26 Juni 2015 09:22
"Peristiwa 1965, Sebuah Tragedi kemanusiaan dalam Sejarah Bangsa"
Ketika kita berbicara mengenai peristiwa 65, maka yang
terbayang dalam benak kita adalah peristiwa ‘pemberontakan PKI’ pada tanggal 30
September 1965 atau dikenal dengan Gerakan 30 September (G30 S/PKI).
Sejarah yang ditulis orde baru tentang peristiwa 65 ini
adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) saat itu akan melakukan kudeta terhadap
kepemimpinan Soekarno dan berencana menjadikan Indonesia menjadi negara
komunis. Kudeta yang akan dilakukan PKI saat itu memakan korban 7 orang jendral
di kalangan angkatan darat di Jakarta dan dua orang di Yogyakarta.
Pembunuhan sadis dan kejam terhadap para jendral
tersebut, serta kepahlawanan Soeharto dalam mengatasi situasi yang ‘genting’
saat itulah yang ditonjolkan oleh film G30S PKI karya sutradara besar Arifin C
Noer. Setiap tanggal 30 September kita diwajibkan menonton film itu sehingga
tanpa tersadar kita didoktrin oleh pemerintahan orde baru yang dipimpin
Soeharto atas peristiwa yang terjadi tahun 1965 tersebut.
Kita tidak pernah tahu bahwa sesungguhnya peristiwa 65
tidak hanya menimbulkan korban dari kalangan Angkatan Darat (AD) tapi juga
ribuan rakyat sipil yang tidak tahu menahu mengenai peristiwa tersebut karena
dianggap terkait dengan PKI.
Mereka yang haknya dirampas, dianiaya, dilecehkan,
diperkosa, di buang, diasingkan, di anggap bukan manusia, dan berbagai macam
perlakuan yang dapat disebut sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM).
Pengakuan Sarwo Edhi (mantan komandan RPKAD) yang
bertanggungjawab atas operasi pembasmian orang-orang yang dianggap terlibat
dalam ‘kudeta’ 1965, tercatat sekitar 3 juta orang yang telah di’lenyapkan’nya.
Jumlah ini belum termasuk yang ditahan di berbagai penjara di daerah-daerah
Beberapa lembaga korban peristiwa 1965 seperti Lembaga
Penelitian Korban Peristiwa 65 (LPKP ’65), Paguyuban Korban Orde Baru (Pakorba)
atau Yayasan Penelitian Korban Peristiwa 1965 (YPKP 65) mencoba melakukan
penyusuran kembali data orang-orang yang ditangkap, ditahan, dianggap hilang
dan dibunuh. Namun sampai saat ini belum ada angka pasti berapa jumlah korban
peristiwa 1965 dari kalangan rakyat sipil yang dianggap terkait dengan PKI.
Peristiwa 65 merupakan peristiwa besar dalam sejarah Indonesia. Begitu banyak
pertanyaan yang timbul berkaitan dengan peristiwa tersebut.
Terdapat banyak skenario peristiwa yang dipaparkan oleh
berbagai pihak yang menjadi saksi dan korban pada tahun 1965. Pemerintah orde
barupun mengeluarkan sebuah buku berjudul “Gerakan 30 September, Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia,” sebagai dokumen resmi yang menjelaskan
latarbelakang, aksi dan penumpasannya. Dokumen yang dikeluarkan oleh
Sekretariat Negara Republik Indonesia tahun 1994, berhasil memberikan pemahaman
pada generasi muda terutama yang lahir setelah 1965, bahwa peristiwa 1965
semata-mata peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Pada jaman Soekarno berkuasa, PKI merupakan partai yang
memiliki massa yang besar. Terutama berhasil mendapat posisi dalam empat besar
pada pemilu 1955.
Apalagi terdapat kebijakan Soekarno dengan politik
Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) sebagai upaya mempersatukan bangsa
Indonesia yang saat itu terbagi dalam tiga kekuatan yaitu kaum nasionalis,
agamais dan komunis. Politik nasakom memberi ruang bagi ketiga kekuatan
tersebut untuk saling mengembangkan diri dan menyatukan ideolgi dalam
wadah-wadah partai politik. Ketiga kekuatan inilah yang mendukung ide-ide dan
perjuangan Soekarno untuk melanggengkan kekuasaannya selama bertahun-tahun.
Di dalam perkembangannya, ide dan perjuangan Soekarno
banyak didukung oleh kaum komunis dan sosialis, terutama dengan konsep
marhaenisme, yang dekat dengan ide sosialis dan komunis. Soekarno sebagai
pendukung utama ekonomi kerakyatan dapat dijawab dengan keberadaan PKI.
Tahun 1960-an Soekarno mengambil kebijakan anti nekolim
(anti neo kolonialisasi, liberalisme dan imperalisme), yang artinya
ketergantungan ekonomi kepada negara-negara blok barat diputuskan. Indonesia
pun mulai melirik ke blok-blok timur. Soekarno membentuk hubungan poros
Jakarta-Peking-Moscow. Negara-negara timur yang sosialis dan komunis. Akibatnya
ajaran sosialis, komunis, marxis, dibebaskan.
Bukannya salah untuk mempelajari semua ideologis yang
ada, namun cita-cita luhur Soekarno yang ingin mempersatukan Indonesia dengan
semua ideologinya tidak mungkin ketika ideologi itu saling bertentangan.
Kalangan agama menuduh kalangan komunis tidak bertuhan, lalu kalangan komunis
menuduh kalangan nasionalis pro dengan liberalisme dalam hal ini Amerika dan
Inggris.
Ketika ‘perang’ ideologis saling tarik menarik dikalangan
masyarakat Indonesia saat itu, pihak-pihak yang memang menghendaki kekuasaan
Soekarno diakhiri karena dianggap sesudah terlalu lama berkuasa, mencoba
memanfaatkan situasi tersebut.
Peristiwa 1965 merupakan puncak dari segala pertentangan
ideologis tersebut. Skenario-skenario politik berbagai pihak dimainkan dalam
sandiwara perang ‘Bharatayudha’, sebuah perang saudara dalam pewayangan Jawa.
Yang timbul kemudian adalah korban dari rakyat sipil yang tidak mengetahui sama
sekali skenario-skenario politik yang tengah dimainkan. Para rakyat hanyalah
menjadi wayang, yang siap di’korbankan’ oleh dalangnya. Intinya, peristiwa 30
september 1965 merupakan trigger factor bagi operasi paling efektif pembasmian
sebuah ideologi.
Namun uraian diatas hanyalah sebagian cukilan kecil dari
penelitian, riset dan kajian yang telah banyak dilakukan untuk mengurai
skenario peristiwa 30 September1965. Beberapa hasil dan teori bahkan telah
diuraikan dalam buku-buku dapat dibagi dalam 6 teori yaitu :
1. Skenario yang disetujui oleh pemerintah orde baru
bahwa pelaku utama G 30 S adalah PKI dan Biro Khusus, dengan memperalat unsur
ABRI untuk merebut kekuasaan dan menciptakan masyarakat komunis di Indonesia.
2. Skenario kedua yakni G 30 S merupakan persoalan
internal AD, yang merupakan kudeta yang dirancang mantan presiden, Soeharto
3. Sedangkan untuk skenario ketiga bahwa CIA-lah yang
bertanggungjawab dengan menggunakan koneksi di kalangan AD bertujuan
menggulingkan Soekarno dan mencegah Indonesia menjadi basis komunisme
4. Skenario yang dibuat oleh Inggris dan Amerika
bertujuan menggulingkan Soekarno
5. Merupakan skenario yang paling kontroversial dengan
menempatkan Soekarno sebagai dalang dari G 30 S untuk melenyapkan pemimpin
oposisi dari kalangan AD
6. Teori chaos, gabungan dari nekolim, pemimpin PKI yang
keblinger dan oknum ABRI yang tidak benar
Teori atau skenario apapun yang dijalankan saat itu oleh
pihak-pihak yang masih dianggap misterius, dikarenakan belum adanya kesepakatan
untuk menunjuk satu pihak yang bertanggungjawab dalam peristiwa 1965, peristiwa
tersebut telah menorehkan luka yang sangat dalam bagi sebagian besar warga
Indonesia. Sekitar 500.000 juta jiwa telah menjadi korban, tewas dibunuh hanya
karena diduga menjadi kader, simpatisan atau anggota PKI. Tragedi ini juga
telah mengakibatkan penderitaan bagi 700.000 orang rakyat Indonesia termasuk
keluarganya.
September tanggal 30, memang sudah lewat, namun ada yang
perlu dicermati ketika memasuki bulan Oktober. Tanggal 1 Oktober yang disebut
sebagai hari Kesaktian Pancasila, ternyata masih dirayakan dengan upacara di
kawasan Lubang Buaya. Upacara tersebut ditujukan untuk memperingati ‘kesaktian’
dari Pancasila, sebagai lambang negara yang menurut sejarah Orde Baru akan
digantikan oleh Palu Arit sebagai lambang komunis.
Singkatnya, para komunis yang waktu itu tergabung dalam
Partai Komunis Indonesia berencana mengkudeta pemerintahan Soekarno dan
mengkomuniskan Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan dalam benak saya, “apakah masih
perlu kita memperingati hari tersebut berdasarkan penulisan sejarah yang
dilakukan orde baru yang penuh rekayasa?”
Sementara penulisan sejarah akan selalu bersikap
subjektif karena ditulis oleh pihak yang berkuasa. Memang benar ketika peristiwa
1965 beberapa jendral angkatan darat terbunuh.
Memang benar telah terjadi korban dalam peristiwa
tersebut, dan korbannya tidak hanya dari golongan agama atau nasionalis tapi
juga komunis. Semua pihak merupakan korban. Lalu apa yang harus dikritisi
kembali?
Yang harusnya dikritisi yaitu pandangan-pandangan yang
masih saja menganggap peristiwa 1965, terbunuhnya para jendral dan
korban-korban lain dari non komunis dikarenakan golongan komunis ingin
berkuasa.
Tidak ada dokumen yang pasti yang menunjukkan komunislah
dalam hal ini PKI yang bertanggungjawab atas semua. Bahwa kemudian yang terjadi
adalah pembantaian dan penangkapan para anggota, simpatisan ataupun orang yang
dekat dengan PKI, bukanlah suatu tindakan yang dapat dibenarkan.
Peristiwa 1965 merupakan peristiwa yang masih mengundang
banyak pertanyaan bagi semua orang. Dan kenyataannya tidak ada satu dokumenpun
yang dapat ditunjukkan oleh pemerintahan orde baru mengenai peristiwa tersebut
sebagai upaya kudeta oleh PKI ataupun usaha penggantian Pancasila sebagai
lambang negara.
Karena bukti yang baru didapatkan bahwa pada dalam sidang
penentuan Pancasila tahun…. sebagai simbol negara, justru dari PKI lah yang
memiliki suara terbanyak dan mendukung Pancasila. Golongan agama justru ingin
memberlakukan syarikat islam dan mengganti lambang Pancasila dengan simbol
islam.
Jadi, ketika dikatakan PKI sebagai anti Tuhan, kita harus
mulai kritis dengan membedakan komunisme sebagai ideologi dengan marxisme atau
leninisme karena sebagai ide atas penghapusan sistem kelas dalam masyarakat,
semuanya berbeda. Orde barulah yang menjadikan semua ideologi diatas sebagai
larangan, yang artinya sama dengan anti agama
Maaf sebelumnya pabila tulisan saya tidak berkenan di
hati saudara sebangsa dan setanah air......
0 komentar:
Posting Komentar