Kamis, 28 April 2011

Pulau Buru Tak Lagi Menyeramkan


 Kamis 28 April 2011, 09:33 WIB
  • Laporan Dari Pulau Buru (1)


Namlea - Brakk!! Suara jembatan apron KMP Temi  menyentuh dermaga feri pelabuhan Namlea, ibukota Kabupaten Buru, Maluku. Feri yang juga mengangkut belasan kendaraan roda 4 itu tiba di pelabuhan tujuan setelah berlayar sekitar 9 jam dari Ambon. Jarum jam masih menunjuk angka 4 pagi. Pulau Buru masih gulita. Hanya tiga buah lampu di pelabuhan yang menyala. Pulau yang namanya terkesan menyeramkan itu telah berada di depan mata.

Pulau Buru memang punya masa lalu yang menyeramkan. Ini akibat pulau  yang luasnya 11.117  Km2 itu pernah dijadikan lokasi penahanan bagi sekitar  12 ribu orang tahanan politik pada awal pemerintahan Soeharto. Tetapi kini Pulau Buru sudah berubah. Penempatan para tapol di Buru pada akhirnya malah meninggalkan berkah. Apalagi setelah pemerintah mendatangkan transmigran dari Pulau Jawa sekitar tahun 1979 - 1980, maka Pulau Buru menjadi lumbung padi terbesar di Provinsi Maluku.

Para bekas tapol yang memilih menetap di Pulau Buru bersama para transmigran, hingga kini  telah berhasil mencetak sawah beririgasi teknis seluas hampir 20 ribu hektar. 
 "Penduduk asli Pulau Buru tidak ada satu pun yang punya keahlian sebagai petani. Karena itu saya berani memastikan, pertanian bisa berkembang di sini karena kedatangan orang-orang dari Pulau Jawa, entah dia sebagai tapol atau sebagai transmigran," kata Emil Salim Malaka, penduduk kota Namlea, Ibukota Kaupaten Buru. 
Di pasar Namlea, beras hasil pertanian lokal melimpah dan dijual dengan harga murah. Meskipun beberapa pedagang masih menjual bahan makanan pokok tradisional yaitu papeda atau sagu dan singkong, tetapi pada umumnya masyarakat setiap hari sudah makan nasi. Papeda atau singkong rebus memang masih dimakan oleh sebagian penduduk, itu pun hanya untuk makan siang  selain juga terhidang nasi.

Memang, di sekitar Kota Namlea yang berada di lembah dan menghadap lautan, sama sekali tidak nampak lahan pertanian kecuali lahan kosong ditumbuhi berbagai jenis tanaman liar termasuk kayu putih (Meialeuca leucadendra L). Bahkan hingga ke pedalaman sekitar 30 kilometer, tanah berbukit di kanan kiri jalan hanya berupa hutan. Tetapi begitu memasuki Desa Savana Jaya di Kecamatan Waeapo yang berjarak 40 kilometer dari Namlea, mulai tampak lahan menguning dengan padi yang siap dipanen, maupun lahan basah yang mulai ditanami bibit-bibit padi. Setelah itu, hingga ke wilayah Kecamatan Air Buaya, pemandangan tak ubahnya pedesaan di Pulau Jawa. 
"Hasil pertanian di Kabupaten Buru makin tahun makin meningkat sehingga sektor pertanian melampaui sektor perikanan," kata Bupati Buru, Husnie Hentihu di rumah dinasnya hari Rabu (6\/4\/2011) dua pekan lalu. 

"Apalagi setelah Presiden SBY melakukan panen raya di sini  Maret 2006, semangat penduduk untuk mencetak sawah makin terpacu sehingga setiap tahunnya  tercetak sawah baru seluas seribu lima ratus hektar," kata Husnie bangga.
Antara tahun 1969 - 1971, ketika sekitar 12 ribu tahanan politik mulai ditempatkan di Pulau Buru, masih belum ada jalan beraspal di luar kota Namlea. Para tapol itu dibawa ke pedalaman dengan perahu melalui Sungai Waeapo, dan kemudian ditempatkan di barak-barak yang disebut unit, yang dibangun di tepi sungai. Mereka ditempatkan secara terpisah di 20 unit dengan jarak satu unit dengan unit lainnya sekitar 5 kilometer.

Sekarang, jalan beraspal mulus sudah menembus pedalaman Pulau Buru, menghubungkan unit satu dengan lainnya, bahkan hingga mencapai kota Namrole, ibukota Kabupaten Buru Selatan,  dan terus ke pesisir selatan Pulau Buru yang menghadap ke Laut Banda. 


Jalanan selebar 4 meter yang menembus pedalaman dari Namlea itu, sayangnya, sempat dipersoalkan oleh para kontraktor di Kabupaten Buru bahkan juga di Ambon. Sebab proyek besar itu dikerjakan oleh kontraktor yang juga anggota DPR-RI bernama Sonny  Waplau melalui beberapa perusahaannya antara lain Pt Multididya Tehnical, PT Tarawesi dan PT Equator.
"Pembangunan  jalan hotmix itu adalah proyek multiyears. Tahun lalu nilainya Rp 200 miliar, tahun ini Rp 100 miliar. Lumayan besar, tapi kontraktor lokal sama sekali tidak ikut menikmati, meskipun Sonny Waplau asalnya  juga dari Maluku," kata Amir Latuconsina, Ketua DPD Gapeknas (Gabungan Pelaksana Konstruksi) Provinsi Maluku.  

"Sonny  Waplau adalah anggota Komisi 5 yang antara lain membidangi masalah perhubungan. Selain itu  dia juga anggota Panitia Anggaran. Maka perlu dipertanyakan, bagaimana proyek hotmix ini hanya jatuh ke dia," tanya Lutfi Assegaf, Wakil Ketua DPD Gapensi Provinsi Maluku, di tempat terpisah, di Namlea, pekan lalu.
Terlepas dari proyek besar yang dipersoalkan kontraktor lokal itu, tetapi Pulau Buru memang terus memperbaiki diri. Pulau yang terdiri dari  dua kabupeten yaitu Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan ini sekarang tidak terisolir lagi. Sejak tahun lalu, setiap malam secara bergantian dua buah kapal yaitu KMP Temi dan KM Elizabeth melayari Ambon - Namlea - Ambon. Sedang Cassa 220 berkapasitas 20 kursi yang dioperasikan PT Nusantara Buana Air setiap hari Kamis dan Jumat terbang dari Ambon - Namlea - Namrole - Ambon.

Pulau Buru adalah anugerah Tuhan. Di Dunia, hanya ada dua negara yang menghasilkan kayu putih, yaitu Indonesia dan Vietnam. Di Indonesia, tempat penghasil kayu putih itu tak lain adalah Pulau Buru. Di semua lahan kosong, hutan dan bukit-bukit yang ada di pulau ini, pohon kayu putih tumbuh liar sebagai semak belukar. Sebelumnya, selama bertahun-tahun pemanfatan kayu putih itu dimonopoli oleh seorang pengusaha. Tetapi sejak tahun lalu, beberapa warga termasuk seorang pemuda bernama Agil Buftan, 35 tahun, menangkap dan mengembangkan tanaman yang jadi ikon Pulau Buru ini. 

Dengan mendidirkan badan usaha CV Elan Vital, Agil memiliki 4 ketel penyulingan dengan kapasitas produksi antara 2 sampai 2,5 ton/bulan, dan mempekerjakan sekitar 70 orang. 

"Delapan orang operator ketel berstatus pegawai tetap, sedang sisanya pegawai borongan yang tugasnya memetik daun-daun kayu putih di hutan. Sekilo daun kayu putih hasil petikan mereka saya beli Rp 400. Kalau setiap orang setiap harinya bisa memperoleh 100 sampai 140 kilo, hasil mereka termasuk lumayan untuk ukuran Namlea," kata Agil menjelaskan. Saat ini, lanjutnya, harga sekilo minyak kayu putih produksinya Rp 130 ribu/kilogram. 
 "Saya akan  meningkatkan kapasitas produksi, dan BRI telah setuju untuk memberi KUR kepada saya. Mudah-mudahan segera terealisasi," kata alumnus perguruan tinggi swasta di Malang, Jawa Timur ini.
Pertanian, kayu putih, sayur mayur, buah-buahan, adalah hasil tanah Pulau Buru yang tidak saja bisa dinikmati oleh penduduk pulau yang seluruhnya berjumlah sekitar 120.000 jiwa, tetapi juga dinikmati penduduk pulau-pulau sekitarnya termasuk penduduk ibukota Provinsi Maluku, Ambon. 
"Saya yakin, Pulau Buru terutama Kabupaten Buru akan terus berkembang untuk mengejar ketertinggalannya dari  wilayah  lain di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Persoalannya kan cuma satu, belum ada investor yang  menanamkan modalnya di sini," kata Wakil Bupati Buru, Ramly Umasugi, hari Jumat (8\/4\/2011)  lalu.
(asy/asy)

0 komentar:

Posting Komentar