Kamis, 11 Juni 2015 | 19:01 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi Kamisan hari ini, Kamis
(11/6/2015), merupakan aksi ke-400 sejak dilakukan pertama kali pada 18
Januari 2007 silam. Dalam aksi hari ini, para peserta aksi terus
menuntut Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Kami yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan berharap Bapak Presiden Joko Widodo untuk segera mengeluarkan Keppres Pembentukaan Pengadilan HAM Ad Hoc," kata Presidium JSKK, Sumarsih, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Selain itu, mereka juga menuntut Presiden Jokowi segera memerintahkan Jaksa Agung segera menindaklanjuti semua berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Selain itu, Sumarsih menyebut pembentukan komitmen gabungan yang telah menyepakati penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui rekonsiliasi belum memiliki dasar hukum. Untuk itu, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui yudisial, yakni pengadilan HAM Ad Hoc.
"Walaupun kami tidak menutup kemungkinan kasus-kasus tersebut diselesaikan dengan mekanisme non-yudisial, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mengingat sesungguhnya kedua mekanisme penuntasan kasus tersebut bersifat komplementer," kata Sumarsih.
Dalam aksi tersebut juga terdapat karangan bunga untuk Presiden Indonesia Joko Widodo yang bertuliskan "Turut Berbahagia". Hal ini dilakukan karena aksi kali ini bertepatan dengan penikahan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dengan Selvi Ananda di Solo, Jawa Tengah.
"Kami yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan berharap Bapak Presiden Joko Widodo untuk segera mengeluarkan Keppres Pembentukaan Pengadilan HAM Ad Hoc," kata Presidium JSKK, Sumarsih, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Selain itu, mereka juga menuntut Presiden Jokowi segera memerintahkan Jaksa Agung segera menindaklanjuti semua berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Selain itu, Sumarsih menyebut pembentukan komitmen gabungan yang telah menyepakati penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui rekonsiliasi belum memiliki dasar hukum. Untuk itu, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui yudisial, yakni pengadilan HAM Ad Hoc.
"Walaupun kami tidak menutup kemungkinan kasus-kasus tersebut diselesaikan dengan mekanisme non-yudisial, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mengingat sesungguhnya kedua mekanisme penuntasan kasus tersebut bersifat komplementer," kata Sumarsih.
Dalam aksi tersebut juga terdapat karangan bunga untuk Presiden Indonesia Joko Widodo yang bertuliskan "Turut Berbahagia". Hal ini dilakukan karena aksi kali ini bertepatan dengan penikahan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dengan Selvi Ananda di Solo, Jawa Tengah.
Penulis | : Kahfi Dirga Cahya |
Editor | : Bayu Galih |
0 komentar:
Posting Komentar