24 Juni
2015 07:05
TUDINGAN bahawa anggota PKI [pasti] bersalah, hingga detik
ini masih santer. Meski tak “sekejam” era Soeharto, tapi masih ada. Ketakutan
akan ideology yang di negara asalnya sudah mengecil pengaruhnya ini, masih
begitu kuat.
Lalu apa yang salah belajar komunis? Apakah kita masih
"terprogram" bahwa komunis [selalu] identik dengan congkel mata,
potong kemaluan, lagu "genjer-genjer" jadi lagu pembunuhan [kasihan
Bing Slamet, stigma ini membuat lagu ini tak pemah/boleh dinyanyikan di
sembarang tempat].
Penulis ingat, ketika SD, diwajibkan menonton film G 30
S/PKI [judul yang saat itu, sudah membuatku aneh --penjelasan lebih lanjut di
alinea selanjutnya]. Kami yang masih 'bau kencur' diminta mencerna sebuah
"kilas balik" kebohongan yang terorganisir. Jijiknya, itu harus
diulangi setiap tahun --sampai sekitar 3 tahunan. Selanjutnya, propaganda itu
diulang lagi di TVRI, bertahun-tahun.
Sayangnya, sejak kecil penulis tidak pernah merasa film itu
adalah kebenaran. Buat penulis, film itu hanya hiburan semata, sama seperti
kita menonton Harry Potter misalnya [masih mending nonton Harry Potter malah].
Tulisan ini hanya sebagian kecil sejarah yang digelapkan.
Mungkin tidak akan mengubah apapun, tapi mungkin bisa sedikit melengkapi puzzle sejarah
yang terberai.
___
Suatu hari, penulis remaja [sudah masuk SMP] ngobrol dengan
bapak. Kegelisahan bertahun-tahun itu coba penulis tanyakan ke bapak. Apa
komunis itu pak? Sederhananya begini: Komunis itu berasal dari makna Komunal,
yang artinya kebersamaan. "Ketika kita melakukan aktivitas bersama yang hasilnya
untuk kebersamaan kelompok kita, kita sudah komunis," Penjelasan
pertama tentang komunis. Sederhana saja!
Benarkah komunis tidak mengenal Tuhan? Benarkah komunis itu atheis? "Loh komunis itu bukan ideologi yang menafikan Tuhan. Mungkin ada yang atheis, sama seperti sekarang ini juga banyak yang tidak percaya Tuhan. Tapi kami di Partai Komunis, tidak didoktrin untuk menganggap Tuhan tidak ada. Jangan kaget, kalau ada pendeta, kyai, bhiksu yang juga komunis."
Sayangnya, sampai saat ini, masih banyak yang menuding
komunis itu anti Tuhan. Komunis itu tidak mengenal Tuhan. "Karl Marx
pernah bilang, agama itu candu. Makna sederhananya, pisahkan urusan kenegaraan
dengan agama. Kalau tumpang tindih, repot karena pemaknaanya berbeda."
"...agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang
pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi
kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi
setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi
binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan
yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum." [Haji Misbach,
Penyusun tulisan "Islamisme & Komunisme"]
Benarkah komunis itu tukang bunuh orang, tukang potong
kemaluan orang, tukang nyemplungin jenderal ke sumur? Percaya atau tidak,
"pembunuh" terbesar justru bukan komunis. Ketika massa yang
mengatasnamakan agama tertentu [ini bukan generalisir], membabi buta membunuh
setiap orang yang "dianggap" komunis. Jutaan orang --ini data
internasional-- tewas terbunuh atau dipenjara tanpa pernah disidang.
"Seperti ideologi lainnya, komunis tidak pernah mengajarkan untuk membunuh. Tidak ada doktrin membunuh atau dibunuh. Doktrin itu hanya ada para militer [baca: tentara]," kata ayah saya.
___
Suatu pagi, 1 Oktober 1965. Di sebuah rumah sakit di
Bumiayu, Jawa Tengah. Suasana tenang, semua berjalan seperti biasa. Seorang mantri
yang juga kepala rumah sakit Bumiayu, sedang berjaga-jaga. Laki-laki ini juga
aktivis Partai Komunis Indonesia. Tiba-tiba masuk berita, ada
"kekacauan" di Jakarta yang "konon" dilakukan oleh PKI.
Benarkah? Kalau nasional "memberontak" seharusnya telegram rahasianya
menyebar ke daerah-daerah. Sekedar mengingatkan, PKI adalah partai ke-4
terbesar di Indonesia ketika itu.
"Tidak ada pemberitahuan apa-apa, artinya memang tidak niat untuk memberontak!"
Tapi siapa yang percaya? Propaganda TNI --pro Soeharto--
cepat menyebar. Berita televisi dan radio, disensor ketat. Media cetak
dibreidel habis-habisan. Di alun-alun Bumiayu tertulis tulisan besar
"BUNUH 3M [Munadi, Muntoyib, Munandar]" Tiga nama yang disebut tadi
adalah tiga tokoh atas PKI di sana. Mereka juga menjadi tokoh Front Nasional
Jawa Tengah.
3M itu, kemudian menjadi orang buruan nomor 1 di Bumiayu dan
sekitarnya. Padahal, mereka tidak pernah berusaha kabur, melarikan diri,
ngumpet atau menghilangkan jejak. Mereka hanya kaget, ketika kemudian melihat massa
yang memburu mereka, seolah mereka adalah pesakitan yang harus segera
dilenyapkan.
Sementara di alum-alun, teriakan massa anti PKI [yang
didukung ABRI], sudah semakin kalap. Tak hanya seruan bunuh, tapi sudah
gantung, bakar dan hancurkan. Suasana yang menegangkan untuk 3M dan keluarganya
tentu saja. Apalagi kemudian massa bergerak menangkap [dan menghakimi]
orang-orang yang dianggap berafiliasi ke PKI.
Seorang perempuan, berumur 14 tahun, masuk daftar yang
"wajib" tangkap lantaran ketika 17-an di desanya, menyanyikan lagu
"Genjer-Genjer". Seorang perempuan lain, ditangkap dengan kasar
karena bergabung dengan GERWANI [padahal, GERWANI-lah organisasi perempuan yang
benar-benar memperjuangkan perempuan dengan segala hak-nya, tapi siapa peduli?]
___
3M akhirnya ditangkap tentara. Semua harta benda, buku-buku,
rumah dinas, motor HD, surat-surat, dokumen, foto-foto disita [kelak ketahuan,
beberapa diantaranya dibagi antar penyita]. Semua angota yang
"berbau" GERWANI, BTI, Lekra, PKI, Front Nasional, Pemuda Rakyat,
GMSI, ditangkap tanpa terkecuali. Semuanya -- dibawah todongan senjata --
dipaksa dengan kasar ke atas truk yang "anehnya" sudah tersedia
komplit dengan cepat.
Munandar, dengan tangan terikat naik ke atas truk dengan
sekitar100-an orang. Ada yang dikenalnya, ada juga yang tidak. semuanya dengan
wajah yang "resah" tetap bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.
Mereka semua dibawa ke arah Purwokerto. Anehnya, dibawa ke daerah alas roban
yang waktu masih banyak di daerah selatan Jawa Tengah.
"Kami semua dengan tangan terikat, dibawa ke hutan di daerah Purwokerto. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan tentara-tentara itu, pokoknya pasrah saja!" terang Munandar suatu ketika.
Rupanya slogan 3B
[Bui, Buang, Bunuh] yang berlaku di kalangan politisi waktu itu, masih terasa
di dada.
"Kami tidak takut, karena inilah resiko perjuangan!"
___
Satu persatu tawan politik itu, diturunkan di sebuah hutan
yang lebat dan jauh dari kehidupan. Beberapa tentara tampak mengokang
senjatanya. Sebagian lagi sibuk mengingat jempol ketemu jempol. Konon, itu
sebagai tanda, tawanan itu harus dilenyapkan. Benarkah?
BENAR! Satu persatu dipanggil dan disuruh berjalan ke arah
dalam hutan. Dan kemudian, DOOR! [bangsat!], satu persatu tawanan itu roboh
dengan darah menetes dari punggung atau kepala bagian belakang. Mereka ditembak
dari belakang. Setelah terjungkal, mereka dibiarkan menumpuk.
Ada sekitar 50-an orang yang sudah ditembak mati oleh
tentara-tentara yang anehnya, menurut Munandar, masih bisa tertawa meski
kemudian menampar dengan popor, ketika ditanya alasan tawanan itu ditembak
mati. "Pokoknya sampeyan harus mati! Ini perintah!" Perintah? dari
siapa? Mengapa harus ke hutan?
Ya, perintah dari siapa? Sampai sekarang tidak pernah ada
kejelasan, perintah siapa untuk membunuh orang-orang yang dianggap PKI dan
memang PKI itu.
Munandar [sebenarnya namanya Ngoenandar], berdetak keras
ketika namanya dipanggil oleh tentara yang memegang senjata.
"Ayo, kowe mlaku mrene!" [Ayo, kamu jalan kesini --jawa] perintahnya dengan kasar. Sebelumnya Munandar harus menahan gemuruh, ketika satu-persatu teman dan orang-orang yang bersamanya, tewas di depan matanya!
Kedua jempolnya diikat erat. Turun dari truk perlahan, tapi
terpaksa cepat lantaran dipopor punggungnya. Beberapa barisan di depannya,
sudah ditembak. Dan lagi-lagi ditumpuk begitu saja seperti "bangkai".
Satu barisan lagi, Munandar akan dapat giliran ditembak.
Tapi tiba-tiba, tentara yang kasar itu menerima perintah lewat radio.
Samar-samar Munandar mendengar, eksekusi dihentikan dan semua tahanan harus
segera dibawa ke Pulau Nusakambangan.
___
Di Nusakambangan, Munandar ditempatkan di daerah Permisan
dengan nomor registrasi penjara 4493. Di Pulau yang tahun 65-an masih benar-benar
hutan lebar ini, Munandar mendengar banyak kisah pilu yang mengejutkannya.
Pembunuhan itu terjadi merata di seluruh Jawa. PKI dan orang yang di-PKI-kan,
diburu seperti "hama wereng" yang harus dimusnahkan di sawah.
Inilah kesaksian seorang eksekutor/pembunuh yang akhirnya
mengaku. Namanya RAMA [nama asli disamarkan]. Pekerjaannya adalah petani, yang
untungnya tidak sempat dicap PKI, jadi lolos dari penangkapan. Suatu hari
ketika sedang ngarit [mencari rumput], tiba-tiba ada seseorang berpakaian
loreng datang.
"Kamu mau jadi pahlawan untuk negaramu?"
Dengan
ketakutan RAMA menjawab,"Mau!"
Dan mulailah Rama masuk dalam episode
"pembunuhan" masal itu.
Tugasnya "sederhana" hanya membunuh! Dan hari
bertama bertugas menjadi "pahlawan", Rama sukses membunuh 5 orang.
Caranya? Kepalanya ditebas dengan golok!
"Awalnya memang sering mimpi, tapi setelah itu semuanya biasa-biasa saja!" akunya. Sadis!
___
Selanjutnya, Rama pernah "memaku" dengan paku rel
kereta api, seorang yang dianggap PKI. Dari kuping kanan tembus ke kuping kiri.
Lainnya, mengubur hidup-hidup beberapa orang dalam satu lubang, dan langsung
diuruk. Termasuk diantaranya melempar beberapa orang hidup ke dalam lubang gua
sempit. Kemudian diuruk juga.
Ternyata, dengan kedok nasionalisme, banyak orang dipaksa
dan terpaksa menjadi pembunuh, pemerkosa, penginjak. Belakangan, tahun-tahun
90-an, diusut lagi dan ditemukan banyak tengkorak mayat-mayat yang tidak
dikenal, termasuk hutan dimana Munandar "nyaris" dieksekusi.
NGOENANDAR akhirnya menjadi tahanan politik di
Nusakambangan. Hebatnya, sampai dia dibebaskan setelah mendekam sekitar 6-7
tahun, tidak pernah ada pengadilan yang sah dan benar secara hukum. Ngoenandar
menjadi tawanan tanpa tahu kesalahannya apa. Hanya karena dia anggota PKI, itu
saja.
Untungnya, semua tahanan itu punya mental dan kekuatan
'tambahan' untuk bertahan hidup. Meski ada juga yang kemudian meninggal karena
sakit dan tidak ada pengobatan yang layak, tapi paling tidak banyak diantara
mereka yang bertahan dan menjadi tangguh kelak.
Ngoenandar yang menguasai ilmu kesehatan [tahun 1954,
Ngoenandar sudah menjadi bidan], kalau sekarang mungkin levelnya D1 - D3,
banyak dimintai tolong bahkan oleh Kalapas untuk membantu kesehatan tapol lain
yang sakit. Kesempatan itu biasanya dimanfaatkan untuk saling bercerita atau
berbagi makanan. Resikonya kalau ketahuan memang dihajar.
___
Ada beberapa rekan seperjuangan yang Ngoenandar ceritakan
kepada Penulis. Ada Pakde Maimun, mantan sipir Nusakambangan yang bersimpati
kepada korban PKI [akhirnya kelak menjadi sahabat], ada Om Harjo yang pintar
bercerita soal wayang dari A -Z [dia mantan ketua Pemuda Rakyat Semarang],
kemudian ada Pak Mirmo [yang wajahnya mirip sama Bapak], lalu ada Abah Dolly,
yang jago servis jam merek apa saja [kelak akhirnya menjadi seperti saudara
sedarah]
Keluar dari Penjara sekitar tahun 1971-an, Ngoenandar harus
menghadapi stigma masyarakat yang "ketakutan" dengan PKI. Untung
saja, desa asalnya, ternyata mayoritas memang anggota PKI, jadi stigma itu
tidak terlalu lama, karena sama-sama menderita dan ditahan sebagai tapol.
Repotnya, tidak instansi apapun yang menerima mereka sebagai
karyawan untuk bekerja. Apa boleh buat, wiraswasta menjadi pilihan, meski
kadang diawasi oleh aparat. Maklum saja, desa tempat tinggal Ngoenandar
diposisikan sebagai desa yang dikepung oleh kesatuan aparat. Ada Yonif 400
Banteng Raiders, Brigade Mobil, Kantor Pangdam IV Diponegoro, Arhanudri dan
kantor Kodim.
___
Ibuku adalah Pegawai Negeri. Sebenarnya kalau ketahuan, ibu
bisa dipecat. Untungnya, solidaritas antara kawan waktu itu, masih demikian
tinggi. Hingga pensiun tahun 1994, Ibu tetap pegawai negeri yang bersuamikan
anggota PKI. Aman-aman saja..katanya, Tuhan itu Adil kok...
---
DJOKO MOERNANTYO
Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com
#based on true story – diceritakan langsung kepada penulis #pernah dimuat
di blog pribadi: moer.multiply.com [sudah tutup]
0 komentar:
Posting Komentar