Dec 17th, 2014 - Oleh : Ary Dwi Prasetyo
Senyap –
The Look of Silence, lanjutan dari film dokumenter JAGAL karya Joshua
Oppenheimer yang menceritakan tentang tragedi tahun 1965 dibulan September.
Dalam peristiwa tersebut, 3 juta rakyat yang merupakan anggota dan simpatisan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dibunuh. Bentuk genosida terbesar di abad 20
setelah yang dilakukan oleh Nazi.
PKI yang
saat itu merupakan salah satu partai komunis terbesar diluar Uni Soviet dan
Cina, memiliki pengaruh baik di Indonesia maupun di dunia, sehingga untuk
menghentikan “domino effect” penyebaran paham ideologi Komunisme yang dimulai
di Eropa Timur sampai ke Asia, maka Negara-negara kapitalisme mencegah
penyebaran ideologi Komunisme dengan mengambil alih Indonesia yang merupakan
lumbung sumber daya alam besar di Asia.
Pencegahan
ideologi komunisme tersebut dilakukan dengan cara menyokong kekuatan militer
untuk mengambil alih Negara serta menyebarkan fitnah kepada PKI dengan cap
tidak beragama, liberal serta pembunuh 7 jendral yang memicu kemarahan membabi
buta dari rakyat yang terprofokasi dengan propaganda militer yang saat itu
dipimpin oleh Soeharto dan di dukung oleh pihak imperialis Amerika Serikat dan
Inggris.
Setelah
tregedi 65, beberapa media Amerika Serikat seperti majalah TIME menulis
headline dalam pemberitaannya “kemenangan besar di Asia”. Agar militer tidak
mengotori tangannya dan tersangkut masalah genosida, militer menggunakan milisi
sipil untuk membunuh 3 juta rakyat. Hal ini berhubungan dengan 2 film
dokumenter “Jagal (The Act of Killng)” dan “Senyap (The Look of Silence)” karya
Joshua Oppenheimer.
Kedua
film dokumenter tersebut menceritakan peristiwa 30 september dari sudut pandang
pelaku penjagalan dengan aktor utama “Anwar Congo” di film Jagal serta dari
sudut pandang keluarga korban Ramli kakak “Adi Rukun” di film Senyap. Terdapat
perbedaan ekspresi saat menyaksikan film jagal dan senyap. Saat menonton jagal,
ekspresi utama yang biasanya ditunjukan adalah perasaan jengkel, marah, dan
emosi melihat Anwar Congo memperagakan bagaimana dia membunuh orang yang di
identifikasi komunis.
Berbeda
dengan ekspresi yang di tunjukan penonton ketika menyaksikan Senyap, banyak
dari para penonton merasa sedih, terharu, dan perasaan yang tidak bisa
digambarkan dengan kata-kata karena tidak sedikit dari para penonton yang
memposisikan dirinya sebagai Adi Rukun (tokoh utama/adik korban) yang dengan
teguh menggali fakta dan kebenaran dari peristiwa 30 september dan pembunuhan
kakaknya.
Film
dokumenter Senyap bertujuan untuk meluruskan kembali sejarah yang dibelokkan
oleh rezim sejak kekuasaan Orde Baru. Hal ini sejalan dengan yang kami inginkan
dalam upaya pelurusan sejarah kelam bangsa Indonesia. Senyap sudah diputar
dibeberapa daerah di Indonesia termasuk di samarinda yang diputarkan pada hari
sabtu, 13 Desember 2014 di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman yang merupakan
kerja sama antara Konsentrasi Mahasiswa Progresif-Sentra Gerakan Muda Kerakyatan
(KOMA PROGRESIF-SGMK), Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat pekerja
(KPO-PRP), JATAM KALTIM dan POKJA 30.
Pemutaran
film senyap tersebut dihadiri oleh mahasiswa UNMUL, pelajar dari SMAN 1 dan 5
Samarinda, Dosen, LSM dan komunitas lainnya. Setelah pemutaran film Senyap
dilanjutkan dengan pembacaan testimoni dan diskusi. Permasalahan sejarah dan
kemanusiaan adalah yang paling banyak diungkapkan oleh para penonton film
Senyap seperti yang di ungkapkan Ana salah satu pelajar dari SMAN 1 Samarinda,
“saya tidak suka dengan para pelaku pembantaian, mereka tidak merasa bersalah,
mereka hanya menganggap masalah ini sudah berlalu, dan berpendapat yang lalu
biarlah berlalu dan kita pikirkan saja masa depan”.
“Sejarah
yang sekarang sudah di belokkan, sejarah yang sesungguhnya dibalikkan
faktannya, bagaimana mereka tega membunuh dengan begitu kejamnya dengan alasan
membela Negara, tapi apakah itu bisa dijadikan alasan, apa yg harus kita
lakukan adalah tegakkan sejarah yang sebenarnya”, ujar Ana. Pendapat dari Ana
ini dirasa mampu mewakili perasaan dan pendapat para pelajar yang selama ini
dibohongi dan dibodohi oleh rezim yang berkuasa dengan cara memalsukan dan
menutup fakta sejarah bangsa ini.
Karena
sejarah yang kita pelajari mulai dari bangku pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi adalah sejarah yang ditulis oleh rezim Soeharto sebagai pemenang dari
pertarungan ideologi Kapitalisme vs Komunisme. Menjawab pertanyaan mengenai
mengadili para pelaku dan pelurusan sejarah, Najidah salah satu dosen fakultas
hukum menjawab “menegakkan hukum adalah hal yang mungkin dan mudah. Tapi,
meluruskan sejarah adalah hal yang sulit tapi itu mungkin”.
Permasalahan
pelurusan sejarah adalah hal yang pelik mengingat rezim yang hari ini berkuasa
masihlah seperti rezim pemerintahan yang terdahulu dan sejarah pendidikan yang
ada saat ini pun masihlah sejarah buatan rezim terdahulu sehingga penting bagi
kita menggalang persatuan antara pelajar, mahasiswa, akademisi dan rakyat luas
untuk menegakkan HAM dan pelurusan sejarah, agar sejarah yang diajarkan kepada
para generasi muda bukanlah sejarah yang dibuat-buat dan menolak alasan
pembantaian 3 juta penduduk adalah untuk melindungi dan membela Negara seperti
yang di ucapkan oleh ibu Adi di dalam film Senyap “bela Negara, Negara apa?”
kata-kata ini menunjukan bahwa ibu Ramli dan Adi sudah tidak percaya dengan
Negara yang membunuh rakyat dan anaknya yang tidak pernah minta maaf kepada
rakyat bahkan tidak juga merasa bersalah sedikitpun.
Karena
upaya pembangunan kesadaran masyarakat bukanlah hal yang instan sehingga perlu
upaya berkelanjutan dan konsisten dalam proses pembangunannya. Oleh karena itu
pemutaran dan diskusi film senyap tidak boleh berhenti sampai di sini saja dan
harus dibawa ke ruang-ruang publik, ditonton, direnungkan, didiskusikan dan
ditindaklanjuti oleh semua orang. Demi pelurusan sejarah bangsa, karena kondisi
sekarang ini marak dengan eksploitasi dan perampokan sumber daya alam,
perampasan lahan, pendidikan mahal, upah/gaji rendah adalah hasil dari sejarah
masa lalu yang menghabisi gerakan rakyat melawan penindasan manusia atas
manusia.
Oleh : Ary Dwi Prasetyo, Kader Koma Progresif – SGMK dan Kontrobutor Arah Juang Samarinda.
0 komentar:
Posting Komentar