Sabtu, 10 Juni 2017

Jejak Pembantaian Anggota Partai Terlarang di Kalteng [1]

(gunawan@radarsampit.com)

Membahas soal partai terlarang itu ngeri-ngeri sedap. Apalagi di tengah kencangnya isu mengenai kebangkitan partai itu. Tahu kan partai apa? Yap, benar. Kita membahas soal Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai yang sampai sekarang masih dilarang berdiri. Partai yang punya sejarah kelam. Sangat kelam di Indonesia.

Menorehkan catatan hitam dalam sejarah perjalanan bangsa. Entah berapa ribu, atau bahkan ratusan ribu, atau jutaan manusia yang dikubur dalam perut Bumi Pertiwi saat masa-masa penumpasan anggota partai itu.
Isu soal partai itu kembali berembus sejak 2014 lalu. Selama masa pemilihan presiden, entah dari mana asalnya, isunya kencang dan dikaitkan dengan Joko Widodo yang saat itu mencalon presiden.
Di tengah kencangnya itu isu dan tuduhan-tuduhan terhadap orang yang terlibat di dalamnya, kami (ya kami, karena bukan aku sendiri) mencoba mengulas liputan mengenai jejak partai itu di Kalteng. Wow, sangat berani bukan? Ah, biasa aja sih. Wkwkwk.
Jadi, waktu itu, waktu rapat redaksi, tahun 2014, saya usulin bikin liputan khusus mengenai jejak PKI di Kalteng. Idenya sih agak-agak mirip dengan liputan yang pernah digarap Tempo mengenai jagal yang bertugas menghabisi anggota PKI di masa penumpasannya. Tapi tentu aja beda bahasannya.
Awalnya aku mau wartawan yang bertugas di Palangka Raya untuk menggarap isu itu. Tapi, Pemred kami, Duito Susanto, minta aku aja yang liput. ”Kamu aja yang liput gun, biar ga salah-salah nulisnya. Halaman yang kamu tinggalkan biar nanti digarap redaktur lain,” ujarnya waktu itu.
Okelah. Aku terima tugas itu dengan riang gembira, senang bukan kepalang (hiperbola banget kan…haha). Itung-itung, selain liputan aku bisa refreshing bentar lah, sambil nonton bioskop yang di Kalteng ini adanya cuma di Palangka Raya. Waktu liputannya klo ga salah sekitar satu minggu. Liputan ini juga tantangan banget. Jadi, dibuat happy aja.
Perjuangan meliput berita ini gak sulit-sulit amat sebenarnya. Cuma, sialnya, waktu berangkat dari Sampit ke Palangka Raya, aku sempat kena razia di daerah Kereng Pangi, Kasongan.
Ngehek bener itu pak polisinya. Sudah pakek motor butut, dan tampang gak keruan, debu sana-sini, masih aja dirazia. Tega memang. Akhirnya STNK ditahan. Ya, sudahlah. Terima aja nasib. Yang penting tetap go ke Palangka.
O’ya, untuk meliput isu soal ini juga aku perlu bekal. Jadi, aku ngubek-ngubek internet, mencari tulisan tentang PKI, termasuk jejaknya di Kalteng. Trus beli buku tentang di balik sejarah Indonesia. Pokoknya perbanyak referensi dulu, biar gak salah-salah amat.
Akhirnya, setelah perjuangan minta komen sana-sini, kelar juga. Jadi juga tulisannya. Lega. Tapi, pas jadi, dan terbit tanggal 30 September 2014, aku kok rada-rada gak puas gitu. Entah kenapa, pas baca tulisan sendiri, rasanya banyak aja gak pasnya. Padahal tulisan itu diandalin menang ikutan lomba triwulan yang rutin di internal Kaltim Post Grup waktu itu.
Akhirnya, ternyata feelingku benar. Tulisan itu cuma dapat juara dua. Kalahnya dengan tulisan siapa coba? Hahaha.. Untung kalahnya cuma dari tulisan bos sendiri, yang waktu itu angkat soal daerah tertinggal di Kotim yang agak terisolir.
Wajar aja sih. Tulisanku rasa-rasanya nanggung. Teknik penulisannya kalah dengan punya bos ku, yang lebih enak dibaca dan ngalir apa adanya.
Kira-kira beginilah hasil liputannya. Panjang pokoknya. Tapi gak sepanjang rel kereta. Sekali duduk juga selesai kok. O’ya, sementang ini ngebahas soal PKI, jangan sangkut-pautkan aku dengan itu yey… Ini murni karya jurnalistik umumnya. Semoga bisa memperkaya khasanah jejak sejarah perjalanan Kalteng dari masa ke masa.
Sumber: BlogGunawan 

0 komentar:

Posting Komentar