Jumat, 12 April 2013

Pengabdi Negara yang Terbuang

Jumat, 12 Apr 2013 16:38 WIB - Rumondang Nainggolan

Hampir 50 tahun mereka dilupakan tanpa memperoleh kejelasan status dan dana pensiun. Belum lagi penderitaan di penjara dan stigma negatif yang mereka tanggung seumur hidup.

Foto: (KBR/Danny , Ombudsman , BKN , twitter Asvi)

KBR68H - Lembaga pengaduan publik Ombudsman mencatat ratusan Pegawai Negeri Sipil harus kehilangan haknya sebagai abdi negara karena dituduh sebagai antek Partai Komunis Indonesia (PKI). Hampir 50 tahun mereka dilupakan  tanpa memperoleh kejelasan status dan dana pensiun. Belum lagi penderitaan di penjara dan stigma negatif yang mereka tanggung seumur hidup. KBR68H menemui bekas PNS di era Orde Lama Sudarno dan Mustam. Mereka sempat merasakan penjara di Pulau Buru tanpa proses peradilan.  

Sudarno, 70 tahun terus menanti kepastian. Statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil tidak jelas, sejak dituduh sebagai anggota PKI di tahun 1965.
 "Saya dari penangkapan sampai sekarang tidak tahu status saya. Dipecat ya tidak pernah menerima surat pemecatan, diskors juga tidak ada surat skors. Gaji juga tidak pernah dikasih. Yang menjadi pertanyaan saya status saya ini bagaimana? orang yang ditahan tanpa diadili, tanpa ada keputusan hukum yang tetap mengapa terkatung-katung sampai sekarang sebagai pegawai negeri yang sah pada waktu itu,” katanya. 
Waktu itu menurut Sudarno, dia ikut sebagai sukarelawan Ganyang Malaysia. Aksi Ganyang Malaysia berawal pada 1964. Soekarno, presiden Indonesia saat itu memimpin aksi konfrontasi dengan Malaysia karena tidak menyetujui pembentukan Federasi Malaysia, yaitu penyatuan  Semenanjung Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak. Federasi Malaysia saat ini dikenal dengan nama Malaysia.

Soekarno menilai Malaysia hanya sebuah boneka Inggris. Konsolidasi itu hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan tersebut sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.  Kembali ke Sudarno. Dia kemudian ikut dalam sukarelawan Ganyang Malaysia. Itupun atas instruksi institusinya, kantor Kecamatan Lebak Barang, Pekalongan, Jawa Tengah.

"Hariannya saya menunaikan tugas sebagai pegawai negeri tapi pada waktu itukan ada gerakan ganyang Malaysia yang diinstruksikan oleh Presiden Soekarno pada waktu itu. Saya dari jawatan ditugaskan untuk masuk dalam sukarelawan, jadi sukarelawan ganyang Malaysia. Kebetulan karena kondisi saya menentukan, saya terus mengikuti sukarelawan. Jadi kadang-kadang ya di kantor kadang-kadang sukarelawan," jelasnya.
Hingga hari itu tiba, pada satu sore 6 November 1965. Seusai melakukan aktivitas sebagai sukarelawan, dia ditahan. Sudarno dicurigai ikut terlibat dalam pembunuhan para jenderal. Posisinya sebagai Komandan Peleton Sukarelawan menjadi alasan. Apalagi, dia memegang senjata.
SUDARNO:"Saya memang pegang senjata tapikan atas perintah dari Kodim, tapi sana gak mau tau, taunya saya ikut ke Jakarta"
KBR68H: "Ikut ke Jakarta untuk?"
SUDARNO: "Lah itu pembunuhan para jenderal indikasinya. Saya bilang, 'Pak saya Jakarta saja belum pernah tahu, saya sukarelawan tetapi saya sebagai PNS, kalau bapak tidak percaya tanya kepada jawatan saya hari-hari itu saya ke Jakarta atau tidak masuk kerja,' justru malah dipukul, harus ngaku, harus iya pokoknya. Tapi saya tetap bertahan, saya memang tidak mengakui itu." 
"Sidang dinas itukan, (sore) harinya tidak boleh pulang. Bukan saya sendiri itu, ada enam orang. Di sana dulukan Panca Tunggal, jadi sidang itu ada kepala pengadilan, kejaksaan, saya dari pemda, kepolisian, nah itu saya enggak boleh pulang, bekerja terus gak pulang," kata Mustam Rahadi. 
Pada November 1965 dia ditahan seusai rapat kerja bersama sejumlah pejabat. Mustam adalah Sekretaris Daerah Purbalingga, Jawa Tengah saat itu. 

KBR.Id 

0 komentar:

Posting Komentar