Kamis, 07 Januari 2016

Aktivis Desak Pembentukan Komite Ad Hoc untuk Kasus Pelanggaran HAM Berat

07.01.2016 | Fathiyah Wardah
 
Sejumlah aktivis mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mewujudkan pembentukan Komite Ad Hoc Kepresiden untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
 
Wahyudi Djafar 
 
Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet baru-baru ini memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan dan jajaran menteri di bawah koordinasinya untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Pemerintah sedang menyusun mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yaitu lewat cara non yudisial. Tetapi tidak dalam konteks minta maaf.

Setidaknya ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang akan diselesaikan yaitu penghilangan dan penyiksaan orang tahun 1965-1966, penembakan misterius tahun 1982-1985, kasus Tanjung Priok (1984), peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989, kerusuhan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II tahun 1998 dan pembunuhan di Wamena Wasior, Papua tahun 2001.

Program Officer Bidang Monitor dan Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar kepada VOA hari Rabu (6/1) mengatakan Presiden Joko Widodo harus segera merealisasikan pembentukan Komite Ad Hoc kepresiden untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Menurutnya komite independen yang beranggotakan tokoh-tokoh terbaik di Indonesia itu, tidak saja harus mengungkap kebenaran, tetapi juga melakukan rekonsiliasi dan pemulihan korban.

Ditambahkannya penyelesaian secara non yudisial dapat dilakukan oleh lembaga ini dan bukan oleh gabungan antar lembaga seperti yang direncanakan pemerintah.

Wahyudi mengatakan, "Kalau pilihannya menggunakan non hukum seperti pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi gunakanlah komite ad hoc kepresidenan tapi biarkanlah Kejaksaan Agung menjalankan mandatnya sesuai Undang-undang untuk menyelesaikan 7 kasus ini."

Dalam kesempatan berbeda, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut melalui mekanisme yudisial dan non yudisial. Pemerintah, menurut Yati, harus menempuh beberapa tahap yang harus dilalui yaitu pengungkapan kebenaran, ada proses keadilannya dan ada pemulihan korban terlebih dahulu.

Yati mengatakan, "Pengungkapan kebenaran, diungkap dululah entar mekanismenya melalui KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) entah mekanismenya nanti mau ada keputusan presiden itu soal lain tetapi pengungkapan kebenarannya harus dilakukan dahulu terus keadilannya harus dipenuhi dulu, korbannya harus dipulihkan dulu baru setelah itu baru ada pembicaraan soal rekonsiliasi. Nah selama tahapan-tahapan itu itu tidak lakukan itu akan sulit."

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah saat ini sedang meracik formula penyelesaiannya secara non yudisial.

"Masa forgive and forget ga bisa tentu kan nanti dicari formatnya. Kita mari menatap masa depan yang lebih baik," kata Luhut.

Dalam beberapa kesempatan Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan dan bermartabat.

Tetapi sebagaimana dinyatakan Wahyudi Djafar sebelumnya, jika pemerintah tetap tidak mau minta maaf dan menyelesaikan kasus ini secara non yudisial maka hal ini merupakan pengingkaran. [fw/em]
 
http://www.voaindonesia.com/content/aktivis-desak-pembentukan-komite-ad-hoc-untuk-kasus-pelanggaran-ham-berat/3133744.html

0 komentar:

Posting Komentar