Rabu, 04 Desember 2019

Komnas HAM Minta Nadiem Masukan Kasus HAM Masa Lalu ke Kurikulum


Kompas.com - 04/12/2019, 19:06 WIB


Komisioner Komas HAM Muhammad Choirul Anam dorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) keluarkan Perppu terkait pemenuhan hak korban kejahatan HAM masa lalu.(KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA)

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mendorong Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memasukkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu ke dalam kurikulum pendidikan. 

"Ada baiknya kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dimasukkan kurikulum, agar orang tahu bahwa dulu kita pernah mengalami nuansa yang gelap," ujar Choirul dalam konferensi pers hasil riset Litbang KOMPAS untuk Komnas HAM, Rabu (4/12/2019).
Pasalnya, riset Litbang KOMPAS untuk Komnas HAM menunjukkan, responden yang berusia kurang kurang dari 22 tahun tidak mengetahui kasus pelanggaran HAM berat masa lalu apa saja yang pernah terjadi di Indonesia.

Mulai dari kasus penculikan aktivis 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti-Semanggi 1998, penembakan misterius (Petrus) 1982-1985, serta peristiwa 1965. Rata-rata, sebanyak 50 persen responden yang berusia kurang dari 22 tahun (Gen Z) menyebut tidak tahu kasus-kasus tersebut
"Banyak juga yang mengatakan belum tuntas. Tapi angkanya di bawah 50 persen. Ketidaktahuan kasus sendiri dan angka belum tuntas atau tuntas itu mengkonfirmasi bahwa kewajiban kita, khususnya Mendikbud harus mensosialisasikan pendidikan HAM," kata Choirul.

Dari hasil riset, sebanyak 49,1 persen responden Gen Z menyatakan tidak tahu soal kasus peristiwa 1965, 39,6 persen menyebut kasus tersebut belum tuntas dan 11,3 persen menyebut sudah tuntas. Kemudian dalam kasus penembakan misterius 1982-1985, sebanyak 58,5 persen Gen Z mengaku tidak tahu kasus tersebut, 37,7 persen menyebut belum tuntas, dan 3,8 persen menyebut sudah tuntas.

Selanjutnya untuk kasus peristiwa Trisakti-Semanggi 1998, sebanyak 49,1 persen responden Gen Z menyebut tidak tahu, 43,4 persen menyebut belum tuntas, dan 7,5 persen menyebut sudah tuntas.

Dalam kasus penculikan aktivis 1997-1998, sebanyak 49,1 persen responden Gen Z menyebut tidak tahu, 47,2 persen menyebut belum tuntas, dan 3,8 persen menyebut sudah tuntas. Sementara dalam kasus kerusuhan Mei 1998, 52,8 persen responden Gen Z tidak tahy, 41,5 persen menyebut belum tuntas, dan 5,7 persen menyebut sudah tuntas. "Jadi jangan hanya pendidikan yang menimbulkan inovasi dan toleran. Tetapi juga pendidikan yang mengetengahkan kebenaran dalam konteks HAM," kata dia.
 
"Kita menjaga agar kegelapan itu tidak terulang kembali. Itu tugasnya Menteri Pendidikan, mulai TK sampai perguruan tinggi, dengan berbagai metodologi agar kasus ini menjadi tidak berulang. Ini tantangan bagi Pak Nadiem Makarim," kata dia.
Diketahui, riset Litbang KOMPAS ini sendiri dilaksanakan pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dan sampling error 2,8 persen. Riset dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan metodologi face to face interview, yakni menggunakan kuesioner dengan durasi wawancara maksimal 60 menit.

0 komentar:

Posting Komentar