Kamis, 31 Agustus 2017

Kata NU soal Ormas Geruduk Acara LPSK dan Korban Peristiwa 1965

Oleh Muhamad Ridlo | 31 Agu 2017, 14:30 WIB



Liputan6.com, Cilacap - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap, Jawa Tengah, angkat suara soal dugaan persekusi oleh organisasi massa atau ormas, berupa penghentian paksa pertemuan antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan korban peristiwa 1965 yang difasilitasi Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) di Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, 21 Agustus lalu.

Sekretaris PCNU Cilacap, Khazam Bisri, menyayangkan penghentian paksa kegiatan resmi LPSK yang merupakan lembaga negara. Menurut dia, tindakan massa yang mengaku berasal dari berbagai ormas keagamaan itu, tak bisa dibenarkan. Bahkan, ia menyebut bahwa ormas telah melampaui wewenang.

"Yang berhak membubarkan agenda, menghentikan itu kan aparat yang berwenang. Bukan kita," ucap Khazam, Rabu malam, 30 Agustus 2017.

Terkait dugaan keterlibatan sejumlah anggota Banser Kecamatan Kroya yang terlibat dalam penggerudukan itu, Khazam menegaskan bahwa PCNU melalui Majelis Wakil Cabang (MWC) telah menegur yang bersangkutan. Sebab, cara-cara pengerahan massa, seperti yang dilakukan saat itu, bukanlah cara NU untuk menyelesaikan masalah.


Khazam Bisri menyebut, sejumlah anggota Banser yang diketahui turut serta dalam penggerudukan itu telah terprovokasi oleh ormas tertentu. Berlawanan dengan ormas tertentu itu, NU justru amat menjauhi cara-cara kekerasan, intimidasi atau persekusi, untuk menyelesaikan sebuah persoalan.

Bahkan, keterlibatan anggota Banser itu justru dikecam, baik di tingkat PCNU maupun pengurus pusat (PP). "Banser yang ikut itu tidak berkoordinasi dengan kita. Beberapa anggota Banser Kecamatan Kroya telah terprovokasi," ujar Khazam.

Sejumlah anggota badan otonom NU disebut-sebut memang turut terlibat dalam penggerudukan yang berujung pada penghentian agenda LPSK dengan korban peristiwa 1965 yang sedianya digelar di rumah Nyonya Suwarti di Kroya.

Pertemuan antara LPSK dan korban peristiwa 1965 itu bertujuan untuk memverifikasi data penerima manfaat program medis-psikososial. Selain keterlibatan badan otonom NU, disebut pula FPI, FUI, PP Muhammadiyah, dan sejumlah kelompok muslim lain.

Jalin Kerja Sama

Pertemuan LPSK dengan sejumlah korban peristiwa 1965 yang difasilitasi oleh YPKP 65, sebelum insiden penggerudukan oleh ormas di Cilacap, Jateng. (Foto: YPKP 65/Liputan6.com/Muhamad Ridlo)


Khazam mengungkapkan pula, antara korban peristiwa 1965 dan PCNU Cilacap telah terjalin persahabatan dan komunikasi yang lancar. Bahkan, NU Cilacap dan bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah menggelar kerja sama pada sebuah program sosial.

Ia berprinsip, selama kegiatan itu bertujuan baik dan sosial, berdampak baik, serta tak ada upaya menghidupkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila ataupun upaya menghidupkan PKI, maka acara tersebut layak didukung.

Menurut Khazam, pertemuan LPSK dengan korban peristiwa 1965 yang difasilitasi oleh YPKP 65 dengan tujuan verifikasi data penerima manfaat layanan medis-psikososial itu tak perlu dipermasalahkan.

"Ya itu kan hak mereka kumpul. Saya selalu menyatakan, itu hak mereka kumpul. Yang penting tidak menyinggung politik lama. Tetapi, kalau sudah menyinggung politik lama, kita ingatkan, 'Janganlah' kayak gitu," ujar dia.

Khazam menjelaskan, usai penghentian pertemuan LPSK dan korban 65 di Kecamatan Kroya, Banser dan Ansor Kecamatan Adipala justru dikerahkan untuk mengamankan dan mengawal acara serupa, keesokan harinya, pada Selasa, 22 Agustus 2017. Hal itu dilakukan agar tidak ada kejadian serupa.

"Saya perintah ke Banser, 'Jaga! Kayak gitu, jangan diganggu'. Karena ketika di Kroya itu gagal, kemudian di Wlahan, ya banyak Banser dan FPI supaya bertindak. 'Janganlah’. Di Adipala aman. Iya, Banser datang (untuk mengamankan)," kata Khazam.

Ia pun telah menegur ormas yang dianggap telah bertindak tak semestinya. Bahkan, di internal NU sendiri, pembubaran acara LPSK dan YPKP 65 itu menuai kecaman, baik di tingkat cabang maupun pusat. Apalagi, cara-cara pengerahan massa bukanlah gaya NU.

"Saya tanya, ‘Agendanya apa?' (Dijawab) 'Sosial.' Ya, sudah wong sosial kok. Saya sampai WA (pesan via aplikasi WhatsApp) ke Ketua (FPI), 'Pak Kholidin, lho kegiatan  sosial, siapa pun boleh melakukan, enggak boleh diganggu. Enggak ada agenda politik tidak ada agenda yang lain, itu tidak ada'," Sekretaris PCNU Cilacap itu memungkasi.

Sumber: Liputan6.Com

0 komentar:

Posting Komentar