Senin, 10 Desember 2018

Gubernur Lemhannas: Jangan Mimpi Ada Rekonsiliasi dalam Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu

CHRISTOFORUS RISTIANTO Kompas.com - 10/12/2018, 15:49 WIB


13 keluarga korban pelanggaran berat HAM masa lalu mendatangi halaman depan gedung Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan RI, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2016). Mereka membawa potongan papan berbentuk huruf yang jika digabungkan akan membentuk kalimat #MasihIngat. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan Pemerintah yang akan menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu melalui proses rekonsiliasi. (Kristian Erdianto)
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Agus Widjojo menyebut pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu sangat susah untuk diselesaikan secara rekonsiliasi saat ini. 
Sebab, terdapat faktor-faktor yang tidak kondusif guna melaksanakan rekonsiliasi tersebut. 
"Persayaratan rekonsiliasi itu sangat berat. Intinya, masyarakat Indonesia belum siap menghadapi rekonsiliasi," kata Agus saat menghadiri Peringatan Hari HAM Internasional di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12/2018). 
Lebih jauh, ia menjelaskan, faktor-faktor yang menghambat mewujudkan rekonsiliasi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, di antaranya adalah kemauan secara politik dari pemerintah, adanya kemauan kedua belah pihak antara korban dan pelaku untuk bertemu, dan kesiapan masyarakat. 

Gubernur Lemhanas Agus Widjojo dalam Jakarta Geopolitical Forum, di Jakarta, Jumat (19/5/2017). (KOMPAS.com/IHSANUDDIN) 
"Kedua belah pihak antara korban dan pelaku harus mau bertemu. Kalau enggak, jangan mimpi ada rekonsiliasi. Kemudian, peradaban masyarakat kita belum terlalu tinggi, kita masih di tingkat peradaban balas dendam," tutur Agus.  

Ia menambahkan, hambatan lainnya adalah pola pikir masyarakat yang belum menilai bahwa rekonsiliasi harus berdasarkan kepentingan nasional. 


"Jangan berharap rekonsiliasi kalau berpikirnya masih seperti menang dan kalah. Rekonsiliasi itu untuk kepentingan bangsa, bukan pribadi maupun kelompok," tegasnya. 

Adapun penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui rekonsiliasi sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 47.  Pasal tersebut berbunyi " Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaianya dilakukan oleh komisi kebenaran dan rekonsiliasi". 

Sementara itu, berdasarkan data Komnas HAM, saat ini terdapat 10 kasus HAM berat masa lalu yang belum selesai, yaitu Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II; Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998; Kasus Wasior dan Wamena; Kasus Talangsari Lampung; Kasus Penembakan Misterius (Petrus); dan Peristiwa Pembantaian Massal 1965; Peristiwa Jambu Keupok Aceh; dan Peristiwa Simpang KKA Aceh. 

Penulis : Christoforus Ristianto
Editor : Diamanty Meiliana

0 komentar:

Posting Komentar