Rabu, 11 Februari 2015

Delapan Tahapan Genosida

11 February 2005

Genosida berarti suatu tindakan yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian bangsa, etnis, ras atau kelompok kepercayaan. Genosida adalah suatu proses yang terdiri dari delapan tahap. Tahapan- tahapan ini terjadi berurutan dan dapat diprediksikan sebelumnya.
Penggolongan atau klasifikasi : dalam suatu masyarakat yang majemuk, sering terjadi suatu pembedaan antara “kita” dan “mereka”. Perbedaan itu didasari oleh suku, ras, agama, golongan serta ideologi. Penggolongan Dayak dan Madura, Islam dan Kristen, Pribumi dan non- pribumi merupakan tahap awal genosida yang bisa dicegah dengan adanya suatu lembaga, kegiatan ataupun cara pandang yang mampu mengolah dan memfasilitasi perbedaan itu menjadi suatu hal yang positif. Dalam hal perbedaan suku, lembaga agama bisa memfasilitasi perbedaan itu. Dan dalam hal perbedaan agama, negaralah yang mampu memfasilitasinya, walau bukan menjadi satu- satunya pihak yang berperan.
Simbolisasi : kita memberi nama atau simbol tertentu untuk perbedaan itu. Banyak julukan- julukan yang ada di masyarakat seperti “cina” untuk warga keturunan ras Tionghoa, julukan “kaum salibis” untuk menggambarkan warga Kristen, “ekstrimis”, “komunis”. “fundamentalis” dan sebutan- sebutan lainnya untuk membedakan antar kelompok dan menerapkan julukan itu kepada setiap anggota kelompok. Simbolisasi adalah suatu hal yang lumrah dan tidak selalu berbuntut genosida, kecuali jika meningkat ke tahap berikutnya, dehumanisasi. Simbolisasi akan berpeluang besar meningkat ke tahap berikutnya jika bercampur dengan kebencian. Simbolisasi dapat dicegah misalnya dengan melarang secara resmi simbol- simbol kebencian, atau melarang kampanye- kampanye kebencian yang sering terjadi di masyarakat saat ini. Simbol swastika Nazi misalnya, menjadi simbol yang dilarang untuk dipergunakan.
Dehumanisasi : artinya kurang lebih “menurunkan derajat kemanusiaan”, “tidak menghargai kemanusiaan seseorang” atau “meniadakan hak pada seseorang”. Suatu kelompok mengingkari kemanusiaan kelompok lainnya, menganggapnya bukan manusia, sehingga meniadakan rasa berdosa dalam pembunuhan terhadap kelompok itu. Pada tahap ini propaganda- propaganda melalui media massa, selebaran atau sarana- sarana umum lainnya digunakan untuk menyebarkan kebencian terhadap kelompok lain. Guna mencegah tahap ini berkembang, haruslah dibedakan antara kampanye- kampanye kebencian dengan kebebasan mengutarakan pendapat. Kampanye kebencian bukanlah demokrasi, sehingga media massa yang menyebarkan kebencian harus ditutup, dan propaganda kebencian haruslah dilarang. Kejahatan dan kekejaman karena kebencian haruslah segera dihukum.
Pengorganisasian : Genosida selalu terorganisir, biasanya oleh negara, terkadang dilakukan oleh kelompok informal seperti milisi dan pasukan sipil atau oleh teroris. Pengorganisasian tercermin dari adanya pelatihan, pembekalan senjata dan perencanaan genosida. Dalam kasus Armenia dan Nazi, suatu pasukan khusus dibentuk untuk melakukan genosida. Untuk mencegah tahap ini berkembang, kelompok informal seperti milisi bersenjata haruslah dilarang keberadaannya. Perserikatan Bangsa- Bangsa harus mengusahakan agar penjualan senjata ke negara- negara yang terlibat genosida tidak terjadi.

Polarisasi/pemecahbelahan
: kelompok ekstrimis menyiarkan propaganda- propaganda yang bersifat memecah belah, hukum atau peraturan sering digunakan. Misalnya melarang perkawinan campur atau interaksi sosial antar kelompok yang berbeda. Kaum moderat, yang tidak ingin terlibat dalam situasi kebencian menjadi sasaran intimidasi dan pembungkaman. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberi perlindungan serta dukungan terhadap golongan moderat atau organisasi kemanusiaan. Jika sampai kelompok ekstrimis melakukan kudeta, hendaknya dikenai sanksi internasional.
Persiapan : pada tahap ini terjadi pengidentifikasian dan penyortiran terhadap korban, daftar- daftar korban dibuat dan disebarkan. Anggota dari kelompok korban dipaksa untuk mengenakan atribut tertentu. Korban- korban ini lalu dikelompokkan dan dikirim ke kamp- kamp konsentrasi atau dibuang ke daerah yang minus sehingga menderita kelaparan dan kekurangan kebutuhan hidup. Pada tahap ini, peringatan bahaya Genosida harus segera dibuat dan ditindaklanjuti, baik oleh PBB maupun badan- badan Internasional lainnya. Pengorganisasian kelompok humanitarian juga merupakan hal yang penting untuk membantu para korban dalam hal asistensi, advokasi, kampanye dll. Sebelum pembantaian simpatisan PKI tahun 1965 terjadi, daftar anggota- anggota PKI disebarkan oleh CIA dan daftar ini dipakai oleh angkatan darat guna melikuidasi PKI. Sedangkan contoh bagaimana korban dikirim ke daerah minus adalah ketika orang- orang keturunan Armenia dipaksa mengungsi ke daerah gurun oleh pemerintahan Turki.
Pembasmian : suatu pembunuhan massal yang disebut Genosida dimulai, seringkali secara legal (contoh pembantaian Nazi oleh Yahudi dan pembantaian orang Armenia oleh pemerintahan Turki). Disebut pembasmian karena bagi para pembasmi, hal ini mirip tindakan membasmi hama atau binatang, dimana korban tidak lagi dihargai eksistensi kemanusiaannya. Jika pembunuhan disponsori oleh negara, Angkatan Bersenjata yang bertindak melakukan hal ini dibantu oleh milisi sipil bersenjata. Walaupun tidak terlibat langsung, jika negara gagal melindungi warga negaranya dari ancaman genosida dan pembunuhan massal yang dilakukan oleh kelompok lain, maka negarapun harus bertanggung jawab atas kegagalannya ini. Oleh karena itu sangatlah penting peran negara dalam mencegah perkembangan tahap genosida sedini mungkin. Terkadang genosida disusul tindakan balasan oleh kelompok yang dirugikan, sehingga mengakibatkan lingkaran kekerasan berlanjut. Dalam mengatasi pembasmian, diperlukan suatu kekuatan militer bersenjata yang bertugas mencegah berlanjutnya kekerasan. Suatu daerah bebas yang bisa menampung pengungsi perlu diadakan dan dilindungi oleh suatu pasukan internasional. Campur tangan internasional mendesak dalam hal ini.
Penyangkalan : selalu menyusul setelah terjadinya genosida. Penyangkalan ini merupakan indikasi bahwa genosida akan berlanjut. Pelaku genosida akan berusaha menghilangkan bukti- bukti misalnya dengan pembakaran jenazah, atau intimidasi dan ancaman terhadap para saksi. Pada genosida yang terencana rapi, biasanya penghilangan bukti ini sudah menjadi satu paket dalam kegiatan pembasmian, misalnya setelah korban- korban dihabisi, tubuh mereka lalu dikremasi atau dikuburkan di suatu tempat khusus yang sulit ditemukan. Para pelaku menyangkal keterlibatan mereka, dan sering justru menyalahkan para korban atas apa yang terjadi. Mereka mempersulit proses penegakan hukum dan terus berkuasa sampai mereka diturunkan paksa dan menjadi pelarian. Mereka tetap saja susah untuk diadili seperti apa yang terjadi pada Pol Pot atau Idi Amin, kecuali mereka tertangkap dan diadili. Pengadilan seperti yang terjadi terhadap pelaku di Yugoslavia atau Rwanda mugnkin saja tidak berhasil menyeret seluruh pelaku, namun dengan kemauan politik, beberapa dari mereka bisa diadili dan menjadi contoh agar di masa depan kejadian serupa tidak terulang kembali.
Disadur dari tulisan Dr. Gregory H. Stanton, Presiden Genocide Watch
Informasi lebih lanjut mengenai Genosida bisa dilihat di www.genocidewatch.org 

0 komentar:

Posting Komentar