Kamis, 18 Agustus 2016

Sosialisasi Hasil International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag, Pemuda Demokrat, GMNI Surabaya dan LAMRI Gelar Halal Bihalal dengan Korban 65/66


Surabaya-Berdasarkan relase yang dikirim ke redaksi mediainfon, Kamis (18/8/2016), Pemuda Demokrat Jawa Timur, Pemuda Demokrat Gresik, Pemuda Demokrat Surabaya, Pemuda Demokrat Pamekasan, DPC GMNI Kota Surabaya, LAMRI dan masyarakat sekitar menggelar diskusi dan halal bihalal dengan para korban 65/66 beserta sosialisasi hasil International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag Belanda di Sekretariat Rumah Baca Marhaen Jl. Pucang Adi, Surabaya pada 15 Agustus yang lalu.

Charis Subarcha, Aktivis GMNI Kota Surabaya yang juga Mahasiswa S2 Chemical Engineering Bandung Institute of Technology menyampaikan pada awalnya diskusi akan diadakan di kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Surabya, akan tetapi batal karena adanya info akan di bubarkan sehingga para panitia memindah acara tersebut. “Acara tersebut akhirnya terlaksana pada hari Senin 15 Agustus 2016 dengan dengan di ikuti oleh beberapa elemen masyarakat dan aktivis berhasil di dilaksanakan di Rumah Baca Marhaen Jl. Pucang Adi, Surabaya” ungkapnya.

Diskusi yang dibuka oleh Ketua Pemuda Demokrat Jawa Timur yaitu Bung Vabianus Hendrik, S.Hum itu di hadiri Nursabani (Mantan Anggota MPR dan Aktivis Perempuan), Gregorius Soeharjo (Mantan Anggota Lekra), dan Latief (Mantan Anggota Pemuda Rakyat), dimana diskusi tersebut selain halal bihalal juga menyikapi Hasil International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag Belanda tentang peristiwa Pelanggaran HAM dan Genosida yang terjadi pada jaman Rezim Orde Baru tidak kunjung jelas nasibnya.

Di dalam relase tersebut di jelaskan bahwa sudah 6 bulan lebih pasca keputusan International People’s Tribunal di Den Haag Belanda tentang peristiwa Pelanggaran HAM dan Genosida yang terjadi pada jaman Rezim Orde Baru tidak kunjung jelas nasibnya. Hal tersebut jelas membuat beberapa korban Pelanggaran HAM dan Genosida merasa kecewa dengan sikap pemerintah, hingga saat ini beberapa bukti terkait kekejaman jaman orde baru tahun 1965/1966 sudah mulai terkuak, di temukannya kuburan massal di daerah purwodadi semakin membuat rasa sedih bagi generasi bangsa, Beberapa penelitian pun mengungkapkan beberapa data menunjukan bahwa banyak korban yang di bunuh menggunakan klewang dan di siksa secara kejam, hal tersebut di sampaikan oleh Gregorius Soeharjo.


Sementara itu dalam relase tersebut diuraikan perjalanannya Nursyabani sebelum mengusulkan sidang rakyat (IPT) di Den Haag Belanda, Sebelumnya terlebih dahulu membentuk tim untuk investigasi tentang tragedi 1965/1966 untuk memperkuat bukti – bukti bahwa adanya pelanggaran HAM dan genosida kompilasi penelitian agar memastikan bahwa adanya unsur unsur pelanggaran HAM dan Genosida yang terjadi pada 1965/1966 yang kira – kira ada 40 peneliti yang menyumbangkan karyanya yang dijadikan sebagai pijakan dalam menyusun surat dakwaan yang nantinya akan di bawa dalam International People’s Tribunal di Den Haag. 

Juga disebutkan, dalam keputusan International People’s Tribunal di Den Haag Belanda, Hakim IPT 1965 membacakan tiga rekomendasi terhadap pemerintah Indonesia dan mendesak hakim agung untuk menindaklanjuti laporan penyelidikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan 1965 dan Komnas HAM, yaitu ; Meminta maaf kepada semua korban, penyintas dan keluarga untuk peran Negara dalam semua tindak kejahatan kemanusiaan yang terkait dengan peristiwa 1965 dan sesudahnya di Indonesia, Melakukan penyidikan dan mengadili semua pelanggaran terhadap kemanusiaan, Memastikan kompensasi dan santunan yang memadai bagi korban dan penyintas. 

Dalam diskusi itu, juga dibahas tentang beberapa langkah yang coba akan dilakukan oleh Nursyabani katjasungkana maupun Timnya yaitu menyerahkan salinan keputusan sidang International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag Belanda kepada pemerintah Indonesia yang dalam hal ini sudah di terimah oleh bapak Teten Masduki, Mendorong pemerintah agar melaksankan hasil sidang International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag Belanda secepatnya, Mencari dukungan dari Negara – Negara lain untuk Mendorong Pemerintah Indonesia agar menindak lanjuti hasil keputusan sidang International People’s Tribunal (IPT 65) di Den Haag Belanda dalam sidang laporan Pemerintah Indonesia yang di bacakan saat sidang di PBB tiap tahunnya atau setiap 3 tahun pada bulan April 2017 mendatang dan Mendorong pemerintah agar melaksanakan hasil symposium tragedi 1965, pendekatan sejarah pada 18 – 19 April 2016 yaitu membentuk komite kepresidenan untuk mengungkap kejahatan 1965/1966.

Charis Subarcha juga menambahkan bahwa pemerintah harus benar – benar serius untuk menyelesaikan kasus ini agar tidak terulang dalam generasi mendatang, selain itu mereka para professor maupun pejabat pemerintah harus obyektif dalam menilai kasus pelanggaran HAM berat dan Genosida yang terjadi selama orde baru berkuasa dan mereka harus menggunakan ilmu pengetahuannya untuk keberpihakan kepada masyarakat luas dan keadilan. “Jangan sampai mereka menuntut ilmu sampai mendapat gelar professor tetapi ilmu mereka digunakan untuk memihak kepentingan kelompok maupun elit dan jangan malah dijadikan untuk menindas masyarakat demi keuntungan pribadi” tandasnya.

“Begitupun jika saya melihat semangat para kakek/nenek (karena umurnya seumuran dengan kakek/nenek saya) ini disiasiakan oleh Negara atau pejabat pemerintahan, karena mereka adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, semangat mereka yang masih menyala demi mewujudkan mimpi untuk menuntuk Negara agar berlaku adil terhadap siapapun perlu diapresiasi dan kita sebagai generasi penerus harus banyak belajar kepada beliau yang walaupun umurnya sudah tidak muda lagi tapi semangat Nasionalismenya masih membara demi untuk mewujudkan amanat revolusi kemerdekaan 1945 yaitu Masyarakat Adil dan Makmur” ujarnya.

http://mediainfonline.com/sosialisasi-hasil-international-peoples-tribunal-ipt-65-di-den-haag-pemuda-demokrat-gmni-surabaya-dan-lamri-gelar-halal-bihalal-dengan-korban-6566/

0 komentar:

Posting Komentar