“Kalau dituduhkan karena kejadian 98, untuk kasus 9 orang sudah dilepaskan. Di dalam operasi intel mana pun, ada intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita. Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan. “Pertanyaan saya, kenapa Prabowo diungkit sekarang? Kenapa yang lain tidak diungkit?” tanya Kivlan.


Sosok Kivlan Zen di tengah Tragedi 1998

Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen kembali berkisah soal peristiwa 1998. Dia mengaku tahu nasib para aktivis yang kini masih hilang, termasuk penyair Widji Tukul.

Kivlan juga menyampaikan ada tim lain yang bergerak untuk menangkapi para aktivis yang saat itu dinilai membahayakan Orde Baru. Dia mempertanyakan kenapa hanya Prabowo Subianto yang disudutkan soal penculikan para aktivis.

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, SIP, MSi (wikipedia)

Kivlan menyebut saat itu Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad. Dia hanya menuruti perintah dari atasannya.

“Di dalam operasi intel mana pun, ada intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita. Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan, Selasa (6/5/2014).

Kivlan jelas paham peta kekuatan para jenderal yang berseteru saat kisruh politik 1998. Dia ikut terlibat di dalamnya, berdiri di belakang karibnya Prabowo Subianto .
Walau begitu Kivlan enggan disebut orang Prabowo. Dia mengaku kini hanya ingin mengungkap fakta soal peristiwa 98.

Tapi diakuinya, dia sakit hati pada Jenderal Wiranto yang dulu mencopotnya sebagai Kepala Staf Kostrad TNI AD. Banyak keterangan Kivlan yang menyalahkan Wiranto .

Berikut sepak terjang Kivlan di Tragedi 1998 berdasarkan buku karyanya “Konflik dan Integrasi TNI AD” terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004 dan kutipan beberapa wawancara dengan pensiunan jenderal bintang dua ini.


1. Gagal cegah Wiranto ke Malang

14 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal Wiranto dan semua pejabat ABRI berangkat ke Malang, Jawa Timur. Wiranto menjadi inspektur upacara serah terima tanggung jawab Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PRRC) dari Divisi 1 ke Divisi 2 Kostrad.
Saat itu kondisi di Jakarta sedang genting. Tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Trisakti tertembak. Tanggal 13 Mei kerusuhan mulai pecah. Ada pembakaran di sejumlah titik.

“Saat itu Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto menelepon Jenderal Wiranto sehari sebelumnya sampai beberapa kali, tetapi keputusan Panglima ABRI tetap berangkat ke Malang,” beber Kivlan.

Menurut Kivlan, Wiranto sebenarnya tak perlu hadir ke Malang. Dia lebih baik tetap di Jakarta untuk memadamkan kerusuhan. Apalagi sudah sejak bulan Maret acara serah terima pasukan ini dirancang Kivlan, cukup dengan inspektur upacara Kasum ABRI Letjen Fachrul Rozi.

“Pada 7 Mei 1998, rencana tersebut diubah oleh Jenderal Wiranto, dimana dia sebagai Panglima ABRI menjadi inspektur upacara menggantikan Kasum ABRI. Padahal pada tanggal tersebut keadaan sedang kacau. Pembakaran, perampokan dan penjarahan terjadi di seluruh pelosok Jakarta dan kota lain,” kata Kivlan.


2. Terbangkan pasukan Kostrad ke Jakarta

Tahun 1998, Mayjen Kivlan Zen menjabat Kepala Staf Kostrad. Dia menilai suasana sengaja dibuat kacau. Kivlan mempertanyakan kenapa Panglima ABRI jenderal Wiranto tak meminta pasukan dari Kostrad.

Kivlan membeberkan saat itu mengirim pasukan Kostrad dari Makassar dan Surabaya ke Jakarta. Karena tak disediakan Hercules oleh Panglima ABRI, mereka terpaksa mencarter pesawat komersial dengan biaya sendiri.

Pergerakan pasukan itu sempat dipertanyakan Mabes ABRI. Kasum ABRI Letjen Fahru Rozi menelpon Kivlan. Dia meminta Kivlan tak menggerakan pasukan Kostrad ke Jakarta.

Kivlan beralasan dia tidak menggerakan pasukan tetapi menyiapkannya untuk membantu Kodam Jaya. Saat itu Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin kekurangan pasukan dan meminta ke Kostrad.


3. Siapkan rancangan kabinet pada Habibie

Tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI. Letjen Prabowo Subianto dan Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr menghadap Habibie di kediaman presiden baru itu.

Dua jenderal itu membawa konsep susunan kabinet Habibie yang disiapkan oleh Kivlan Zen, Fadli Zon dan Din Syamsuddin.
Namun rencana itu berantakan. Habibie rupanya memilih percaya pada Wiranto dan memilihnya menjadi Menhankam/Pangab kembali. Hal ini membuat kubu Prabowo khawatir. Mereka tahu akan disingkirkan.

Kivlan juga yang meminta Jenderal Besar AH Nasution menandatangani surat untuk Habibie, meminta jabatan Panglima ABRI dan Menhankam dipisah. Kubu Prabowo ingin Wiranto cukup menjadi Menhankam, sementara Panglima diserahkan pada Jenderal Subagyo HS dan Prabowo menjadi Kasad.

Upaya ini pun tak berhasil. Saat Kivlan dan Muchdi menghadap Habibie, digagalkan penasihat presiden Letjen Purn Sintong Panjaitan. Tak lama kemudian Wiranto pun datang ke tempat Habibie.


4. Kubu Prabowo dicopoti

Usaha Kubu Prabowo untuk menjatuhkan Wiranto gagal. Pucuk pimpinan ABRI masih dipegang Wiranto yang kemudian mencopoti para jenderal kubu Prabowo.

22 Mei 1998 pukul 19.00 WIB, Letjen Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad dan digantikan Mayjen Johny Lumintang. 22 Jam kemudian jabatan Pangkostrad kembali diserahkan pada Mayjen Djamari Chaniago. Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen ikut dicopot. Begitu juga Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr.
“Saya diberhentikan Wiranto betapa sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,” kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5).

Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad).

“Prabowo itu diberhentikan sakit hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu.


5. Orang di balik Pam Swakarsa

Pasukan Pam Swakarsa dikerahkan menjelang Sidang Istimewa (SI) bulan November 1998. Mereka bersenjatakan bambu runcing dan berasal dari daerah di luar Jakarta. Jumlahnya mencapai 30.000 orang. Pam Swakarsa ini menghadapi para demonstran yang menolak sidang istimewa MPR. Mereka sering terlibat bentrok hingga memakan korban jiwa.

Kivlan Zen membeberkan soal pam Swakarsa ini. Menurutnya dia diperintah Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Dia dipanggil menghadap Wiranto tanggal 4 November 1998. Saat itu Kivlan sudah dicopot Wiranto.
“Kiv, kok orang anti SI semua. Saya denger kamu bisa mengalahkan massa untuk masuk di MPR. Nah sekarang kamu kerahkan lagi mendukung SI. Ini juga perintah dari Presiden Habibie,” kata Wiranto. Kivlan menjawab. “Dulu Bapak copot saya, saya sudah tidak punya jabatan sekarang, mengapa saya dipanggil?”

“Ah, itukan kehendak Pangkostrad Jamari Chaniago. Sudahlah kamu kerahkan massa lagi, nanti saya kasih jabatan kalau sudah selesai,” janji Wiranto.

Karena Pam Swakarsa terus terlibat bentrok berdarah, Kelompok Ciganjur yang terdiri dari Gus Dur, Megawati, Amien Rais dan Sultan HB X prihatin. Mereka mengimbau gerakan ini dibubarkan. Anggota Pam Swakarsa diminta pulang ke rumah masing-masing. SI MPR 198 berhasil digelar, salah satu isi penting mempercepat pelaksanaan Pemilu menjadi tahun 1999.


Prabowo pernah mangkir dari panggilan Komnas HAM soal penculikan

Komnas HAM belum memutuskan akan memanggil Prabowo Subianto dan Kivlan Zen terkait hilangnya 13 aktivis pada 1998. Namun, Komnas menyatakan Prabowo pernah mangkir saat hendak diperiksa pada 2006 silam.

Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengungkapkan, Prabowo dipanggil saat komisi dipimpin oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara. “Namun, Prabowo tidak datang,” kata Roichatul.

Hal ini disampaikan Roichatul saat menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa di kantor Komnas HAM, di Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Dalam kesempatan itu, para aktivis mendesak Komnas HAM segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen, menyusul pernyataan mantan Kakostrad itu bahwa dia mengetahui di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’. Dalam acara debat di televisi itu, Kivlan juga menyatakan siap diklarifikasi.


 Roichatul menilai Prabowo layak diperiksa karena diduga terlibat dalam penculikan aktivis pada 1998. Ini lantaran saat peristiwa itu terjadi, ketua dewan pembina Partai Gerindra itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Roichatul mengatakan, pihaknya pernah sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabowo. Namun, lanjutnya, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap Prabowo.

Tahun 2006, Komnas HAM juga sudah menggelar penyelidikan pro-yustisia sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara lain pemeriksaan terhadap Prabowo dan sejumlah orang lainnya yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis.

Sebelumnya, keluarga 13 aktivis 1998 yang masih hilang bersama aliansi Gerakan Melawan Lupa meminta Komnas HAM menindaklanjuti ucapan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) Kivlan Zen. Kinvlan Zen baru-baru ini menyatakan dirinya mengetahui keberadaan ketiga belas aktivis yang hingga kini masih slang.

“Saya selaku orangtua merasa terhenyak mendengar pernyataan Kivlan Zen. Artinya ada orang yang tahu keberadaan anak kami. Kemana Komnas HAM melakukan penyidikan? Komnas ham sesegera mungkin panggil Kivlan Zen,” ujar ayah Ucok Siahaan, salah satu dari 13 aktivis yang hilang di Komnas HAM.

Sementara itu, menurut Ketua Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan keterangan Kinvlan Zen sangat penting sebagai petunjuk awal. “Nah jangan nanti dipingpong ke Kejaksaan Agung,” katanya.


Fadli Zon Dikecam Sebut Penculikan Aktivis Zaman Prabowo “Pepesan Kosong”

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mendapat kecaman luas dari para pengguna twitter oleh karena kicauannya yang dinilai mengecilkan kasus penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998.

Sebenarnya ada sebanyak 23 aktivis diculik  kala itu, sebagian diantaranya masih hilang hingga saat ini. Kasus ini telah  menyebabkan Prabowo, Danjen Kopassus saat itu dan kini ketua umum Partai Gerindra, diberhentikan dari TNI karena dinilai ikut bertanggung jawab. Sejumlah perwira tinggi TNI juga masuk penjara oleh kasus ini.

https://i2.wp.com/upload.wikimedia.org/wikipedia/id/9/9f/Fadli_Zon.jpgFadli Zon. (wikipedia).
 
Dalam kicauannya, Fadli Zon dinilai meremehkan pengorbanan para aktivis yang hingga saat ini menyisakan kesedihan mendalam pada keluarga.

Fadli Zon dianggap tidak mempunyai empati terhadap sanak saudara korban, ketika ia mengatakan bahwa kasus penculikan itu sebagai pepesan kosong dan isu yang didaur ulang tiap kali Pemilu.

Fadli Zon yang naik daun belakangan ini oleh puisi-puisinya yang dikesankan menyindir Jokowi, mendapat kecaman ketika Fadjroel Rachman menantangnya untuk mencipta puisi perihal penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998 itu. Fadjroel yang adalah Direktur Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), lewat akun twitter @Fadjroel, menulis

 “Saya ingin membantu @fadlizon membuat PUISI PENCULIKAN, pasti akan menjadi masterpiece di jagat sastra dan politik,” Kamis (17/4/3014).

Kicauan Fadjroel dijawab oleh Fadli Zon lewat akun @Fadlizon. Menurut dia, isu penculikan itu merupakan “isu lama (yang sudah) didaur ulang 3 kali pemilu.” Dan menurut dia, isu itu “juga pepesan kosong.”

Lebih lanjut Fadli Zon melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa orang-orang yang dulu ditangkap (diculik) sekarang sudah menjadi anggota Partai Gerindra. “Contoh, Desmon, Pius, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto dll,” tulis Fadli yang jawabannya ditembuskan juga kepada akun twitter Prabowo.

Pernyataan inilah yang kemudian menuai kecaman. Salah satunya, dari Ruddy Prasojo dengan akun ‏@ruddpras yang mengecam Fadli Zon karena menganggap tidak bisa berempati dan merasakan bagaimana kesedihan anak atau istri yang ayah/suaminya diculik seperti yang dialami oleh Wiji Tukul.

Akhmad Sahal dengan akun ‏@sahaL_AS mengeritik Fadli Zon yang menyatakan isu ini isu daur ulang.

“Isu penculikan harus didaur ulang karena si penculik nyapres!.” tulis Sahal.

Sapto Suryo Atmodjo dengan akun @erzamodjo lebih keras lagi mengecam dengan mengatakan bahwa apa yang dikicaukan Fadli Zon merupakan pengakuan adanya penculikan.

“Tinggal satu step lagi pak @fadjroeL, kejar penculiknya.. suruh gentle tunjukkan dimana mereka kuburkan korban-korban yang mati, kasihan keluarganya,” tulis Sapto Suryo Atmodjo.

 

23 Orang Hilang, Satu Meninggal, 9 Dilepas dan 13 Hilang Hingga Kini

Peristiwa penculikan yang kini mulai banyak lagi dibicarakan itu merupakan salah satu catatan hitam dalam perjalanan sejarah TNI. Ketika itu terjadi penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi. Peristiwa itu terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang (Kontras), selama periode 1997/1998 tercatat ada 23 orang yang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari jumlah itu satu orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), sembilan orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief. Sedangkan 13 aktivis yang masih hilang (terlampir pada tabel diatas) .


https://indocropcircles.files.wordpress.com/2013/10/tragedi-14-mei-1998-02.jpg
Pengerahan alat berat seperti panser milik PHH berikut pasukan di jalan-jalan utama di Jakarta saat Tragedi Trisakti 1998 (DR/Rully Kesuma)

Dalam kasus ini, terungkap pula keberadaan Tim Mawar sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999 dan memvonis mereka bersalah. Sebagian dipenjara dan dipecat dari kesatuan TNI. Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu.

Dewan Kehormatan Perwira ketika itu memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI yang isinya menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Hal yang sama diberlakukan kepada Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan.


prabowo-nunjuk
Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.

Wikipedia mencatat, hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu menunjukkan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya.
Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer.

Sementara temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyatakan jika dalam persidangan anggota Kopassus terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.


Tim Mawar

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.

Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.

gedung mpr dpr tragedi 1998 header

“Tragedi Trisakti 1998″ yang menewaskan beberapa mahasiswa adalah batas puncak kesabaran rakyat. Setelah mengetahui adanya korban dari kalangan mahasiswa, maka rakyat mulai bergerak ke jalan dan mulai membakar mobil-mobil dan toko-toko, lalu terjadilah “Kerusuhan 1998″. Kemudian mahasiswa mulai menguasai Gedung MPR / DPR Senayan Jakarta dan meminta presiden Suharto untuk mengundurkan diri.

Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.

Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.

Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.

Keadaan tahun 2007

Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
  1. Bambang Kristiono: dipecat
  2. Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.
  3. Nugroho Sulistyo Budi:
  4. Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
  5. Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
  6. Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
  7. Sauka Nur Chalid:
  8. Sunaryo:
  9. Sigit Sugianto:
  10. Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa. Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.

Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman penjaranyapun dikurangi.


Kesimpulan Komnas HAM

Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.


tragedi Trisakti, 12 Mei 1998
Suasana Tragedi Trisakti 1998, Tampak korban tergeletak tak bergerak saat terjadi penyerangan tentara ke Univ. Trisakti yang akhirnya diketahui bernama Rizky Rahmawati Pasaribu.

Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.

Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.


Kontras: Pernyataan Kivlan Zen tentang Penculikan Aktivis Harus Didalami

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar menyatakan,

“Seorang pemimpin adalah yang mampu memproyeksikan masa depan yang ditawarkan. Juga mesti jujur dengan masa lalunya, untuk itu jejak rekam sangat penting untuk tidak dilupakan, jangan ada upaya membelokkannya.”

Hal itu dikatakan, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar, menanggapi pernyataan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen Purnawirawan Kivlan Zen, dalam sebuah talk show di sebuah televisi yang menyatakan ada ‘pasukan lain’ di luar tim Mawar yang melakukan penculikan aktivis masa itu, di Jakarta, Kamis (1/5/2014).

Haris menilai, pernyataan atau semacam pengakuan dari Kivlan itu, harus didalami. Jangan sampai, katanya menjadi sebuah upaya untuk membelokan fakta. Karena Kivlan sendiri adalah mantan orang dekatnya salah seorang capres, Prabowo Subianto, saat masih aktif di tentara.

“Munculnya Kivlan dalam situasi akhir-akhir ini adalah bagian dari upaya memperkuat argumentasi untuk mendukung Prabowo menjadi Presiden,” kata Haris.

 

Monumen Tragedi 12 Mei 2014.

Haris menambahkan, satu hal yang harus disadari bahwa yang patut dimintai pertanggung jawaban adalah petinggi-petinggi tentara di masa lalu atas dugaan pelanggaran-pelanggaran HAM  yang berat saat itu. Jadi sebetulanya Kivlan juga harus dimintai keterangan.

“Tapi kalau lihat debat di TV One lalu, buat saya ini cuma upaya mempertahankan posisi Prabowo untuk capres,” kata Haris.

Menurut Haris terlihat tidak ada niat, rencana atau visi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat kalau pihak Prabowo jadi Presiden. Apalagi kalau tidak terpilih.

Padahal dalam memilih presiden harus dilihat masa lalu dan kemampuannya untuk masa depan. Dalam kontek ini, Haris menilai  Prabowo tidak menunjukan prestasi gemilang untuk bangsa ini dan memiliki rekam jejak yang belum tuntas, yaitu soal penculikan.

“Kemampuan buat masa depannya (Prabowo) pun tidak jelas. Namun demikian dia membangun kekuatan politiknya untuk terus ngotot menjadi Presiden. Salah satu caranya ada menyangkal, melalui orang-orangnya atas peristiwa tersebut. Ya, salah satunya adalah Kivlan Zen,” kata Haris.

Sementara itu Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menambahkan HAM adalah nilai universal dalam dunia modern saat ini. Penghargaan terhadap HAM berarti adalah perlindungan terhadap hak individual warga negara.

Di negara yang transisi demokrasi belum tuntas, oligarki politik di tingkat elit dan politik uang kuat seperti Indonesia isu HAM dipinggirkan. Padahal sangat penting jejak rekam seorang pemimpin tentang seperti apa penghargaan dia kepada HAM.

doa-di-kuburan-tragedi-berdarah-1998
Ibu Sanu (sekitar 60 tahun), ibu dari seorang anak yang hilang dalam kerusuhan 13-15 Mei 1998, berdoa di depan sebuah makam pekuburan massal korban kerusuhan Mei 1998 di Pondok Rangon, Jakarta

Dan, harus diakui pula, bahwa Prabowo Subianto, sebagai seorang capres Pemilu 2009 dan gagal menjadi presiden, lalu di Pemilu 2014 ini, masih tetap mempunyai ganjalan dari masa lalu. Masalah ini yang belum tuntas dijelaskan Prabowo secara janyan, intelek dan sains dengan fakta-fakta yang ada.

“Kampanye pelanggaran HAM masa lalu yg dilakukan Prabowo harus diakui masih menjadi konsumsi kalangan terbatas, tapi masyarakat luas tidak terlalu mempersoalkan,” kata Bonar.

Lalu pertanyaannya adalah: Apakah kedepannya setelah hasil Pemilu 2014, baik itu presidennya Prabowo atau bukan, Kivlan Zen sudi untuk membuka dan menguak misteri dan kontroversi kebenaran sejarah bangsa ini?

Jika jawabannya iya, kita harus berterimakasih, namun jika jawabannya tidak, berarti semua kerabatnya yang selama belasan tahun tetap bungkam dan mendustakan omongannya, adalah salah satu sifat zionis illuminati.

Kerena kata ‘zionis’ begitu juga kata ‘illuminati’ kini mempunyai arti yang tambah meluas yang keduanya “di daulat” oleh masyarakat dunia menjadi “kata sifat”, bukan lagi sebatas ideologi suatu wilayah atau golongan, melihat cara kerjanya yang SAMA untuk mengubur kebenaran dan menulis ulang sejarah palsu bahkan memutar-balikkan sejarah. Nah, mari kita tunggu saja jawaban kedepannya.

(sumber: tribunnews / kompas / jaringnews / merdeka 1 2 3 4 5 6 7 8 9 / wikipedia / edited:IndoCropCircles)

Daftar Pustaka: