Senin, 30 September 2019

Para Tapol dan Anjingnya


Oleh: Andri Setiawan

Kecintaan para tapol Pulau Buru pada anjing peliharaan mereka memicu "perang".

Tapol di Pulau Buru. (visualdocumentationproject.wordpress.com).
“Leo ini besok kita sembelih,” kata seorang tahanan politik (tapol) Pulau Buru kepada kawan-kawannya.
“Oh jangan! Leo ini kalau masuk hutan, di depan ada ular dia cepet. Jangan, jangan Leo!” sergah majikan Leo.
“Hercules kita potong,” usul yang lainnya.
“Jangan Hercules!” seru majikan Hercules.
Keributan pun terjadi. Setiap sebuah nama diajukan, selalu ada yang menolaknya. Leo, Hercules, dan nama-nama itu adalah nama anjing peliharaan para tapol Pulau Buru. Anjing mana yang akan disembelih besok, bisa menjadi topik perdebatan yang panas.
“Jadi setiap kita mau potong anjing, perang!” kata Lukas Tumiso, seorang bekas tapol Pulau Buru yang kini tinggal di Panti Jompo Waluya Sejati Abadi, Jalan Kramat V, Jakarta Pusat.
Lukas Tumiso ditahan di Pulau Buru sejak Agustus 1969 hingga Desember 1979. Laki-laki berusia 79 tahun ini masih bisa bercerita panjang lebar tentang kondisi Pulau Buru saat ia ditahan, tentang kisahnya menyelamatkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer, hingga yang tak kalah menarik, tentang bagaimana para tahanan mendapat asupan daging.

Salah satu sumber daging di kamp adalah dari anjing-anjing yang dipelihara di sana. Sayangnya, setiap anjing tentu saja punya cerita tersendiri bagi pemiliknya.

Ada anjing yang ditemukan dalam keadaan pincang dan dirawat hingga sehat. Ada anjing diberi makan seperti anak sendiri, bahkan mendapat makanan lebih enak dari pemiliknya. Sehingga untuk menyembelih satu ekor anjing saja, mereka harus "perang".
“Akhirnya kita buat arisan. Semua harus setuju arisan. Siapa yang enggak setuju? Kalau enggak, perang!” ujar Tumiso.
Menurut Tumiso, kecintaan mereka terhadap anjing-anjing peliharaannya memang luar biasa. Urusan makanan misalnya, pemilik anjing seringkali mendahulukan anjingnya. Ketika mendapat ikan yang kecil-kecil, para tapol biasanya masih mencari-cari daging ikannya barang cuma secuil. Sedangkan mereka yang punya anjing langsung memberikannya kepada anjing peliharaannya. Bahkan beberapa pemilik mengunyahkan makanan untuk anjingnya agar si anjing menurut.
“Nurutnya setengah mati, pinter, gemuk. Dia lebih cinta anjingnya, dia makan kuahnya aja. Daun singkong yang dihabisin, ikannya buat anjing,” ujar Tumiso.
Sumber daging biasa didapat pula setiap peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Setiap tapol mendapat jatah daging dan bisa memilih daging yang mereka inginkan. Sapi, kambing, atau anjing.

Satu ekor sapi, jelas Tumiso, cukup untuk 32 orang, satu orang biasanya mendapat satu rantang daging. Untuk satu ekor kambing, cukup untuk 12 hingga 16 orang, sama halnya dengan anjing.

Tumiso seringkali memilih antrean paling sedikit agar mendapat daging lebih banyak. Sementara itu, barangkali karena banyak tapol yang menyayangi anjing, antrean daging anjing biasanya paling pendek.
“Kambing ada 17, ah pindah sapi. Sapi, sapi berapa? Anjing? Anjing hanya 11 orang,” kata Tumiso, maka ia pun sering memilih antrean daging anjing.

0 komentar:

Posting Komentar