HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Kamis, 31 Mei 2018

Jokowi Temui Peserta Aksi Kamisan, Keluarga Korban Malah Kecewa

Kamis, 31 Mei 2018 21:55 WIB | Ria Apriyani, May Rahmadi

"Anak ibu dihilangkan secara paksa, dibakar hidup-hidup. Perasaannya bagaimana? Seorang ibu yang mengandung, melahirkan, jenazahnya tidak diketemukan, perasaannya bagaimana?"

Presiden Joko Widodo menerima peserta aksi Kamisan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (31/5). (Foto: Antara)

Jakarta-Juru bicara presiden, Johan Budi, mengatakan Presiden Jokowi sudah lama ingin bertemu dengan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Dia mengklaim presiden sudah dua kali berupaya mengundang. Akan tetapi, undangan itu tidak pernah sampai pada keluarga korban.
"Presiden sampaikan sudah dua kali upaya itu diusahakan. Tetapi tidak tahu miss-nya dimana, tidak tahu. Ketika mendengar dari Pak Usman, presiden merespon, ya sudah besok saja. Kemudian diaturlah pertemuan," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis(31/5).
Dia mengatakan Jokowi ingin mendengarkan langsung apa yang dialami oleh para korban, termasuk harapan mereka. Dalam pertemuan itu, kata dia, belum ada keputusan apapun yang dibuat.

Dalam waktu dekat, Jokowi berjanji akan memanggil Jaksa Agung dan Menkopolhukam untuk membicarakan masalah ini. Selain itu, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko diminta menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan keluarga korban.
"Bukan diserahkan kepada KSP. Hanya mengenai progress. Perkembangan ini, bagaimana menangani ini, ibu-ibu ini bisa tanya ke Pak Moeldoko. Yang menangani tetap Jaksa Agung dan Menkopolhukam, berkoordinasi dengan Komnas HAM." 

Sementara itu Direktur Amnesty International Usman Hamid  mengatakan, pertemuan tersebut terjadi karena ada dialog mengenai hukum dan hak asasi manusia pada Rabu (30/5).

Dialog tersebut melibatkan para ahli hukum, rektor, dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikan perhatian di bidang hukum. Dalam pertemuan tertutup itu, Usman mengritik pemerintahan Joko Widodo karena tidak serius mengungkap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Tidak ada satu kasus pelanggaran HAMberat masa lalu pun yang diselesaikan. Bahkan saya sebutkan dari tragedi Trisakti Semanggi satu dan Semanggi dua, tragedi Mei 1998, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, penculikan aktivis 1997-1998, dan juga tragedi pembunuhan massal tahun 1965-1966," kata Usman dalam orasi di aksi Kamisan, seberang Istana, Jakarta, Kamis (31/5).
Lalu, Usman melanjutkan, Jokowi mengakui tidak ada satu kasus pun yang diselesaikan. Tidak ada satu kasus pun yang mengalami kemajuan, dibawa ke pengadilan.

Usman kemudian meminta Jokowi memberikan aksi konkrit. Untuk awal, dia meminta Jokowi bertemu dengan para peserta aksi kamisan. Jokowi, kata Usman mengaku sempat mendapat informasi bahwa para peserta kamisan tidak mau bertemu.
"Presiden menyampaikan, untuk aksi kamisan  saya pernah menawarkan untuk bertemu. Tapi saya dengar mereka tidak mau. Saya bantah, saya bilang tidak pernah ada usul itu. Presiden lalu menegaskan ada staf yang mengatakan itu. Saya tidak mau berdebat dan meminta presiden mengagendakan sehingga terjadi," kata Usman. 
Dalam pertemuan dengan para peserta aksi kamisan, Jokowi mendapatkan sejumlah berkas. Perwakilan mereka, Sumarsih, menyebut berkas tersebut salah satunya mengenai tuntutan agar Jokowi mengakui pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Yang kedua adalah surat masukan untuk mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," kata dia. "Kemudian kami juga menyerahkan mengenai resume perkembangan semua kasus-kasus pelanggaran ham berat."
Hari ini, setelah lebih dari 500 kali menggelar aksi Kamisan di depan Istana Negara, perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu akhirnya ditemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka hari ini, Kamis (31/5). Sekitar dua puluh orang keluarga korban Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Talangsari, Wamena, dan Tanjung Priok, berbincang dengan Jokowi selama hampir satu jam.
Usai bertemu Jokowi, Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan(Wawan) korban tragedi Semanggi I mengatakan tidak ada keputusan apapun yang dicapai dalam pertemuan tersebut.
"Yang disampaikan Pak Johan, Bapak Presiden memerlukan waktu untuk mempelajari. Kemudian Bapak Presiden minta supaya kami mengejar-ngejar Bapak Moeldoko seandainya permohonan kami agar Bapak Presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat kasus-kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM," kata Sumarsih di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (31/5).
Sumarsih mengatakan pertemuan tadi tidak menghasilkan kejelasan apapun terkait kelanjutan proses hukum seperti yang diminta keluarga korban. Pada pertemuan tadi, Sumarsih juga menyerahkan berkas terkait kasus-kasus yang masih jadi utang pemerintah. 

Keluarga korban menuntut pemerintah secara terbuka menyatakan Tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, kerusuhan 13-15 Mei 1998, Talangsari Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 65 sebagai pelanggaran HAM berat. Mereka meminta kasus-kasus tersebut segera disidik dan dibawa ke pengadilan.

Dalam pertemuan itu, ujarnya, Jokowi meminta waktu untuk mempelajari berkas yang diserahkan Sumarsih. Jokowi juga mengatakan akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
"Kami meminta Bapak Presiden hadir di aksi Kamisan untuk memberikan harapan dan semangat bahwa apa yang kami mohon dan minta dan apa yang tertulis di visi misi Jokowi-JK benar-benar terwujud."

Keluarga Kecewa

Maria Sanu, ibu dari Stevanus Sanu yang hilang dalam rentetan kerusuhan 20 tahun lalu, mengaku kecewa dengan pertemuan hari ini. Dari apa yang disampaikan Jokowi kepada keluarga korban, kata dia, tidak ada satupun yang baru.
"Ya itu-itu aja memang. (Saya) kecewa. Apalagi anak ibu dihilangkan secara paksa, dibakar hidup-hidup. Perasaannya bagaimana? Seorang ibu yang mengandung, melahirkan, jenazahnya tidak diketemukan, perasaannya bagaimana?" Ujar Maria sembari menahan tangis.
Sudah 20 tahun Maria menunggu putranya pulang. Informasi terakhir yang dia tahu, hari itu ketika Yogya Plaza terbakar, Stevanus pergi ke situ. Hari ini, menemui Jokowi, Maria datang mengenakan pakaian serba hitam. Kedua tangannya membawa foto Stevanus Sanu, putranya yang hilang 20 tahun lalu.

Menkopolhukam
Juru bicara presiden, Johan Budi mengatakan pertemuan Presiden Joko Widodo dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu hari ini memang tidak melibatkan Menkopolhukam Wiranto maupun Jaksa Agung M. Prasetyo. Pasalnya, menurut dia, presiden baru ingin mendapat penjelasan dari keluarga korban terkait tuntutan dan keinginan mereka.
"Sudah saya bilang bahwa sekarang pertemuan ini lebih banyak presiden lebih ingin mendengarkan. Kan presiden belum tahu detilnya. Tentu dengan pertemuan cukup singkat tadi, enggak bisa dijelaskan detilnya," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis(31/5).
Baik Wiranto maupun Prasetyo, keduanya adalah orang yang diserahi tanggungjawab untuk menuntaskan utang-utang kasus pelanggaran HAM masa lalu. Wiranto yang kini menjabat sebagai Menkopolhukam bahwa dipercaya untuk mengordinir seluruh upaya yang dilakukan.

Namun ketika bertemu keluarga korban di Istana Merdeka hari ini, keduanya justru absen. Menkopolhukam Wiranto sempat terlihat di Kompleks Istana Kepresidenan ketika menghadiri pelantikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang baru. Usai pelantikan, Wiranto terburu-buru menuju mobil dinasnya dengan alasan ada tugas di tempat lain.

Johan Budi menambahkan presiden akan memanggil Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk membahas tindaklanjut pertemuan hari ini. Sejauh ini, kata dia, presiden belum bisa mengambil keputusan apapun terkait kelanjutan sederet kasus pelanggaran HAM masa lalu yang masih menggantung.
 

Para penyintas dan keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu jelang pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018). (Foto: KBR/ Ria Apriyani)
Editor: Rony Sitanggang
Sumber: KBR.ID 

Respons Aksi Kamisan, Jokowi Perintahkan Jaksa Agung Temui Komnas HAM


31 Mei 2018 20:45

Aksi Kamisan Masuk ke Istana Merdeka (Foto: Yudhistira Amsal/kumparan)

Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan sejumlah aktivis yang biasa menggelar aksi Kamisan di depan Istana Negara. Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta agar Jaksa Agung HM Prasetyo menemui Komnas HAM untuk membahas penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Memerintahkan kepada Jaksa Agung koordinasi dengan komnas HAM," kata Juru bicara Kepresidenan Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (31/5).
Namun, saat perintah diucapkan Jokowi, Prasetyo tidak ada. Menko Polhukam Wiranto juga tidak ikut hadir dalam pertemuan dengan para aktivis tersebut.

Menurut Johan, Jokowi masih ingin mendengar terlebih dahulu aspirasi dari peserta Kamisan. Selanjutnya aspirasi itu akan disampaikan ke Jaksa Agung, Menko Polhukam, dan Komnas HAM.
"Yang menangani ini adalah Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM," sebutnya.
Peserta aksi kamisan ke-540 diterima Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)

Dalam pertemuan itu hadir pula perwakilan korban Tragedi Talangsari (1989), Tragedi Trisakti (1998), Tragedi Semanggi I, Tragedi Semanggi I , Tragedi Wamena (2003), dan Tragedi Tanjung Priok (1984).

Sedangkan seorang ibu dari korban tewas Tragedi Trisakti, Maria Sumarsih menyebutkan, Jokowi masih ingin mendengarkan keluhan dari para korban pelanggaran HAM. Belum ada janji-janji yang dilontarkan Jokowi kepada mereka, termasuk soal waktu pasti untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan ke Bapak Presiden agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan Komnas HAM, khususnya pelanggaran HAM masa lalu yang tertulis di dalam visi, misi program aksi Jokowi-JK bisa segera diwujudkan," sebut Sumarsih.

Jokowi bertemu demonstran Kamisan: Jaksa Agung akan koordinasi dengan Komnas HAM

Pada unjuk rasa Kamisan ke 540, sesudah lebih dari 10 tahun, para orang tua dan keluarga korban pelanggaran HAM serta para pegiat peserta aksi rutin depan Istana, akhirnya ditemui oleh Presiden Joko Widodo, pada Kamis (31/5).
Pertemuan perdana tersebut berlangsung selama sekitar satu jam, yang berakhir sekitar pukul 16.00 WIB, lapor wartawan BBC Jerome Wirawan dan Oki Budhi.
Salah seorang di antara mereka Maria Katarina Sumarsih, ibunda Bernardus Realino Norma Irawan atau Wawan--mahasiswa Universitas Atmajaya yang tewas ditembak pada November 1998.
"Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan agar penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu benar-benar bisa segera diwujudkan," ujarnya.
"Permohonan kami agar bapak presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM yaitu insiden Semanggi 1, Semanggi 2, Trisakti, penghilangan paksa, kerusuhan 12-15 Mei 1998, Talangsari Lampung, dan tragedi 1965. Ini menjadi kewajiban jaksa agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan," lanjut Sumarsih.
Dalam kesempatan yang sama, juru bicara kepresidenan, Johan Budi, mengatakan "Presiden memerintahkan pada jaksa agung untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM."
Sejumlah keluarga korban tragedi 1998 dan peristiwa pelanggaran HAM lainnya tiba di Istana Merdeka guna memenuhi undangan Presiden Joko Widodo, pada Kamis (31/05).
Para keluarga yang datang adalah mereka yang setiap hari Kamis menggelar aksi damai di depan Istana, atau lazim disebut 'Kamisan'
Kamisan ke 540Hak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionPada Kamisan ke 540, mereka akhirnya bertemu Presiden Republik Indonesia.
Kepada BBC Indonesia, Sumarsih menekankan bahwa ini kesekian kalinya dia memasuki Istana Merdeka, tapi pertama berjumpa dengan presiden.
Ditanya apakah dia menduga pertemuan ini hanya ajang jumpa dan bincang belaka, Sumarsih menyergah:
"Ya, tidak dong! Kami menuntut presiden menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk penembakan di Universitas Trisakti 98."
Aksi Kamisan berlangsung setiap pekan, di depan Istana Negara setiap pukul 16.00-17.00, sejak pertama kali dilakukan pada Kamis 18 Januari 2007.
Sumber: BBC Indonesia

Temui Keluarga Korban Pelanggaran HAM di Istana, Ini Janji Jokowi


Hanz Jimenez Salim - 31 Mei 2018, 19:17 WIB

Peserta aksi kamisan berada di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (31/5). Pertemuan dihadiri 19 anggota keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II, Trisakti, Talangsari, Munir, Tanjung Priok, Tragedi 1965-1968. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima kedatangan para keluarga korban pelanggaran HAM di Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (31/5/2018).

Pada pertemuan itu, Jokowi tidak didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto dan Jaksa Agung M Prasetyo. Kedua pejabat tersebut merupakan pihak yang mengurusi pengusutan kasus pelanggaran HAM.

Juru Bicara Presiden, Johan Budi mengatakan, ketidakhadiran Wiranto dan Prasetyo tidak menghalangi Jokowi dalam menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM. Menurut Johan, dalam pertemuan tadi Jokowi ingin mendengarkan permintaan dari keluarga korban.
"Pertemuan ini lebih banyak Presiden ingin mendengar dulu. Dengan pertemuan singkat, tidak bisa dijelaskan secara detail," kata Johan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Menurut Johan, pertemuan Jokowi dengan keluarga korban pelanggaran HAM sebenarnya sudah digagas sejak lama. Namun, baru hari ini terlaksana.

Jokowi Akan Panggil Jaksa Agung

Aktivis JSKK menggelar aksi diam Kamisan ke-540 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (31/5). Para aktivis menuntut agar Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus perkosaan, pembunuhan, dan kerusuhan peristiwa 1998. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Meski tidak didampingi Wiranto dan Jaksa Agung, Johan memastikan bahwa Jokowi berjanji akan segera menindaklanjuti hasil pertemuan dengan keluarga korban pelanggaran HAM.
"Bapak Presiden berjanji akan segera memanggil Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk membicarakan perwakilan korban beberapa kasus HAM masa lalu," ucap Johan.

Foto: Presiden Jokowi Temui Peserta Aksi Kamisan di Istana Merdeka


31 Mei 2018, 19:15 WIB

Pertemuan yang berlangsung tertutup tersebut di hadir 19 anggota keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II, Trisakti, Talangsari, Munir, Tanjung Priok, Tragedi 1965-1968, dan Tragedi Penghilangan Paksa 1997-1998

Editor: Johan Fatzry
Photographer: Angga Yuniar














Bertemu Jokowi, Peserta Aksi Kamisan Minta Tuntaskan Kasus HAM

Saiful Munir | Kamis, 31 Mei 2018 - 16:00 WIB


Aksi mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Foto/SINDOnews/Ilustrasi

JAKARTA - Puluhan peserta Aksi Kamisan menyambangi Istana Kepresidenan, Jakarta. Mereka hendak bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Para peserta aksi "Kamisan" tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018) pukul 14.20 WIB. Mereka membawa beberapa foto korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Maria Catarina Sunarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I terlihat dalam rombongan. Dia meminta Presiden Joko Widodo mengusut tuntas kasus HAM masa lalu.

"Mengusut pelanggaran HAM masa lalu dan menugaskan Jaksa Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM," kata Sumarsih.
Sumarsih juga berharap Presiden Jokowi hadir dalam aksi Kamisan ke-540 yang digelar pada hari ini. 

"Mestinya enggak usah diajak, beliau langsung hadir bersama kami keluarga korban di depan Istana Presiden," kata Sumarsih.
Sekadar informasi, Kamisan adalah aksi damai yang dilakukan oleh para korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM. Aksi tersebut digelar setiap hari Kamis di depan Istana Kepresidenan.(dam)

Sumber: SindoNews 

Pertemuan Jokowi dan Peserta Aksi Kamisan Digelar Tertutup

IHSANUDDIN Kompas.com - 31/05/2018, 15:30 WIB

Presiden Jokowi bertemu peserta aksi kamisan di Istana Negara, Kamis (31/5/2018).(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

JAKARTA - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan peserta aksi Kamisan digelar secara tertutup. Pantauan Kompas.com, para peserta aksi kamisan tiba di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018) siang sekitar pukul 14.20 WIB. 

Tak lama kemudian, mereka langsung dipersilakan menuju Istana Merdeka untuk bertemu dengan Jokowi. Jokowi didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Koordinator Staf Khusus Teten Masduki, serta Staf Khusus Johan bidang Komunikasi Johan Budi dan Adita Irawati.

Peserta Aksi Kamisan bertemu Jokowi di Istana, Kamis (31/5/2018).(KOMPAS.com/Ihsanuddin) 


Kendati demikian, Maria Catarina Sumarsih, ibu dari korban tragedi Semanggi I, sempat memberikan keterangan singkat kepada wartawan sebelum pertemuan. 

Sumarsih mengatakan, pertemuan ini tak akan disia-siakan oleh para keluarga korban untuk menyampaikan tuntutan langsung ke Jokowi. 

"Kita tuntut Pak Jokowi menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu," kata dia.
Sumarsih memastikan, aksi Kamisan akan terus dilakukan sampai seluruh kasus pelanggaran HAM dituntaskan. Pertemuan dengan Presiden Jokowi bukan berarti membuat keluarga korban akan berhenti menggelar aksi di seberang Istana setiap hari Kamis. 
"Kita sudah 540 kali aksi Kamisan, masa kita cuma mau ngobrol sama Presiden," ujarnya. 
Selain Sumarsih, ada 20 orang peserta kamisan lainnya yang bertemu Jokowi. Mereka adalah keluarga korban pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi, Talangsari, Tanjung Priok dan lain-lain.  

Mereka biasa menggelar aksi setiap hari Kamis di seberang Istana Kepresidenan sejak 2007. Pada aksi yang ke-450 ini, untuk pertama kalinya para peserta Kamisan diterima Presiden di Istana. 

Pertemuan Presiden dan peserta aksi Kamisan berlangsung tertutup.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Krisiandi

Sumber: Kompas.Com 

20 Peserta Aksi Kamisan Temui Jokowi di Istana


31 Mei 2018 15:13

Peserta aksi kamisan ke-540 diterima Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)

Presiden Joko Widodo menerima puluhan peserta aksi Kamisan yang menuntut pengusutan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Ada sekitar 20 orang yang diterima Jokowi di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Pantauan kumparan di lokasi, Kamis (31/5), para peserta aksi Kamisan itu datang sekitar pukul 14.20 WIB. Salah satu peserta adalah ibu dari korban tragedi Semanggi I, yaitu Maria Catarina Sumarsih.

Peserta aksi kamisan ke-540 diterima Jokowi (Foto: Yudhistira Amsal/kumparan)

Sumarsih adalah ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dalam tragedi Semanggi I. Menurut Sumarsih, kedatangannya kemari untuk menuntut Jokowi usut tuntas kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.
"Mengusut pelanggaran HAM masa lalu dan menugaskan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM," kata Sumarsih.
Peserta aksi kamisan ke-540 diterima Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)

Saat ditanya apakah akan mengajak Jokowi ikut aksi kamisan, Sumarsih menjawab singkat.
"Ya mestinya enggak usah diajak, beliau langsung hadir bersama kami keluarga korban di depan Istana Presiden dalam aksi payung hitam kamisan ke-540 hari ini," ujarnya.
Kedatangan peserta aksi ke istana ini diterima oleh Koordinator Staf Khusus Teten Masduki. Mereka kemudian dipersilakan masuk dan bertemu dengan Jokowi yang didampingi Staf Khusus Presiden Moeldoko, Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Antarkementerian dan Lembaga Adita Irawati, juru bicara presiden Johan Budi, dan Staf Khusus Presiden bidang Keagamaan Internasional Siti Ruhaini Dzuhayatin

Jokowi pun menyatakan rasa senangnya dapat bertemu dengan para peserta aksi.
"Bapak Ibu sekalian yang saya hormati, hari ini saya senang bisa ketemu dengan bapak ibu sekalian, yang saya lihat setiap minggu melakukan acara Kamisan di depan Istana," kata Jokowi membuka pertemuan.
Hingga saat ini, pertemuan antara Jokowi dan peserta aksi Kamisan masih berlangsung secara tertutup.

Bergegas Tinggalkan Istana, Menko Wiranto Tak Temui Keluarga Korban Pelanggaran HAM

Kamis, 31 Mei 2018 14:44 WIB | Ria Apriyani

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. (Foto: ANTARA)

Ditemui usai pelantikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Istana Merdeka, Kamis (31/5/2018), Wiranto irit bicara.

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tidak menghadiri pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu. Ditemui usai pelantikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Istana Merdeka, Kamis (31/5/2018), Wiranto irit bicara.
Dia melangkah tergesa menuju mobil dinasnya.
"Tanya Mensetneg. Saya ada tugas di tempat lain. Tanya beliau," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis(31/5).
Nama Wiranto kerap disebut-sebut sebagai aktor dalam kerusuhan Mei 98. Saat kerusuhan meletus, Wiranto menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap Panglima ABRI.
Pasca Soeharto lengser, Wiranto berhadapan dengan kasus dugaan penculikan, kerusuhan, dan penembakan aktivis mahasiswa. Dia diduga terlibat secara langsung maupun tidak dalam Tragedi Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti.
Kamis (31/5/2018) siang ini, Presiden Joko Widodo dijadwalkan bertemu keluarga korban dan penyintas kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Rencana ini tercetus saat Jokowi menemui sejumlah ahli hukum dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Istana Merdeka hari ini, Rabu (30/5/2018).
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid mengatakan pada pertemuan tersebut ia mengulas kembali sederet kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang hingga kini masih mandek. Mendengar itu, Jokowi meminta Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki dan ajudannya untuk mengagendakan pertemuan dengan keluarga korban.
"Presiden merasa selama ini sudah berusaha menerima (keluarga korban). Tapi keluarga menurut presiden tidak pernah mau datang. Saya katakan, kalau memang benar presiden bisa bertemu dan serius ingin bertemu para korban aksi Kamisan, ya kita agendakan saja," kata Usman usai bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (30/5/2018).
"Langsung Presiden menyampaikan kalau begitu besok (Kamis) bagaimana? Besok kebetulan Kamisan," tambahnya.
Rencana kedatangan Jokowi ke Aksi Kamisan ke-540 itu justru menimbulkan pertanyaan bagi para penyintas dan aktivis HAM. Sebab tercatat telah 11 tahun aksi di depan Istana Negara ditambah ratusan surat kepada Presiden--termasuk pada era Jokowi. Namun kesemua itu tak berbalas atau berbuah respon.
"Kami khawatir kedatangan Presiden Jokowi atau pertemuan hari ini hanyalah sesuatu yang bersifat simbolis atau 'gimmick' di tengah tahun politik," ungkap pernyataan tertulis yang diterima KBR.
Para penyintas dan keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu jelang pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018). (Foto: KBR/ Ria Apriyani)
Keraguan itu disampaikan oleh gabungan LSM HAM dan keluarga korban antara lain Kontras YLBHI, LBH Jakarta dan Suciwati Munir. Para aktivis dan penyintas mengingatkan, jika pertemuan tak dilandasi tekad dan komitmen maka justru hal tersebut menghina rasa keadilan dan kemanusiaan. Bukan tak mungkin, malah memupus harapan para penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Sejak awal tujuan utama Aksi Kamisan bukan semata-mata untuk dikunjungi atau bertemu Presiden, melainkan untuk mendesak pertanggungjawaban negara atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia," tulis gabungan pernyataan dari Kontras, YLBHI, LBH Jakarta dan Suciwati Munir yang diterima KBR.
Catatan sejumlah lembaga pemantau Hukum dan HAM tersebut menilai, kinerja Presiden Jokowi dan bawahannya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tergolong lamban. Padahal, lanjut keterangan tertulis itu, penuntasan kasus pelanggaran HAM masuk dalam agenda Nawa Cita Jokowi-JK.
"Kebijakan Presiden Jokowi juga membawa mundur upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat dengan mengangkat Wiranto sebagai Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), dan menyerahkan koordinasi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di bawah Menkopolhukam."
Karena itu, koalisi LSM tersebut mendesak Presiden Jokowi membersihkan kabinet dari figur yang terindikasi terlibat pelanggaran HAM. Untuk mengukur kesungguhan penuntasan kasus pelanggaran HAM, Presiden juga diminta segera membentuk Komite Kepresidenan.
"Alih-alih hanya datang menemui massa Aksi Kamisan yang cenderung kuat nuansa pencitraannya, Presiden Jokowi lebih memprioritaskan agenda pembentukan Komite Kepresidenan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan melakukan tindakan konkret daripada sekadar tindakan populis."
Editor: Nurika Manan | Sumber: KBR.Id 

Jokowi Akan Temui Peserta Kamisan, Suciwati: Jangan di Istana

Reporter:  Editor: 

Rina Widiastuti

Kamis, 31 Mei 2018 10:53 WIB

Aktifis HAM Jaringan Solidaritas Korban Untuk Keadilan (JSKK) Sumarsih (tengah) dan Suciwati (kanan) menerima penghargaan dari Ketua Umum MURI Jaya Suprana (kiri) dalam aksi Kamisan ke-477 di depan Istana Merdeka, Jakarta, 19 Januari 2017. Penghargaan rekor dunia tersebut diberikan kepada pelaku aksi diam kamisan yang terus berjuang menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tanpa putus selama sepuluh tahun. ANTARA FOTO

Jakarta - Suciwati Munir, istri aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, menolak bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada acara Kamisan hari ini jika pertemuan itu dilakukan di Istana Negara. Padahal hari ini Jokowi berencana melakukan pertemuan dengan keluarga korban pelanggaran HAM yang biasa menggelar aksi Kamisan.
“Kalau mau, Jokowi yang datangi peserta aksi Kamisan. Aksi 212 kemarin saja dia datangi, kok,” kata Suciwati saat dihubungi Tempo, Kamis, 31 Mei 2018. Dengan mendatangi peserta aksi Kamisan secara langsung di lokasi, menurut Suciwati, artinya Jokowi menunjukkan iktikad baik ingin bertemu.
Sebelumnya, Jokowi mengagendakan bertemu dengan peserta Kamisan. Ia menyampaikan hal itu setelah menggelar pertemuan dengan ahli hukum dan aktivis hak asasi manusia di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 30 Mei 2018. Sejumlah tokoh yang hadir di antaranya Mahfud MD dan Yenti Garnasih sebagai ahli hukum, serta Usman Hamid, yang dikenal sebagai pegiat HAM.
Yenti menceritakan bahwa Jokowi memiliki keinginan memperhatikan keluarga korban. Menurut Jokowi, Yenti menuturkan, pihak Istana sudah berusaha mengundang untuk bertemu, tapi keluarga korban yang tak mau datang.
Menanggapi pernyataan tersebut, Suciwati mengatakan, apabila Jokowi benar-benar ingin bertemu peserta aksi Kamisan, tinggal menyeberang. Jarak lokasi aksi Kamisan sangat dekat dengan Istana Negara. “Kalau mau ketemu juga harus jelas agendanya. Jangan cuma ha-ha, hi-hi, foto-foto, lalu bagi-bagi sepeda,” ujarnya dengan nada meninggi.
Terkait dengan niat Jokowi menyelesaikan kasus HAM, termasuk kasus pembunuhan suaminya, Munir, Suciwati mengaku tidak lagi percaya hal itu bisa diselesaikan. Karena itu, ia hanya meminta Presiden Jokowi melakukan aksi nyata untuk mengungkap kasus itu.
Sumber: Tempo.Co 

Rabu, 30 Mei 2018

Kali Pertama, Peserta Aksi Kamisan Akan Diterima Presiden di Istana

IHSANUDDIN | Kompas.com - 30/05/2018, 20:02 WIB


Ibu korban Tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih mengikuti aksi Kamisan ke-500 yang digelar Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Dalam aksi bersama itu mereka menuntut komitmen negara hadir menerapkan nilai kemanusiaan dengan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. (ANTARA FOTO/FANNY OCTAVIANUS)


JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengagendakan pertemuan dengan para keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia yang biasa menggelar aksi Kamisan di Istana Kepresidenan. 

Pertemuan rencananya akan digelar besok, Kamis (31/5/2018), pukul 16.00 WIB. 
"Besok sore Presiden berencana menerima peserta aksi Kamisan," kata Direktur Amnesty International Usman Hamid usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/5/2018) petang. 
Menurut Usman, dalam pertemuan yang dihadiri para pakar hukum hari ini, Presiden meminta masukan dari berbagai bidang. 

Usman yang kebagian memberi masukan mengenai masalah HAM langsung memberikan kritik. Salah satunya mengenai sikap Jokowi yang tak pernah menggubris aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka. 

Namun, Presiden membantah bahwa ia mengabaikan aksi yang digelar para keluarga korban pelanggaran HAM setiap hari Kamis itu. 


Sejumlah aktivis mengikuti aksi Kamisan ke-500 yang digelar Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Dalam aksi bersama itu mereka menuntut komitmen negara hadir menerapkan nilai kemanusiaan dengan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. (ANTARA FOTO/FANNY OCTAVIANUS) 

Presiden merasa selama ini sudah berusaha menerima mereka. Akan tetapi, keluarga korban tidak pernah mau datang. 
"Saya katakan, kalau benar Presiden mau bertemu dan serius mau bertemu dengan korban aksi Kamisan, kita agendakan saja. Langsung Presiden menyampaikan, 'kalau begitu besok bagaimana?," kata Usman. 
Usman pun langsung menyanggupi permintaan Presiden itu. Ia segera menghubungi para korban pelanggaran HAM yang biasa menggelar aksi Kamisan di Istana untuk menyampaikan kabar baik itu. 

"Tadi Pak Presiden langsung meminta ajudan mengagendakan," kata Usman. Menurut Usman, ini adalah kali pertama peserta aksi Kamisan diterima oleh Presiden setelah terus menerus menggelar aksi tiap pekan di seberang Istana Merdeka dalam 11 tahun terakhir.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Bayu Galih

Sumber: Kompas.Com 

Alasan Hakim Vonis Bebas Alfian Tanjung

Oleh: Andrian Pratama Taher - 30 Mei 2018

Alfian Tanjung memegang pledoi Berjudul Indonesia Tanpa PKI: Menihilkan Komunisme di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (2/5/2018).. tirto.id/Andrian Pratama Taher

Aksi Alfian dianggap melaksanakan Tap MPRS/2005/1966 yang melarang paham komunisme ada dan disebarkan di Indonesia.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis bebas terdakwa ujaran kebencian Alfian Tanjung, Rabu (30/5/2018). Hakim memandang, cuitan Alfian yang menyatakan 85 persen kader PDI Perjuangan adalah kader Partai Komunis Indonesia (PKI) di akun Twitter bukan tindak pidana. 
"Terdakwa dibebaskan atas segala tuntutan hukum," kata Ketua Majelis Hakim Mahfudin di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Putusan tersebut membuat kaget peserta sidang. Sebelumnya, jaksa menilai Alfian melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Alfian diancam hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Hakim menilai, cuitan Alfian mengenai “85 persen kader PDIP kader PKI” memang terbukti benar, namun hal tersebut tidak termasuk dalam tindak pidana karena memberikan peringatan bahaya komunisme kepada masyarakat. Aksi Alfian dianggap melaksanakan Tap MPRS/2005/1966 yang melarang paham komunisme ada dan disebarkan di Indonesia.
"Karena berdasarkan pasal 50 KUHP, barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan undang-undang maka tidak patut dipidana," kata hakim.
Hakim memandang, cuitan Alfian bukanlah kesimpulan pribadi. Mereka mengacu pernyataan kader PDIP Ribka Tjiptaning saat diwawancarai stasiun TV Lativi pada 2002. Alfian juga merujuk buku yang ditulis Ribka yaitu Aku Bangga Jadi Anak PKIserta Anak PKI Masuk Parlemen. "Demikian tidak patut dan tidak adil jika terdakwa harus dipidana," kata ujar hakim.

Terkait dengan isi buku yang ditulis Ribka, sebelumnya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sudah memberikan klarifikasi. Menurut Hasto, Ribka tidak menyebar paham komunisme atau menjadi anggota PKI meskipun mengakui dirinya sebagai anak anggota PKI lewat buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. 

Hasto menegaskan anggota PDIP bukan lah bagian dari PKI. Mereka mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PDIP bahwa partai berlambang banteng itu berlandaskan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
Dalam pertimbangannya, majelis hakim melihat cuitan Alfian hanya di-retweet 50 orang dan Alfian hanya menyalin salah satu berita rilisan media online yang tidak terdaftar di Dewan Pers. Karena itu, hakim menilai Alfian tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Eelektronik (ITE).

Di akhir persidangan Alfian menyatakan dirinya menerima putusan hakim. Sedangkan jaksa penuntut umum meminta hakim memberikan waktu seminggu untuk mempertimbangkan putusan.
 "Kami pikir-pikir," kata Jaksa Penuntut Umum Reza Murdani.

Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto

Sumber: Tirto.Id