Rabu, 01 Juli 2015

Memanfaatkan 1965 sebagai Tema Frankfurt Book Fair 2015

Rizky Sekar Afrisia & Vega Probo, CNN Indonesia | Rabu, 01/07/2015 17:31 WIB

Ilustrasi buku. (Pixabay/perronjeremie)

Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang Frankfurt Book Fair 2015, komite nasional digempur kritik. Salah satunya tentang penajaman tema. Sejak awal, panitia sudah memutuskan mengusung "17.000 Islands of Imagination" sebagai tema besar. Namun belakangan, tema 1965 jadi lebih mengemuka.

Berbagai protes muncul, salah satunya dari AS Laksana. Dalam catatan di Facebook-nya yang berjudul Frankfurt Book Fair dan Perdagangan Orang ia menulis, "Alih-alih memperkenalkan keberagaman tema karya sastra Indonesia atau mempromosikan imajinasi dari '17.000 pulau', panitia Indonesia justru menyempitkan imajinasi dan menyelewengkannya ke peristiwa 1965 sebagai tema utama bayangan."

Dihubungi CNN Indonesia, Selasa (30/6) Sulak--sapaan akrab AS Laksana-- mengatakan, penguatan tema itu didukung pemberitaan yang tidak akurat. Dua penulis yang 'diunggulkan' karena bukunya berlatar peristiwa 1965, Leila Chudori (Pulang) dan Laksmi Pamuntjak (Amba) dianggap tidak mewakili tema keseluruhan.


Apalagi keduanya mendapat sorotan langsung dari media Jerman. Situs DW berbahasa Indonesia pernah menulis, yang kebanyakan memaksa Indonesia berhadapan dengan sejarah gelapnya adalah penulis perempuan. Yang dimaksud tentu Laksmi dan Leila.

"Tapi pemberitaan itu tidak akurat. Dan kesalahan panitia adalah membiarkan," katanya. Berita itu menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. "Berita yang tidak akurat datang dari sumber yang tidak akurat. Jangan-jangan itu disengaja?" Sulak bertanya retoris.

Goenawan Mohamad sebagai ketua komite pelaksanaan Frankfurt Book Fair menjelaskan saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (1/7) tema 1965 bukan sengaja dipromosikan lebih dibanding tema lain. Kebetulan saja, publik Jerman menyoroti itu karena lebih suka.

"Orang Jerman memang lagi senang tema itu," kata Goenawan. Film Joshua Oppenheimer, sutradara pembuat The Act of Killing dan The Look of Silence sedang diputar di Jerman. Salah satu penulis juga baru meluncurkan buku tentang kekejaman terhadap pendukung Partai Komunis Indonesia.

Tema itu sedang hangat. Belum lagi, 2015 merupakan peringatan ke-50 peristiwa 1965.

Namun Goenawan menegaskan, tema yang dihadirkan Indonesia tak melulu tentang 1965. Ia menambahkan, tema muslim pun ikut diusung demi menampilkan keutuhan keberagaman Indonesia. "Menteri Agama juga akan hadir. Publik sana berpendapat tema Islam pun menarik. Nanti ada dua pengarang yang akan bicara soal Islam."

Goenawan juga sempat menerangkan di Facebook, wartawan Jerman pernah bertanya apakah tema utama sastra Indonesia sekarang adalah menengok kembali sejarah yang dibungkam.


Saat itu, menurut pengakuan Goenawan dalam tulisannya ia menjawab, "Ada 40 ribu buku terbit tahun lalu di Indonesia, rasanya tak bisa dikatakan ada satu tema pokok."

Sulak bisa paham jika minat publik Jerman terhadap karya-karya bertema 1965 itu tinggi. Menurutnya, itu justru bisa dijadikan kesempatan. "Manfaatkan saja sekalian, dengan memperkenalkan karya-karya terbaik yang sudah pernah menggarap tema itu sejak sekian tahun lalu," tuturnya. Sehingga, tema itu lebih ditampilkan secara representatif dan komperehensif. 

Linda Christanty pada Facebook-nya dalam tulisan berjudul Frankfurt Book Fair 2015 dan Kebohongan tentang Kepeloporan Dua Penulis Perempuan Indonesia pernah menyebutkan karya-karya berlatar 1965. Di antaranya: September yang ditulis Noorca M. Massardi, Sri Sumarah dan Bawuk oleh Umar Kayam, juga Blues Merbabu dan 65 oleh Bre Redana.

Karya mereka itu bisa mewakili tema 1965 secara lebih menyeluruh.

Tapi jika Indonesia hanya menampilkan tema 1965 ansih, Sulak merasa itu bisa dilakukan tanpa menjadi tamu kehormatan. Indonesia memang dikenal karena peristiwa itu, ujarnya. "Tapi sebagai tamu kehormatan, kita butuh hal lain untuk dipromosikan. Ini kan hajatnya negara."

Sejauh ini, menurut daftar penulis yang diterima CNN Indonesia, selain Laksmi dan Leila, masih banyak pula nama lain seperti Andrea Hirata, Asma Nadia, Ika Natassa, NH Dini, Tere Liye, sampai animator Wahyu Aditya.
(rsa/vga) 

Sumber: CNN Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar