Senin, 13 Oktober 2008

Mahkamah Agung Perkuat Kemenangan Eks-Tapol

Senin, 13 Oktober 2008 | Kartu Tanda Penduduk:

Ketika dibuka, ternyata bingkisan' itu berisi putusan Mahkamah Agung No. 400 K/TUN/2004. Nani jadi ingat langkah  hukum yang ia tempuh lima tahun lalu, ketika ia menggugat Camat Koja Jakarta Utara. Bertahun-tahun perkara itu berada di pengadilan, pindah dari satu ruang ke ruang lain, dari tangan seorang hakim ke tangan hakim lain. Hingga akhirnya, 27 September lalu, bingkisan' putusan berkekuatan hukum tetap itu ia terima.

Alhamdulillah, saya seperti mendapat kehormatan. Terima kasih kepada semua orang yang selama ini membantu perjuangan saya, kata Nani di sela-sela syukuran sederhana di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jum'at (10/10) siang.

Nani Nurani pantas bersyukur. Lewat putusan setebal 12 halaman, Mahkamah Agung menegaskan kemenangan perempuan kelahiran Cirebon 23 Februari 1941 itu. Majelis hakim agung beranggotakan Titi Nurmala Siagian, H. Imam Soebechi dan Prof. H. Ahmad Sukardja menyatakan tidak dapat menerima permohonan kasasi yang diajukan Kepala Pemerintahan Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Dalam pandangan majelis, permohonan kasasi yang diajukan Camat Koja telah melampaui tenggat waktu yang ditetapkan undang-undang.

Meskipun Mahkamah Agung (MA) hanya mempertimbangkan aspek formalitas gugatan, menurut Asfinawati, putusan MA menjadi preseden yang baik bagi ratusan ribu bahkan jutaan orang yang terkena stigma PKI atau terlibat G.30.S tanpa pernah dihadapkan ke persidangan. Putusan ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk melakukan perbaikan, timpal Taufik Basari, Direktur LBH Masyarakat.

Bisa jadi, bagi sebagian orang kasus Nani Nurani hanya persoalan administrasi biasa, yaitu tak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tetapi Nani merasa diperlakukan diskriminatif ketika Camat Koja menolak memperpanjang KTP yang sudah habis masa berlaku, dan karena Pemohon sudah berusia 60 tahun-- memberikan KTP seumur hidup. Penolakan itu didasarkan pada kenyataan bahwa Nani adalah bekas tahanan politik (eks-tapol) Golongan C. Tujuh tahun saya ditahan di Penjara Bukit Duri tanpa pernah diadili ke pengadilan, tegas perempuan yang kini tinggal di Plumpang, Jakarta Utara itu.

Tindakan pejabat tata usaha negara, dalam hal ini Camat Koja, yang menolak menerbitkan KTP seumur hidup itulah yang menjadi dasar bagi Nani melayangkan gugatan ke PTUN. Berdasarkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 1996, Nani mestinya berhak atas KTP seumur hidup berhubung yang bersangkutan sudah berusia 60 tahun lebih.

Camat hanya bersedia memperpanjang KTP lima tahun, dan menolak mengeluarkan KTP seumur hidup. Penolakan Camat sepintas bukan tanpa dasar, dan disampaikan sebagai argumen di pengadilan. Pasal 25 ayat (2) Perda di atas menegaskan bahwa KTP seumur hidup hanya diberikan kepada mereka yang sudah berusia 60 tahun lebih, WNI yang bertempat tinggal tetap, dan ini yang perlu digarisbawahi tidak terlibat langsung atau tidak langsung dengan organisasi terlarang.

Nani mengakui ia pernah dipenjara selama tujuh tahun. Tetapi sampai saat ini tidak pernah ada persidangan atau putusan hakim yang menyatakan Nani Nurani terlibat dalam G.30.S ataupun organisasi PKI.

Argumen ini pula yang akhirnya dipakai majelis hakim PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatan Nani. Statusnya sebagai tapol lebih karena Nani pernah sekali ikut menari pada ulang tahun PKI pada 1965. Keikutsertaannya dalam acara itu pun lebih karena Nani adalah penari di Istana Cipanas. Majelis hakim PTUN Jakarta dipimpin Disiplin F. Manao bukan saja mendalilkan tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan Nani terlibat organisasi terlarang. Tetapi juga menganggap bahwa tindakan tidak memberikan KTP seumur hidup kepada orang yang berhak adalah pelanggaran hak asasi warga negara. Usia dan kondisi fisiknya penggugat rentan sehingga pengurusan bolak balik KTP melanggar hak yang bersangkutan. Dan, tindakan penolakan itu melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Tim penasihat hukum tergugat dari Biro Hukum Pemda DKI Jakarta mengajukan banding. Kala itu, Sri Astuti, kuasa hukum tergugat dari Biro Hukum Pemda DKI menegaskan bahwa Camat Koja hanya menjalankan peraturan yang berlaku mengenai eks-tapol dan KTP, yaitu TAP MPRS 1966 dan Kepmendagri No. 24 Tahun 1991. Namun, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta lewat putusan No. 203/B/2003/PT.TUN.JKT memperkuat pertimbangan hukum dan amar pengadilan di bawahnya. Lagi-lagi lewat Biro Hukum Pemda DKI Jakarta, Camat Koja mengajukan kasasi.

Dan seperti yang disebut di atas, lewat putusan yang dibacakan 15 Mei lalu, Mahkamah Agung memberikan bingkisan Lebaran kepada Nani Nurani.

Sumber: HukumOnline 

0 komentar:

Posting Komentar