Penulis: Reporter
Satuharapan - 15:15 WIB | Jumat, 31 Mei 2013
Anggota Komnas HAM saat menerima perwakilan Yayasan
Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Kamis, (30/5). (Foto: Dwiana)
JAKARTA - Sebanyak 2.376 orang telah ditahan,
diperkerjakan secara paksa, meninggal dalam interogasi, hilang, diculik, dan
rumahnya dibakar dan dirusak, di Pekalongan, Jawa Tengah, dan Pasaman, Sumatera
Barat. Demikian menurut data penelitian dan hasil temuan Yayasan Penelitian
Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) yang diserahkan ke Komnas HAM hari Kamis ini
(30/5) di kantor Komnas HAM di Jakarta. Dokumen diterima Nurcholis, perwakilan
Komnas HAM yang pernah menjabat Ketua Tim.
Berdasar laporan Amnesti Internasional diperkirakan lebih
dari setengah juta orang meninggal dunia karena menjadi anggota PKI (Partai
Komunis Indonesia) atau di-PKI-kan setelah PKI dituding memberontak pada 30
September 1965. Banyak yang melaporkan mereka yang dianggap anggota PKI dihukum
tanpa proses peradilan. Korban lainnya menjadi kehilangan anggota keluarga,
diperkerjakan secara paksa, rumahnya dirusak, kehilangan pekerjaan, serta turut
mengalami diskriminasi sebagai eks tahanan politik, dan KTPnya ditandai.
Peristiwa keji yang terjadi pada tahun 1965-66 itu
mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan pelanggaran HAM pada tahun 2008.
Dari hasil penyelidikan tentang kemungkinan Negara melakukan aksi pelanggaran
HAM dalam peristiwa itu, Komnas HAM memutuskan peristiwa itu sebagai tragedi
kemanusiaan dengan pelanggaran HAM berat pada tahun 2012.
Keputusan Komnas HAM itu selanjutnya dibawa sampai ke
Kejaksaan Agung namun tidak ada kelanjutan sampai sekarang. Karena Kejaksaan
Agung tidak menindaklanjuti temuan Komnas HAM, maka permintaan
pertanggungjawaban atas kekerasan, penangkapan, dan pembunuhan masal pada tahun
1965-66, terhenti.
Menkopolhukam Djoko Suyanto dituding membela para pelaku
kejahatan kemanusiaan dengan tidak merespon usulan pembentukan pengadilan HAM
Ad Hoc atas peristiwa pelanggaran HAM 1965-66.
Tindakan lembaga negara seperti Kejaksaan Agung dan
Kemenkopolhukam dinilai upaya melanggengkan impunitas dan melecehkan penegakan
HAM.
Sesuai mekanisme di UU Nomer 26/2000 tentang Pengadilan
HAM, negara harus membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Karena itu YPKP 65 mendesak
Kejaksaan Agung menindaklanjuti temuan Tim Penyelidik Pro yustisia Komnas HAM
supaya ada kepastian hukum dan keadilan bagi para korban peristiwa pelanggaran
HAM 1965-66.
Presiden juga didesak menerbitkan Kepres untuk memberikan
rehabilitasi, reparasi, dan kompensasi kepada para korban peristiwa pelanggaran
HAM 1965-66. Negara diminta berjanji tidak lagi mengulangi kejahatan
pelanggaran HAM berat seperti yang terjadi pada tahun 1965-66. Presiden
diharuskan meminta maaf atas nama negara kepada para korban peristiwa
pelanggaran HAM 1965-66.
YPKP 65 meminta Komnas HAM melakukan investigasi dan
pencatatan para korban peristiwa pelanggaran HAM 1965-66 dan menerbitkan
rekomendasi agar para korban memperoleh pelayanan medis, psikososial, dan
rehabilitasi dari LPSK.
Jika terjadi kebuntuan dalam penanganan peristiwa
pelanggaran HAM 1965-66, YPKP 1965 akan membawa masalah ini ke jalur
internasional seperti ICC, ICRC, Amnesti Internasional, dll.
Editor : Yan Chrisna
0 komentar:
Posting Komentar