Rabu, 29 April 2015

Hari-Hari Terakhir Menjelang Eksekusi Mati Henk Sneevliet

Bonnie Triyana | 29 Apr 2015, 00:10

Ditangkap karena sebuah penghianatan. Menyanyikan lagu Internasionale dan membubuhkan kalimat “Berani Karena Benar” pada surat wasiatnya.


Iring-iringan mobil jenazah yang membawa jasad Henk Sneevliet dan ketujuh rekannya pada upacara pemakaman kembali mereka, 10 November 1945 di Amsterdam.Henk dan tujuh rekannya dikubur di Pemakaman Driehuis. Foto: Dokumentasi Keluarga Henk Sneevliet.

PADA 10 Mei 1940, Nazi menyerang dan menduduki Belanda. Keluarga kerajaan dan pemerintah Belanda mengungsi ke London, Inggris. Di sana pula mereka menjalankan roda pemerintahannya. Di Belanda, Nazi berkolaborasi dengan Nationaal-Socialistische Beweging (NSB, Gerakan Nasional Sosialistis) pimpinan Anton Mussert.

Kekerasan merebak di mana-mana. Pada 11 Februari 1941 sejumlah buruh di Amsterdam menyerang sekelompok Nazi. Satu orang Nazi tewas dalam serangan itu. Tak lama berselang, polisi Nazi menyerang seorang pemilik cafe warga Yahudi di Amsterdam.

Aksi kekerasan itu diikuti dengan penangkapan sekira 400 warga Yahudi Belanda yang kemudian dibawa ke kamp konsentrasi Buchenwald, Jerman, menyusul 3000 buruh galangan kapal yang telah terlebih ditahan pada akhir 1940. Henk Sneevliet cum suis tak tinggal diam.

Dua bulan setelah pendudukan Nazi di Belanda, Sneevliet, Ab Menist dan Willem Dolleman mendirikan Marx Lenin Luxemburg Front (MLL Front). Organisasi bawah tanah bagian dari Revolutionaire Sociaal Arbeider Partij (RSAP), partai bentukan Sneevliet. MLL Front bertugas menggalang kekuatan antifasis untuk melawan Nazi yang semakin gencar mempropaganda kebencian terhadap Yahudi.

Mereka bekerja klandestin, menggalang solidaritas anti fasisme. Sneevliet cum suis menyokong aksi demonstrasi pelajar Belanda menentang pendudukan Nazi di Belanda. MLL Front juga berhasil mengorganisasi mogok buruh galangan kapal di Amsterdam Utara pada 17 Februari 1941. Bahkan pemogokan buruh menentang Nazi semakin meluas sampai ke Belgia.

Pihak Nazi mengendus aksi Sneevliet dan sejak saat itu dia serta kawan-kawannya jadi buruan SD (Sicherheitsdienst, Dinas Rahasia Nazi). Menurut Max Perthus dalam Henk Sneevliet: Revolutionair-Socialist in Europaen Azie terciumnya jejak persembunyian Sneevliet bermula dari pengkhianatan salah seorang kawannya.

Satu per satu pemimpin MLL Front dibekuk: Jan Edel, Jan Koeslag, Abraham Menist, Willem Dolleman, Jan Schriefer, R. Witteveen dan K. Barten berhasil diringkus polisi Nazi. Mereka ditahan di Amsterdam kemudian dibawa ke kamp konsentrasi di Amersfoort.

Tapi perburuan para agen rahasia Nazi belum berhenti sebelum mereka menemukan Henk Sneevliet. Henk dan istrinya, Mien Draaijer, sempat bersembunyi di Vught, kota kecil 93 kilometer di selatan Amsterdam. Pada 3 Maret 1941 Henk memutuskan untuk meninggalkan Vught menuju Roosendal lewat Tillburg. Sebelum berangkat, dia meninggalkan alamat tujuan pada beberapa koleganya di Vught.

Selang beberapa jam setelah kepergian Henk dan Mien, agen rahasia Nazi datang ke Vught. Mereka mendatangi keluarga Henk dan menanyakan keberadaanya. Ada beberapa kolega Henk yang memiliki haluan politik berbeda dengan Henk. Merekalah yang justru membocorkan informasi ke arah mana Henk dan Mien pergi.

Tak menunggu lama, mereka langsung memburu Henk ke Roosendaal. Setelah berjam-jam melakukan pencarian intensif, agen SD mendapatkan kabar kalau Henk dan Mien bersembunyi di sebuah rumah di Bergen op Zoom, 15 kilometer ke arah barat daya Roosendal.

Tepat pukul 3 pagi, 6 Maret 1941, agen rahasia Nazi menggerebek rumah persembunyian mereka berdua. Mereka ditangkap dan kemudian dibawa ke penjara di Amstelveen. “Ini perjalanan terakhir saya,” bisik Henk kepada istrinya.

Sejumlah proses persidangan digelar terhadap Henk dan tujuh pemimpin MLL Front lainnya. Pada persidangannya, Henk dan rekannya menyatakan siap menerima hukuman apapun yang bakal dijatuhkan kepadanya. Namun dia meminta kepada hakim agar istrinya dan juga istri pemimpin MLL Front lainnya dibebaskan dari segala tuduhan.
“Tapi persidangan itu palsu belaka, Mien dan yang lain tetap dikirim ke kamp konsentrasi di Ravensbruck,” kata Bart Santen, cucu tiri Henk Sneevliet yang diwawancarai Historia di Amsterdam.   
Sementara itu Henk dan kawan-kawannya dibawa ke kamp konsentrasi di Amersfoort. Setelah melalui proses persidangan, hakim pengadilan Nazi menjatuhan hukuman mati kepada Henk Sneevliet dan tujuh aktivis MLL Front. Mereka sempat mengajukan grasi namun ditolak. Hukuman mati tak bisa dihentikan.

Menjelang eksekusi matinya, pagi hari 13 April 1942, Sneevliet mengajukan permohonan agar ditembak mati secara bergandengan tangan dengan tujuh kawannya. Tapi permohonan itu ditolak. Kemudian Sneevliet memohon agar dia ditembak terakhir karena dialah pemimpin dari kelompok itu dan meminta agar mata mereka tak ditutup. Permohonan ini dikabulkan.

Sebagaimana keterangan P. Pluyter, saksi detik-detik eksekusi mati terhadap Sneevliet cs,  menuturkan satu jam sebelum eksekusi mati, Sneevliet dan kawan-kawannya menyanyikan lagu “Internasionale” dengan semangat menyala-nyala.
“Dramatis...Sungguh melodi dan syair yang luar biasa. Saya telah menonton konser berkali-kali tapi tak pernah saya mendengar lagu yang dinyanyikan dengan penuh penghayatan seperti itu,” kata Pluyter dikutip dari buku Max Perthus. 
Tepat pukul 09:20 pagi, tembakan pertama meletus, memecah keheningan pagi di Leusderheide, Amersfoort. Nyawa Sneevliet dan ketujuh kawannya melesat pergi meninggalkan jasad mereka yang lunglai.

Sebelum mati, Sneevliet sempat meninggalkan surat untuk Mien Draaijer, istrinya dan anak-mantunya, Bep dan Sal Santen. “Jangan bersedih,” kata Henk kepada istrinya. 
Kepada Bep dan Sal Santen, Sneevliet menulis “Anakku, tentu saja aku masih berharap bisa melanjutkan cita-citaku di kehidupan ini. Tapi itu takkan pernah terjadi lagi,” tulis Sneevliet.
Untuk terakhir kalinya, dia membubuhkan judul pada kedua surat itu dalam bahasa Indonesia: “Berani Karena Benar.”
Sumber: Historia.Id 

0 komentar:

Posting Komentar