Penulis:
bpnbmakassar | June 4, 2014
Dengan memilih kehidupan komunitas Tahanan Politik
(TAPOL) PKI di daerah pengasingan mereka di Moncongloe, Sulawesi Selatan, buku
ini berhasil menyingkap bagaimana proses pelabelan Order Baru terhadap mereka
yang dianggap PKI, bagaimana kehidupan mereka di Penjara, kontrol dari
agen-agen negara di sana, lalu berpindah ke Kamp Pengasingan di Moncongloe,
suatu Kamp Pengasingan yang dikontrol oleh Militer.
Kontrol negara Orde Baru belum selesai, setelah para
Tapol keluar dari Kamp Pengasingan dan hidup di tengah masyarakat biasa.
Kontrol militer beralih ke kontrol sosial, dimana memori kolektif masyarakat
setempat yang telah dikuasai negara Orde Baru mengenai pandangan negatif
terhadap Tapol PKI masih sangat kuat.
Dalam hal ini pengarang berhasil menjajaki tidak saja
sejarah keseharian mereka di Pengasingan, tetapi juga berhasil menguak sejarah
mentalitas mereka, menguak bagian-bagian terdalam pengalaman dan pandangan
mereka terhadap pengalaman-pengalaman yang dilalui sebagai kelompok marginal.
Ada makna mendalam yang dapat diambil dari kisah mereka,
Rasa Solidaritas tinggi, komitmen yang kokoh, terpatri dalam diri mengadapi
berbagai kekuatan (Dr. Erwiza Erman, sejarawan LIPI)
Resensi Buku
Kamp Pengasingan Moncongloe sebuah tulisan sejarah
tentang PKI yang ada di Sulawesi Selatan. Buku ini berusaha mengungkap
pengasingan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap orang-orang PKI, yang
menarik dalam buku ini karena ditulis menurut persfektif korban. Dalam sejarah
dikenal dengan sejarah arus bawah, hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber
yang digunakan lebih banyak menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap
korban-korban yang pernah jadi penghuni Kamp
Pengasingan
Moncongloe.
Moncongloe sebuah daerah yang berada di perbatasan Maros
dan Gowa, sekitar 25 Km dari ibukota kabupaten Gowa dan 15 km dari kabupaten
Maros. Penumpasan dan Penangkapan terhadap anggota dan simpatisan PKI pasca
tragedi G30S jumlah Tahanan polItik bertambah secara drastis sehingga sel-sel
tidak mampu menampung Tapol dan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
keperluan Tapol. Kemudian muncul Moncongloe sebagai tempat pembinaan dalam
bentuk pengasingan sehingga Tapol dapat mandiri.
Moncongloe dipilih karena
dianggap aman dan mampu dikontrol oleh militer sebab Moncongloe dikelilingi
markas militer Kodam XIV Hasanuddin.
Tapol yang menghuni Inrehab Moncongloe sebanyak 911 orang
yang terdiri atas 52 Perempuan dan 859 Laki-laki yang berasal dari berbagai
daerah yang berlangsung secara bergelombang mulai 1969 sampai 1971.
250 tapol didatangkan dari penjara Makassar pada tahun
1961 dan menjelang pemilihan umum 1971 Tapol didatangkan dari Majene, Mamasa,
Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, Maros, Palopo, Tana Toraja, Bone, Gowa,
Takalar, Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar. Akan tetapi tidak semua penghuni
Inrehab Moncongloe murni anggota PKI. Sebagian dari mereka hanya karena korban
salah tangkap atau mereka yang di PKI kan.
Selama di Moncongloe Tapol tidak hanya dituntut untuk
memenuhi kehidupannya tapi juga harus mampu berproduksi untuk memenuhi
kebutuhan militer baik kepentingan institusi maupun kepentingan pribadi petugas
Inrehab.
Ada beberapa pola Eksploitasi tenaga Tapol pertama korve
dan konsentrasi Tapol di Kamp Inrehab, Tapol dibagi dalam beberapa regu korve
yang terdiri dari korve penebang pohon, korve gergaji, korve pencari batu,
korve penebang bambu.
Kedua Tapol dikerahkan untuk bekerja pada proyek
pembangunan unit kantor Kodim dan perumahan militer serta rumah pribadi anggota
militer.
Ketiga Tapol bekerja di rumah-rumah anggota Kiwal Kodam
XIV Hasanuddin. Tapol terkadang mengalami eksploitasi berlapis adanya
kepentingan pribadi petugas Inrehab dan kepentingan institusi militer sehingga
untuk memenuhi kebutuhan pribadi Tapol sangat susah.
Eksploitasi sangat dirasakan oleh tapol karena hasil dari
pekerjaan hanya dinikmati oleh petugas Inrehab sehingga resistensi bukanlah hal
baru yang dilakukan oleh Tapol. Bentuk resistensi yang paling sederhana
dilakukan adalah bermalas-malasan bekerja di kebun petugas terutama kebun yang
jaraknya jauh dari lokasi Inrehab sehingga pengawasanpun longgar.
Bentuk resistensi lainnya adalah merusak kebun petugas
secara sembunyi-sembunyi dan melakukan hal-hal yang merugikan petugas Inrehab.
Diwaktu lain politik akomodasi menjadi jalan untuk bertahan dengan jalan
berusaha mendekati petugas secara personal dengan cara memberikan hasil hutan
kepada petugas sehingga terhindar dari perlakuan keras petugas Inrehab.
Pengasingan terhadap Tapol berkahir pada tahun 1979 namun
tidakk berarti persoalan hidup mereka selesai, mereka tetap memilkul berbagai
hukuman kolektif, justru kehidupan mereka lebih berat, karena dikucilkan dalam
pengasingan itu wajar namun dikucilkan ditengah kehidupan sosial akan mengarah
pada depresi dan kehilangan kepercayaan diri. Diperlukan waktu yang cukup lama
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hal itu bukan perkara mudah
apalagi dengan status sebagai eks Tapol yang harus menerima stigmatisasi “tidak
bersih lingkungan” yang dilakukan secara intensif oleh pemerintah Orde Baru.
Pembebasan Tapol hanya merupakan perubahan pengontrolan
Negara terhadap Tapol dari kontrol fisik dalam Kamp Inrehab menjadi kontrol
sosial di lingkungan masyarakat, pemerintah mengeluarkan berbagai ketentuan
yang membatasi dan mengontrol secara efektif ruang gerak eks Tapol. Lebih parah
lagi stigma tidak bersih lingkungan tidak berhenti pada tapol itu saja tapi
menjalar sampai anak dan cucuc mereka hingga melahirkan suatu bentuk
pengasingan baru di tengah lingkungan masyarakat.
Sejarah komunitas Tapol Mongcongloe setidaknya telah
mengantarkan kita pada kedewasaan dalam memahami perkembangan politik setelah
gerakan 30 September 1965 di Sulawesi Selatan. Tapol menjadi tema Sejarah
Indonesia yang penting sebab komunitas tahanan politik bukanlah suatu komunitas
tanpa sejarah, tetapi mereka adalah orang-orang yang membuat sejarah sehingga
perlu ditulis untuk memahami secara utuh perjalanan sejarah sosial negeri ini.
(Sumber: Desantara Foundation)
Penerbit : Desantara Foundation
Sumber: Kemendikbud.Go.Id
0 komentar:
Posting Komentar