https://narsulin.wordpress.com/2015/04/08/hos-tjokroaminoto-islam-dan-sosialisme/
Abstrak: HOS. Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan Indonesia awal abad ke-20, pada tahun 1912 HOS Tjokroaminoto mendirikan sebuah organisasi Sarekat Islam yang memiliki ribuan massa. HOS Tjokroaminoto merupakan guru dan teman diskusi dari beberapa tokoh diantaranya Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso dan Kartosoewirjo dan karena itulah HOS. Tjokroami-noto juga disebut sebagai guru para pendiri bangsa. Pemikiran HOS Tjokro-aminoto yang terkenal adalah tentang Islam dan sosialisme. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Kata Kunci: HOS Tjokroaminoto, Sosialisme, Islam
Untuk menuntut awal perkembangan pemikiran HOS. Tjokroaminoto dalam gelanggang perjuangan kiranya tidak terlepas dengan timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan. Disamping itu keberadaan umat Islam pada zamannya juga melatarbelakangi semangat berbuat dan beramal untuk bangsa dan negaranya, dan khususnya guna membawa keberadaan Islam kepada citra yang sesuai dengan ajaran sucinya.
Pada bulan November 1924 HOS. Tjokroaminoto menulis buku “Islam dan Sosialisme” buku ini menjadi perhatian utama khususnya bagi kaum muslimin Indonesia. Menurut beliau “Sosialisme” berasal dari bahasa latin –socius- dalam bahasa Belanda –makker- dalam bahasa Melayu –teman- dalam bahasa Jawa –konco- dan dalam bahasa Arab –sahabat atau asyrat-.
Sejarah Sosialisme
Pada permulaan abad 19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat sangat menyedihkan. Kemajuan industri secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial yang sangat merugikan kaum buruh, seperti upah yang rendah, jam kerja yang panjang, tenaga wanita dan anak-anak yang disalah gunakan sebagai tenaga murah, keadaan pabrik yang membahayakan dan mengganggu kesehatan (Budiardjo, 1999: 77-78)
Sosialisme sebagai kekuatan besar baru lahir dalam revolusi industri yang muncul dalam gerakan protes. Sebagai filsafat politik, ia timbul dengan melepaskan diri dari sistem ekonomi kapitalisme yang mendukung kredo liberalisme. Kapitalisme abad 19 adalah ekploitasi kasar dan persaingan tanpa batas. Ketidakpuasan dan pergolakan sosial yang ditimbulkan tercermin dalam mazhab sosialisme utopis dan Marxism. Awal kemunculan sosialisme abad ke 19 dinamakan sosialisme utopis yaitu sosialisme yang didasarkan pandangan kemanusiaan (humanitarianisme) dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut faham ini bercita-cita menciptakan masyarakat sosialis dengan jalan damai tanpa kekerasan atau revolusi (Azhar, 1997:56)
Kapitalisme berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industri pada abad 18 di mana dengan revolusi industri produksi barang dilakukan dengan mudah dan murah. Akibatnya terjadi akumulasi modal pada pihak tertentu sehingga memungkinkan pengembangan industri lebih lanjut. Perkembangan kapitalisme menciptakan polarisasi masyarakat yakni golongan majikan dan buruh, atau golongan borjuis dan proletar. Keadaan ini menggugah hati setiap orang seperti Robert Owen di Inggris (1771-1858), Saint Simon (1760-1825), Fourier (1772-1837) di Perancis untuk memperbaikinya. Mereka terdorong oleh rasa kemanusiaan, akan tetapi tanpa disertai tindakan dan konsepsi yang nyata mengenai tujuan dan strategi dalam memperbaiki sehingga teori-teori mereka dikenal dengan angan-angan belaka. Karena itu mereka disebut sosialisme utopi (Utopi: dunia khayal) (Budiardjo, 1999: 78).
Karl Marx banyak mengecam keadaan ekonomi dan sosial di sekelilingnya, ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki secara tambal sulam tetapi dengan cara yang radikal melalui pendobrakan sendi-sendinya. Untuk itu ia menyusun teori sosial yang didasari hukum-hukum ilmiah yang dapat dilaksanakan. Untuk membedakan ajarannya dengan Sosialisme Utopis, maka ajaranya dinamakan sosialisme ilmiah (Scientific Socialisme). Sosialisme Ilmiah (Socialism Scientific) merupakan pemikiran yang melawanan segala bentuk utopia idealistik atau bentuk perlawanan terhadap idealisme positif.
Pemahaman Marx terhadap ketimpangan sosial berubah setelah ia menyaksikan revolusi Inggris dan Perancis yang menghantarkannya pada kesimpulan bahwa perubahan mesti dilakukan dengan cara kekerasan (revolusi). Sehingga ada pembagian Marx muda (Marx before was a marxist) periode dimana ia masih berumur 20 tahun sampai pergi ke Jerman (1841-1846) Marx masih dikenal sebagai seorang filosuf yang terpengaruh Hegel yang mengandalkan akal dan budi dalam membangun kesadaran manusia. Idealisme Hegel mempengaruhi Marx hingga ia sadar bahwa ide tersebut tidak hanya membangun kesadaran tetapi untuk merubah keadaan. Marx sejak 1848 tidak hanya berfilsafat saja tetapi mengkritisi Hegel (Malik, 2001: 51).
Marx tua bersifat praktis mengatakan bahwa kesadaran yang merubah realitas. Arah perhatian Marx adalah penindasan, ekploitasi dan borjuis. Pemikiran Marx muncul sebagai akibat krisis sosial yang disebabkan revolusi industri Marx melihat kemelaratan dan keserakahan di masyarakat. Ia melihat nasib pekerja yang nestapa kontras dengan gaya hidup pemilik modal yang mewah. Dalam menyusun perkembangan masyarakat ia tertarik pada pendapat George Hegel (1770-1831) filsuf Jerman mengenai dialektik. Dialiektika adalah seni berdebat menurut aturan tertentu, Marx membalik dialektika Hegel dari yang bersifat subjektif menjadi objektif Filsafat Hegel dimanfaatkan Marx tidak untuk menjadi filosuf tetapi merubah masyarakat secara radikal. Katanya: semua filsafat hanya menganalisa masyarakat, tetapi masalahnya adalah merubahnya.
Hegel adalah seorang guru besar pada universitas Berlin sebagai tokoh mazhab idealisme. Ia berusaha menangkap kebenaran (truth), ia berpendapat apa yang dianggap oleh manusia sebagai kebenaran itu hanya sebagian saja dari kebenaran. Kebenaran hanya dapat ditangkap manusia dengan akal pikiran dialektik (proses dari tesis, antitesis sampai sintensis, kemudian ia mulai lagi dari permulaan dan begitu seterusnya) sampai kebenaran yang sempurna tertangkap. Kebenaran yang menyeluruh dinamakan ide mutlak (Absolute Idea) bila tertangkap maka berakhir dialektis.
Dialektik berkembang terus menerus berubah, gagasan satu sama lain mempuyai hubungan. Marx tertarik dengan gagasan Hegel yang mengandung kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Inilah yang diperlukan untuk menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial ia merumuskan materealisme dialektis (dealectical materialism) kemudian konsep tersebut digunakan untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakanya materialisme historis (historical materialism). Atas dasar terakhir sampai pada kesimpulan dunia kapitalis ilmiah akan mengalami revolusi (revolusi proletar) yang menghancurkan sendi-sendi masyarakat dan meratakan jalan bagi terbentuknya masyarakat komunis.
Sejarah pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat sebagai proses evolusi sosial (one way evolution) yang menceritakan harta kepemilikan menuju sosialisme. Ada empat tahap kemasyarakatan yang dikonsepsikan Marx Pertama, tahap kebudayaan primitif (primitive culture) yaitu ketika kebudayaan manusia dimulai dari berburu dan bercocok tanam sebatas memenuhi kebutuhan keluarga. Kedua, tahap feodalisme fase ini adalah kelanjutan dari budaya primitif pada tahap ini sumber daya alam mulai terbatas dan populasi meningkat. Ketiga, tahap kapitalisme sebagai kelanjutan dari feodalisme seorang buruh dengan pemilik tanah saling bertentangan. Keempat, tahap masyarakat sosialisme dan kapitalisme sebagai puncak konflik fase sebelumnya.
Masyarakat yang dicita-citakan oleh ideologi komunis adalah masyarakat tanpa kelas dan sama rata. Untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan itu, hampir semua faktor produksi dikuasai oleh negara dan pemilikan kekayaan oleh individu sangat dibatasi. Dalam pandangan komunis proses tranformasi sosial menuju masyarakat komunis dilakukan melalui revolusi dengan kekerasan. Mengapa demikian, karena ideologi kelas yang berkuasa (borjuis) menganggap bahwa sistem ekonomi yang berjalan adalah paling adil dan efisien. Mereka berusaha mempertahankan sistem yang berjalan yang berarti mempertahankan penguasaan faktor-faktor produksi di tangan mereka. Karena itulah peralihan faktor produksi dari tangan perseorangan untuk kemudian ditempatkan di bawah penguasaan negara harus dilakukan melalui sebuah revolusi (kekerasan).
Segala masyarakat yang ada sekarang ini merupakan pertentangan kelas “ Manifesto Komunis” bahkan pertentangan antara kapitalis dan proletar sudah jelas. Pertentangan itu mengakibatkan konflik dengan tujuan perubahan. Marxisme adalah ilmu sejarah yang terdiri dari konsep-konsep yang baru yang memberi kemungkinan mempelajari sejarah secara ilmiah. Sedang dulu hanya menjadi ideologi atau filsafat sejarah. Inti sejarah oleh Marx dinyatakan dalam komunis. Sejarah manusia adalah perang kelas yang dipromotori oleh kaum buruh untuk merebut hak sebagai manusia yang bermartabat. Marx dan Engel mengarahkan sejarah secara ilmiah sebagai ekspresi gerakan kaum buruh menghapus kelas. Ilmu sejarah ini sesudah Marx disebut materialisme historis. Pengahancuran negara dan borjuis menjadi agenda yang tidak terlewatkan dalam rangka menciptakan negara komunis.
Teorinya sejarah Marx mencoba meramalkan nasib manusia. Revolusi proletar tentang masyarakat tanpa kelas adalah konsekuensi logis yang niscaya dari kontradiksi yang terkandung dalam sistem ekonomi kapitalis. Kaum sosialis meyakini terjadinya revolusi sebagai mana Hegel yang menganggap sejarah selalu berkembang yang akan menumbangkan keserakahan kapitalisme (Aiken, 2002:232).
Sosialisme menghendaki campur tangan pemerintah yang luas mungkin dalam bidang ekonomi dan penguasaan bersama dari alat produksi sampai bidang yang sekecil-kecilnya (kolektivisme) Komunisme merupakan salah satu bentuk sosialisme sebagai sosialisme revolusioner yang menghendaki perubahan secara radikal berbeda dengan sosialisme evolusioner yang melakukan perubahan dengan cara damai.
Beberapa karakter yang dibawa ideologi komunis adalah atheisme. Agama dianggap sebagai kebuntuan berfikir manusia. Agama dipandang membawa kekolotan sehingga menghambat kemajuan. Komunisme membawa dogma berlebihan menolak demokrasi, hak asasi individu yang ada adalah hak kolektif (komunal). Karena itu pemilikan perseorang dibatasi dan hampir semua dikuasai Negara.
Biografi HOS. Tjokroaminoto
HOS. Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh pergerakan Indonesia awal abad ke-20. Tokoh yang lekat dengan Islam dan sosialis ini lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1882 dan meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Tjokroaminoto terlahir dari keluarga yang berada dan terpandang dimana dari garis ayah merupakan keuru-nan seorang kiai yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Sementara sang Ibu masih keturunan bangsawan Keraton Surakarta. Semenjak kecil sudah di didik tentang agama Islam dari keluarganya. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokrone-goro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo, sedangkan ayahnya R.M Tjokroamiseno adalah wedana kleca Madiun (Tashadi dkk, 1993: 65). Sejak memasuki dunia pendidikan, ketajaman pikirannya sudah tampak dimana beliau tidak senang ketika melihat hal-hal yang tidak sesuai dengan jalan pikirannya. Sikapnya yang keras dan berbeda dengan anak-anak sebayanya sehingga beliau saat itu digolongkan anak yang nakal.
Menurut Gonggong (1985: 6) pada masa kecilnya Tjokroaminoto memang nakal dan bandel, tetapi dia berbeda dengan anak-anak priyai nakal lainnya. Dia anak nakal yang cerdas dan dia anak bandel yang cekatan dalam berfikir. Sebagai anak bandel tentu dia harus menanggung resiko kebandelannya. Dia harus pindah dari satu sekolah ke sekolah yang lain karena ia sering dikeluarkan dari sekolahnya.
Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada 1902. Pemikiran-pemikiranya terus berkembang seiring dengan pengetahuan yang dimiliki didorong dengan keadaan yang terjadi dalam masyarakat saat itu. Ketajaman pikirannya dapat dilihat pada ketrampilan-nya dalam bidang karang mengarang sehingga berbagai surat kabar mulai memuat karyanya. Sejak saat itu pemikiran-pemikirannya bisa diutarakan dalam persurat kabaran. Perhatian pikirannya lebih mengarah pada soal-soal masyarakat dan kerakyatan. Pemikirannya tampak dalam usahanya membongkar kerusakan-kerusakan di dalam masyarakat kemudian memperbaikinya. Terlahir dari keluarga yang terhormat dan masih keturunan bangsawan namun title keningratan yang disandangnya tidak ia pakai (Tashadi dkk, 1993: 66). Tjokroaminoto merasa bahwa ia sama dengan rakyat lainnya. Dalam benaknya bahwa ketika manusia terlahir dari keluarga apapun ya tetap manusia biasa, seharusnya tidak ada sekat-sekat yang membatasi dalam masyarakat.
Tjokroaminoto kemudian menikahi Soeharsikin yang merupakan anak dari Patih Mangoensoemo yang saat itu menjadi wakil bupati Ponorogo. Kelembutan dan budi pekerti Soeharsikin meluluhkan sifat Tjokroaminoto yang keras dan berapi-api. Sikap keras dan menentang terhadap apa yang tidak sejalan dengan pemikirannya dan membuat Tjokroaminoto meninggalkan rumah sekali-gus istrinya. Perbedaan pandangan antara beliau dan mertuanya yang melatar belakangi beliau pergi. Setelah dirasa sudah cukup menyendiri kemudian beliau mengambil istrinya kembali. Kesetiaan Soeharsikin dan dukungan moral serta kekuatan dan keteguhan hati dalam mendukung penuh keinginan suaminya dalam memperjuangkan rakyat telah memberikan kekuatan batin yang luar biasa bagi Tjokroaminoto.
Pasangan suami istri ini kemudian menetap di Surabaya. Semenjak itu Soeharsikin membuka internaat sekaligus sebagai induk semang. Dari sini kemudian memunculkan tokoh-tokoh seperti Soekarno, Moeso, Kartowisastro, Abikoesno, dan banyak lagi lainnya (Tashadi dkk, 1993: 68). Mengingat pondokan yang satu rumah, sehingga sangat saling memberi pengaruh dan mempengaruhi satu sama lain. Rumah inilah yang menjadi tempat dalam membangun ideologi kerakyatan, demokrasi, sosialisme, dan anti-imperialisme. Sehingga wajar jika banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dari rumah HOS. Tjokroaminoto dan Soeharsikin.
Dalam berbagai kesempatan di kegiatan Sarekat Islam Tjokroaminoto sering mengajak Soekarno dan Abikoesno Tjokrosujoso adik beliau sendiri. Cita-cita Tjokroaminoto bukanlah cita-cita peribadi melainkan cita-cita seluruh rakyat yang senantiasa dihidupkan dengan pengorbanan lahir batin. Beliau berhasil membangun pengertian bahwa cita-cita hidup menuju kemerdekaan harus disertai pengorbanan lahir batin.
Dalam kehidupan rumah tangga, isterinya bertindak sebagai kompas bagi suaminya. Soeharsikin menyadari bahwa suaminya adalah seorang pemimpin yang waktu, tenaga, dan pikirannya dibutuhkan sekali dalam perjuangan. Kesadaran isteri tercinta inilah yang membuat HOS. Tjokroaminoto merasa tidak ada suatu ganjalan dan tidak ada lagi kabut yang menggelapi perjuangannya.
Menurut HOS. Tjokroaminoto, suasana rumah tangga sebagai dasar ukuran untuk melangkah lebih jauh menata kehidupan rakyat dan sebagai landasan perjuanggannya, karena itu kekuatan semangat perjuangan HOS.
Menurut HOS. Tjokroaminoto, suasana rumah tangga sebagai dasar ukuran untuk melangkah lebih jauh menata kehidupan rakyat dan sebagai landasan perjuanggannya, karena itu kekuatan semangat perjuangan HOS.
Tjokroaminoto dipengaruhi oleh suasan tenang, tentram dan saling pengertian antar suami dan isteri. Keberhasilan perjuangan HOS. Tjokroaminoto tidak terlepas dari dukungan dan dorongan lahir batin dari isterinya. Ketidak sesuaian dari pihak saudara-saudaranya yang lain yang tidak sepaham dengan tujuan dan cita-cita almarhum beserta cara-cara yang dilakukan dijadikan cambuk yang lebih kuat untuk memupuk semangatnya agar apa yang diangan-angankan dalam pikirannya tercapai cita-cita mulia tidaklah mulus, tetapi kadang-kadang menghadapi batu ujian yang ditemuinya (Tashadi, 1993: 72)
Islam sangat mempengaruhi alam pikiran dan tindakan Tjokroaminoto, dimana Islam sebagai pedoman dan dikombinasikan dengan sosialisme. Sosialisme Islam menurut Tjokro adalah sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang berdasar kepada azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman nabi Muhammad SAW. Pemikiran ideologi yang kuat mengenai Islam, sosialisme, ideologi kerakyatan dari Tjokroaminoto dengan segala cita-cita mulianya terhadap bangsa ini telah dilanjutkan oleh Soekarno dan kawan-kawan sepondokannya.
Pengertian Sosialisme menurut HOS. Tjokroaminoto
Perkataan “sosialisme” asalnja dari perkataan bahasa latin “socius” jang artinya dalam bahasa Belanda “makker” dalam bahasa Indonesia “teman-sahabat” dalam bahasa Djawa “kantja” dan dalam bahasa arab “sahabat atau asjrat. Djadi didalam faham “sosialisme” adalah berakar tjita-tjita jang nikmat, jaitu tjita-tjita: het kameraadschappelijke (de kameraadschap) pertemanan-persahabatan, musaha-bah atau mu’asjarah, kekantjan (Tjokroaminoto, 1963: 9)
Sosialisme mengutamakan faham “pertemanan” atau “persahabatan” sebagai unsur pengikat didalam pergaulan masjarakat. Djadi faham sosialisme itu bertentangan sama sekali dengan faham Individualisme, jang hanya mengutamakan kepentingan Individu (kepentingan diri sendiri). Sosialisme menghendaki tjara hidup satu buat semua, dan semua buat satu, jaitu suatu tjara hidup jang memperlihatkan kepada kita, bahwa kita sekalian memikul pertanggung djawab atas perbuatan kita bersama, satu sama lain. Sedang Individualisme mengutamakan faham tiap-tiap orang buat dirinja sendiri (Tjokroaminoto 1963: 9).
Dalam menuangkan buah pikirannya tentang sosialisme, HOS. Tjokroami-noto banyak membaca tulisan pengarang-pengarang bangsa barat, terutama sekali karangan Prof. Quack (bangsa Belanda). Dari dalam kitab itu dikenal dengan kaum sosialis dari segala abad dan belajar mengenal dengan aturan-aturan (stelsel) yang dibuatnya. Berdasar penelaah beliau tentang pengertian sosialisme ternyata besar perbedaannya antara satu dengan lainnya (Tashadi, 1993: 103).
Meskipun pergerakan-pergerakan sosialistis zaman dahulu itu, pertama kali timbulnja adalah disebabkan karena kerusakan masjarakat pada tiap-tiap zaman jang bersangkutan, bukan sadja benih pergerakan tersebut mendapat siraman dari tjita-tjita hikmah (wijsgeerige idealen), tetapi terutama sekali mendapat siraman djuga dari perasaan-perasaan keagamaan jang mendalam (Tjokroaminoto, 1963: 9).
Untuk memudahkan orang memahami dan membedakan antara “sosialisme” dan “komunisme” maka berdasar pendapat umum bahwa komunisme itu satu nama penghimpun (verzamelnaam) dan “sosialisme itu nama macam (soortnaam).
HOS. Tjokroamonoto mengatakan bahwa “komunisme” itu ialah segala peraturan (stelsel) yang menyerang, sifatnya kepunyaan seseorang dan buat mengganti dia hendaknya dilakukan semacam aturan communion bonorum, yaitu barang-barang itu hendak dimiliki bersama. Angan-angan atau pikiran communion komunisme dan pengaturan communion (memiliki, mempunyai bersama), itulah yang menjadi ukuran bagi rupa-rupa baginya komunis. Adapun sosialisme ialah satu bagian dari komunisme, sosialisme atau kolektivisme menurut pengertian ini ialah tiap-tiap peraturan tentang urusan harta benda (economisch stelsel).
Untuk mendapatkan pengertian yang benar tentang ketetapan arti kata tersebut Tjokroaminoto memperingatkan adanya dua perkara yaitu sebagai berikut. jikalau kita menyebutkan sosilaisme itu satu peraturan tentang urusan harta benda (economisch stelsel). Maka tidaklah kita maksudkan bahwa sosialisme itu juga tidak mempelajari ajaran-ajaran dan falsafah. Sebaliknya tiap-tiap macam sosialisme adalah berdasar kepada azas-azas falsafah atau azas-azas agama, sedang sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam itu bukannya sosialisme yang lain, melainkan sosialisme yang berdasar azas-azas Islam belaka. Sosialisme yang kita tuju bermaksud mencari keselamatan dunia dan juga keselamatan akhirat (Tashadi, 1993: 105-106).
Islam dan Sosialisme
Dalam perjalanan Sarekat Islam (SI) timbul sebuah pertentangan diantara pendukung paham Islam dan Marx. Debat yang seru terjadi antara H. Agus Salim-Abdul Muis di satu pihak dengan Semaun-Tan Malaka dilain pihak, tatkala tahun 1921 golongan kiri dalam tubuh SI dapat disingkirkan yang kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR). SI dan SR berusaha untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup berhasil.
Keadaan didalam tubuh SI demikian yang menyebabkan pemimpin SI, HOS. Tjokroaminoto mengadakan studi banding ajaran Islam dan Marxisme. Bukunya terbit pada tahun 1924 berjudul Islam dan Sosialisme (Poesponegoro, 2010: 345). Berdasarkan realita diatas ini sedikit mempunyai andil penyebab HOS Tjokroaminoto membuat sebuah pemikiran tentang sosialisme dan Islam yang berbeda jauh dengan ideologi marxisme.
Sosialisme haruslah berdasar atau bersama-sama dengan kepertjajaan agama, kalau perbuatan dan fikiran manusia tidak terpimpin atau tidak diamat-amati oleh kepertjajaan Agama, maka sosialisme akan tersesat membawa kerusakan kepada manusia. Sosialisme hanjalah bisa mendjadi sempurna, apabila tiap-tiap manusia tidak hidup hanja untuk dirinja sendiri sadja sebagai binatang atau burung, tetapi hidup untuk keperluan masjarakat bersama, karena segala apa sadja jang ada hanjalah berasal atau didjadikan oleh satu kekuatan atau satu kekuasaan, ialah Allah jang Maha Kuasa (Tjokroaminoto, 1963: 71-72).
Sosialisme bisa mendjadi sempurna, apabila tudjuan hidup dari tiap-tiap manusia tidak hanja untuk mengedjar keperluan dan kesenangan biasa, ialah keperluan dan kesenangan jang ada didalam dunia ini, tetapi tiap-tiap manusia hendaklah djuga mengedjar tudjuan hidup yang lebih tinggi, seperti jang diperintahkan oleh Tuhan di dalam Qur’an (Surat Adz-Dzariat LI-56) jang maksudja kurang lebih begini: kami tidak mendjadikan djin dan manusia, melainkan untuk mengenal dan berbakti kepada kami (Tjokroaminoto, 1963: 72).
Dalam dunia jang hanja dikuasai oleh akal dan materialism sadja, segala keradjinan dan kepandaian itu tak boleh tidak hanja untuk keperluan “si kuat” guna menindas “si lemah”. Hanja Agama sadjalah, hanja kemajuan rochman sadjalah, jang mampu membawa manusia kepada tjita-tjita yang mulia dan memperlengkapi manusia untuk hidup, tidak sadja dalam dunia jang kasar dan berobah-robah serta gampang rusak ini, tetapi terutama sekali untuk hidup didalam dunia jang baka dan kekal. Hanja agama sadjalah jang mampu menggerakkan manusia untuk mengusahakan segala kekuatan rochani dan kekuatan budi pekerti jang terkandung didalamnya, untuk memperlengkapinja buat menudju kehidupan jang lebih mulia itu.
Sosialisme Islam menurut HOS. Tjokroaminoto adalah sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang berdasar kepada azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa Eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Azaz penting menurut Tjokro mengapa Nabi Muhammad gigih memper-juangkan Sosialisme Islam karena Islam mengajarkan sebesar-besarnya keselama-tan hendaknya menjadi bahagiannya sebanyak-banyaknya manusia, dan keperlu-annya seseorang hendaknya bertakluk kepada keperluannya orang banyak. Termasuk pencapaian rahmatan lil alamien yang menjadi misi kerosulan Nabi Muhammad adalah ingin meletakkan semangat keadilan dan kemanusiaan yang meniscayakan hadirnya sistem yang mensejahterakan.
Oleh karena itu HOS. Tjokroaminoto meperkenalkan apa itu “Keder-mawanan cara Islam” yaitu menciptakan peri-keadaan sosialisme peri-keadaan sama rata sama rasa, segenap manusia harus menurut Islam tentang zakat dan sedekah. Nabi Muhamad SAW memerintahkan kita untuk berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat sosialis. Sedang AL-Quran berulang-ulang menyatakan bahwa memberi sedekah itu bukannya kebijakan, tetapi bersifat satu kewajiban yang tidak boleh dilalaikan (Sahrasad. 2000: 6).
Sabda Nabi Muhamad SAW tentang aturan pemberian sedakah atau zakat menunjukan sifat sosialis. Sabda tersebut seperti “ memberi sedekah adalah satu wajib bagi kaum. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin”, dan “siapakah yang sangat dikasihi oleh tuhan? Yaitu barang siapa yang mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi mahluk tuhan”. Zakat diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerimnya. Kedelapan golongan tersebut diantaranya: fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Gharim, Sabilillah, dan Musafir.
Tjokroaminoto memandang bahwa ada tiga hal perintah tentang kederma-wanan dalam Islam, yang ketiganya ini masing-masing mempunyai dasar sosialis:
1. Akan membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan diri sendiri
2. Akan membagi kekayakan sama rata di dalam dunia Islam, dengan lantaran menjadikan pemberian zakat sebagai salah satu rukun Islam.
3. Akan menuntun perasaan orang, supaya tidak menganggap kemiskinan itu satu kehinaan, tetapi menganggap kemiskinan itu lebih baik daripada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata: “kemiskinan itu menjadikan besar hati saya” (Al Fakir Fakhri).
2. Akan membagi kekayakan sama rata di dalam dunia Islam, dengan lantaran menjadikan pemberian zakat sebagai salah satu rukun Islam.
3. Akan menuntun perasaan orang, supaya tidak menganggap kemiskinan itu satu kehinaan, tetapi menganggap kemiskinan itu lebih baik daripada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata: “kemiskinan itu menjadikan besar hati saya” (Al Fakir Fakhri).
Bagi HOS. Tjokroaminoto, Islam adalah sesuatu yang harus di perjuangkan dan di persatukan, sebagai dasar kebangsaan yang hendak di proses menuju Indonesia. Tipikal HOS. Tjokroaminoto identik dengan AI-Afghani yang juga merupakan tokoh politik Pan-Islamisme (kebangkitan Islam). HOS. Tjokroaminoto dan Afghani juga sama-sama mengalami kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting keduanya bukan pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting karena menggulirkan momentum perubahan pemikiran dalam Islam. Keduanya juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik Islam.
Pemikiran HOS. Tjokroaminoto dengan Karl Marx tentang sosialisme memiliki sebuah perbedaan dimana Karl Marx mengatakan bahwa “agama itu ialah kebingungan otak, yang dibuat-buat oleh manusia akan meringankan hidup yang sukar ini . . . agama ini dikatakan sebagai candunya rakyat”. Sedangkan HOS. Tjokroaminoto secara tegas mengatakan “sebagai orang yang berTuhan, yakin bahwa segala sesuatu itu asalnya dari Allah, oleh Allah dan kembali kepada Allah”. HOS. Tjokroaminoto menambahkan bahwa bagi orang Islam tidak ada sosialisme yang lebih mulia kecuali sosialisme yang berdasarkan Islam saja (Tashadi, 1993: 115-116).
Kesulitan Pengaplikasian Sosialisme ke dalam suatu Negara
Memerintah sesuatu Negara besar menurut garis-garis sosialistis tiadalah akan bisa selamat dan sempurna, apabila segenap rakjat dalam Negara tersebut tidak diperlengkapi lebih dahulu untuk keperluan tersebut dan andai kata walaupun sudah diperlengkapi lebih dahulu untuk keperluan tersebut, pun djalanja pemerintahan masih akan berdjalan tidak mudah begitu sadja.
Mendjalankan sosialisme dalam sesuatu masjarakat jang sama sekali belum matang deradjatnja, akan berarti merusak Negara dan masjarakatnja. Bukanja rakjat akan mendjadi merdeka, tetapi dlaam keadaan jang demikian itu nistjaja segala usaha, tjita-tjita dan kekajaan masing-masing orang akan bertambah tertindas oleh karenanja. Dan akibatnja perikemanusiaan akan mendjadi rusak adanja (Tjokroaminoto, 1963: 83).
Sesuatu Negara jang rakjatnja terdiri daripada orang-orang jang tidak beradab, tidak mempunjai keutamaan batin dan tidak mempunjai dasar kesutjian, tetapi penuh dengan nafsu ingin menipu, dan penuh dengan keinginan jang kasar, baik orang jang kajanja, maupun orang jang miskinnja, maka Negara jang demikian itu selama-lamanja tidak akan menjadi Negara yang baik dan sempurna, walaupun diatur dengan setjara sosialistis sekalipun.
Di zaman sekarang ini, kaum aristokrat (bangsawan) dan kaum kapitalis, ataupun kaum kromo dan kaum miskin (proletar) tiadalah bersiap akan membangunkan suatu Negara sosialistis jang sebenar-benarnja. Tiap-tiap orang hanja mementingkan dirinja sendiri. Inilah lumrahnja jang sekarang mendjadi sembojan hidup bagi kebanjakan orang, sedang kalau terus menerus demikian, nistjaja anak tjutju mereka akan bertambah-tambah mendarah daging sifat loba dan ketamaannja (Tjokroaminoto, 1963: 84-86).
Sosialisme akan dapat berkuasa memerintah segenap dunia, apabila pergerakan Pan Islamisme dapat menjampaikan maksudnja. Saat jang demikian itu akan datang, apabila Islam dapat memulihkan kembali kekuatan dan kekuasaannja jang pernah dimilikinja pada zaman dahulu itu. Sosialisme jang sedjati memerlukan budi pekerti jang utama dan membutuhkan pula adanja ikatan persatuan lahir batin jang kokoh, bagaikan mata rantai besi jang meghubungkan dan mempersatukan segenap rakjat jang tidak bisa terdapat dimana-manapun djuga ikatan jang kokoh kuat sematjam itu, melainkan hanja bisa terdapat dalam Islam belaka (Tjokroaminoto, 1963: 87).
Daftar Rujukan
Aiken, H. 2002. Abad Ideologi Terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Bentang.
Azhar, M. 1997. Filsafat Politik (Perbedaan antara Barat dengan Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Budiardjo, M. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gonggong, A. 1985. HOS. Tjokroaminoto. Jakarta: Depdikbud Proyek Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
Poesponegoro, M. D. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V-Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
Tashadi dkk. 1993. Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Tjokroaminoto, HOS. 2000. Sosialisme di dalam Islam. Dalam Sahrasad, H (Ed.), Islam, Sosialisme dan Komunisme. Jakarta: Madani
Tjokroaminoto, O.S. 1963. Islam dan Sosialisme. Djakarta: Lembaga Penggali Dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia Endang dan Pemuda.
Zainuddin, M. 2001. Agama Rakyat Agama Penguasa (Konstruksi Tentang Realitas Agama dan Demokrasi). Yogyakarta: Galang Press.
Azhar, M. 1997. Filsafat Politik (Perbedaan antara Barat dengan Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Budiardjo, M. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gonggong, A. 1985. HOS. Tjokroaminoto. Jakarta: Depdikbud Proyek Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
Poesponegoro, M. D. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V-Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
Tashadi dkk. 1993. Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Tjokroaminoto, HOS. 2000. Sosialisme di dalam Islam. Dalam Sahrasad, H (Ed.), Islam, Sosialisme dan Komunisme. Jakarta: Madani
Tjokroaminoto, O.S. 1963. Islam dan Sosialisme. Djakarta: Lembaga Penggali Dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia Endang dan Pemuda.
Zainuddin, M. 2001. Agama Rakyat Agama Penguasa (Konstruksi Tentang Realitas Agama dan Demokrasi). Yogyakarta: Galang Press.
0 komentar:
Posting Komentar