Senin, 23 Februari 2015

Acara Korban '65 Dibubarkan Aparat dan Preman

Senin, 23 Februari 2015 | 08:48 WIB 

Tumiso bersama korban pelanggaran HAM tahun 1965/66 lainnya melakukan aksi di pelataran gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, (4/6). Mereka mendesak Komnas HAM untuk menyatakan peristiwa 1965/66 sebagai pelanggaran HAM berat, serta mengumumkan hasil penyelidikannya. ANTARA/Fanny Octavianus

TEMPO.COJakarta - Tindak kekerasan terhadap korban peristiwa 1965 kembali terulang. Kali ini, ratusan preman dan aparat kepolisian membubarkan paksa acara yang digagas Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966 di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Ahad, 22 Februari 2015.

Kepala Biro Pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma menuturkan peristiwa itu terjadi saat YPKP menggelar acara sosialisasi Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. "Sekaligus temu korban '65 Sumatera," katanya saat dihubungi, Senin, 23 Februari 2015.

Acara itu awalnya akan diselenggarakan di pendopo kantor Bupati Padang Pariaman. Namun, beberapa aparat kepolisian dan tentara menekan Bupati Ali Mukhni agar menolak rencana itu. Karena itu, YPKP harus mencari lokasi lain.

Kemudian panitia sepakat menggelar acara tersebut di rumah salah seorang anggota YKPP di Bukittinggi. Feri hadir dalam acara tersebut bersama Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai, Ketua Komisi Nasional Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dan tokoh wanita, Nursyahbani Katjasungkana.

Feri mengatakan, sekitar pukul 10.00 WIB, tiba-tiba ratusan preman menggeruduk lokasi penyelenggaraan acara itu. "Mereka dimobilisasi aparat," katanya. Kelompok preman tersebut memaksa masuk ke rumah untuk membubarkan acara.

Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Namun, kata Feri, polisi sudah jelas membiarkan tindak kekerasan tersebut terjadi. "Mereka hanya diam saat melihat lansia didorong-dorong dan diinjak," katanya.

Feri mengatakan Kontras akan mendatangi Markas Besar Kepolisian RI untuk mengadukan insiden ini. Feri melanjutkan, seharusnya aparat kepolisian dan tentara melindungi masyarakat, dan bukan mendukung premanisme.

SYAILENDRA
 
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/23/078644513/acara-korban-65-dibubarkan-aparat-dan-preman

0 komentar:

Posting Komentar