Friday, July 4, 2014
Alkisah, cerita asli Sleeping Beauty tidak
seperti yang didongengkan kepada kita selama ini. Putri Aurora yang
malang dan dikutuk untuk mengalami tidur panjang bagaikan maut itu
sebenarnya ialah korban atas kesalahan masa lalu sang ayah. Maleficent, seorang
peri hutan yang tadinya baik hati berubah menjadi jahat demi melampiaskan
kekesalannya atas pengkhianatan cinta yang dilakukan oleh sang raja. Akan tetapi
di akhir cerita, Maleficent yang terus mengamati Aurora tumbuh berkembang
menjadi seorang gadis yang penuh cinta justru memutuskan untuk menarik kembali
kutukannya. Tidak hanya itu, ia juga menyelamatkan Aurora dari kejahatan
ayahnya sendiri.
Demikianlah kira-kira rangkuman atas film “Maleficent”
yang dirilis oleh Disney beberapa minggu lalu. Angelina Jolie yang memerankan
Maleficent di film ini berhasil membawakan karakter peri hutan yang amat
berkuasa namun rapuh dari segi perasaan. Maleficent ditipu oleh seorang pemuda
desa yang berambisi untuk menjadi raja. Sayap Maleficent yang indah menjadi
korban atas niat jahat lelaki yang ia cintai itu. Sayap Maleficent ini di
mata saya sejatinya merupakan simbolisasi dari trofi atau piala kemenangan
sebagai bukti kejantanan laki-laki dalam menaklukkan energi alam yang dianggap
liar dan tak beradab. Bukan cerita baru, wanita dijajah pria itu sudah hadir di
tengah-tengah dunia sejak dulu kala.
Sentra utama dongeng yang ditampilkan dalam wajah baru
ini sebenarnya ada pada sisi si karakter utama: Maleficent. Maleficent, tidak
seperti yang diyakini oleh banyak orang selama ini, tidak berniat untuk
mencelakai Aurora hanya karena dirinya tidak diundang ke jamuan makan
pembaptisan sang putri. Maleficent di sini merupakan simbolisasi dari
perempuan yang terluka, dipaksa untuk tunduk pada dunia patriarki yang tidak
mengharapkan figur perempuan untuk tampil di tatanan sosial masyarakat.
Perempuan harus didomestikasi, dalam film ini disimbolkan melalui “pengebirian”
sayap indah Maleficent.
Ada kisah menarik tentang sosok perempuan yang “dikebiri”
sayapnya oleh Orde Baru dan diantagoniskan, persis seperti Maleficent ini.
Namanya Salawati Daud. Jika anda tanya siapa dia hari ini, hampir seluruh suara
akan langsung mengarah kepada satu kata “PKI!” atau “Gerwani!”. Ya, Salawati
Daud memang merupakan seorang aktifis PKI di era 50-an. Ia bahkan turut serta
dalam embrio yang kelak akan melahirkan perkumpulan Gerwani bersama Umi
Sardjono. Pasca peristiwa G.30/S meletus, Salawati Daud yang saat itu menjadi
anggota DPR digelandang oleh tentara keluar gedung parlemen untuk kemudian
dijebloskan ke Penjara Bukit Duri. Sejak saat itu nama Salawati Daud bagaikan
sebuah nista. Ia dihapus dari dokumen-dokumen sejarah dan dilupakan
perannya sebagai tokoh awal pemberdayaan wanita di republik ini.
Salawati Daud ialah seorang perempuan Bugis dari Sulawesi
Selatan. Kebudayaan Bugisnya mengajarkan Salawati untuk menjadi seorang
perempuan yang tangguh, mitra setara lelaki yang sepadan, bukan sekedar
pelengkap hidup semata. Sudah mengalir di dalam kultur Sulawesi Selatannya
bahwa perempuan seperti halnya laki-laki bebas untuk mengekspresikan opini di
hadapan publik. Sejak tahun 1930 ia aktif menentang kekuasaan kolonial Belanda
di tanah air. Ia yang juga anggota Perserikatan Celebes bersama dengan
Nadjamoeddin Daeng Malewa, Lindoe Marsajit, Th. Lengkong dan Nyonya Lumenta
mendirikan Perhimpunan Perguruan Rakyat Selebes (PPRS) dengan tujuan memajukan
pendidikan bagi masyarakat pribumi. Tercatat, Salawati juga merupakan seorang
pionir perlawanan perempuan di bidang pers, ia mendirikan majalahWanita pada
tahun 1945 serta menjadi direksi majalah Bersatu yang saat itu adalah
bacaan laris.
Mental baja Salawati yang senantiasa menuntut keadilan bergejolak ketika pasukan NICA memasuki tanah air pasca kemerdekaan. Ia mengobarkan semangat gerilya dengan berkeliling daerah di Sulawesi Selatan serta memimpin sendiri perlawanan ke sebuah tangsi polisi di Masamba (saat ini ibukota Kabupaten Luwu Utara).Salah satu prestasi terbesar Salawati ialah saat ia ditunjuk sebagai Walikota pertama kota Makassar di tahun 1949. Dengan demikian, Salawati merupakan walikota perempuan pertama di Indonesia.
Mental baja Salawati yang senantiasa menuntut keadilan bergejolak ketika pasukan NICA memasuki tanah air pasca kemerdekaan. Ia mengobarkan semangat gerilya dengan berkeliling daerah di Sulawesi Selatan serta memimpin sendiri perlawanan ke sebuah tangsi polisi di Masamba (saat ini ibukota Kabupaten Luwu Utara).Salah satu prestasi terbesar Salawati ialah saat ia ditunjuk sebagai Walikota pertama kota Makassar di tahun 1949. Dengan demikian, Salawati merupakan walikota perempuan pertama di Indonesia.
Salawati Daud juga seorang
tokoh mediator yang berusaha meredam ambisi Kahar Muzakkar saat hendak
menggulingkan pemerintah Indonesia dengan gerakan DI/TII-nya. Suaminya yang
seorang pejabat pemerintah di Maros amatlah mendukung aktifitas-aktifitas sang
istri.
Pada tahun 1955, ia melanjutkan perjuangannya menyuarakan
hak-hak sipil wanita ke Senayan dengan menjadi anggota DPR. Sayangnya,
berbeda dengan Opu Daeng Risaju, Andi Depu dan Emmy Saelan yang menerima
penghargaan dari rakyat Sulawesi Selatan sebagai pejuang-pejuang wanita, nama
Salawati Daud tenggelam dalam dongeng-dongeng yang dihembuskan oleh pemerintah
akan kejahatan ideologi komunisme di masa Orde Lama. Persis seperti Maleficent.
Kita hanya mengenangnya dari logo Palu dan Arit yang dicitrakan jahat seperti
iblis. Ia dikebiri oleh dunia lelaki Orde Baru, tidak hanya didomestikasi namun
juga didemonisasi.
Satu hal lagi pelajaran moral yang saya dapat dari film
Maleficent adalah: kebenaran, sebagaimana pula kejahatan, memiliki dua sisi.
Terkadang kita terlalu awam untuk lekas menjatuhkan putusan “ini benar” atau
“ini salah”. Ada banyak kisah yang melatari kenyataan mengapa sebuah peristiwa
dapat terjadi. Kisah-kisah dan dongeng-dongengan lama mungkin perlu kita tilik
ulang kembali. Siapa tahu ada Maleficent-Maleficent dan Salawati-Salawati
lainnya yang terselip kepahitan zaman di antara belenggu-belenggu perjuangan.
Malang, sebagai manusia kita cenderung bermain Tuhan. Kita tak dapat
menerima ketakbersalahan seseorang, namun anehnya mengumbar-umbar
ketarbersalahan diri kita sendiri meski telah terbukti kalah.
Selamat berakhir pekan, selamat menunaikan ibadah puasa.
Jangan lupa menggunakan hak pilih anda dengan bijaksana di TPS terdekat tanggal
9 Juli 2014.
Yogyakarta, 5 Juli 2014
Sumber: LouieBuana
0 komentar:
Posting Komentar