Rabu, 30 Agustus 2017

Sejak Peristiwa 1965, Lebih Dari 53.000 Orang Dihilangkan secara Paksa

AMBARANIE NADIA KEMALA MOVANITA | 30/08/2017, 19:55 WIB


Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia, dalam sebuah diskusi terkait penerapan kebijakan hukuman mati, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/2/2017).(KOMPAS.com/Kristian Erdianto)

JAKARTA - Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia mengatakan, para keluarga korban masih menagih janji pemerintah untuk menuntaskan kasus penghilangan paksa maayarakat sipil.

Berdasarkan data yang Putri himpun, setidaknya ada 53.450 korban penghilangan paksa yang hingga kini belum ditemukan.
"Dari peristiwa 1965, kita punya catatan 32.774 orang hilang. Itu datanya valid dari Komnas HAM," ujar Putri dalam diskusi di Jakarta, Rabu (30/8/2017).

Selain itu, dalam peristiwa Tanjung Priok pada 1984, sebanyak 23 orang dinyatakan hilang. Saat itu, terjadi kerusuhan besar-besaran dan terjadi bentrok 
masyarakat dengan aparat bersenjata.

Putri mengatakan, sebanyak 23 orang juga dinyatakan hilang oleh penembak misterius dalam kurun 1982-1985. Hingga kini, tidak terungkap siapa dalang di balik serangan tersebut.

Kontras, kata Putri, sempat mendampingi keluarga korban peristiwa di Talangsari pada 1989. Saat itu, sebanyak 88 orang dinyatakan hilang. Kontras juga melakukan investigasi dan menemukan sejumlah fakta terkait pihak-pihak yang patut bertanggungjawab.

Selain itu, banyak korban berjatuhan saat darurat militer di Aceh pada 1989-1998. Berdasatkan data koalisi NGO di Aceh, sebanyak 1.935 orang hilang sepanjang peristiwa itu.

"Di Timor Leste dari tahun 1975-1999 ada 18.600 orangbhilang berdasarkan data Komisi Kebenaran dan Persahabatan Timor Leste," kata Putri.

Selanjutnya, ada peristiwa Wasior di mana lima orang hilang dan masih belum ditemukan hingga kini.

Yang terakhir ada kasus Dedek Khairudin, seorang nelayan yang hilang sejak dijemput oleh anggota Intel Korem 011 Lilawangsa, Sumatera Utara, di rumahnya. Kasus teraebut sudah dibawa ke pengadilan dengan menghukum dua pelakunya dengan penjara satu tahun dan 1,5 tahun.

"Tapi orangnya masih hillang sampai sekarang. Walau ditahan tapi tetap tidak bisa menemukan yang masih hilang," kata Putri.

Putri mengatakan, Kontras dan IKOHI pernah mengadukan dugaan keterlibatan militer di balik peristiwa-peristiwa penghilangan paksa itu ke Ombudsman.

Kemudian, keluarlah rekomendasi yang diserahkan kepada presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tak ada respon dari istana.

DPR saat itu juga membentuk pansus yang mengeluarkan rekomendasi agar ditindaklanjuti pemerintah. Namun, hingga era pemerintahan berganti, belum juga dibentuk tim pencarian orang hilang.

"Kalau pemerintah kita tidak serius menyelesaikan kasus penghilangan paksa, kasus serupa akan terus terjadi," kata Putri.

PenulisAmbaranie Nadia Kemala Movanita
EditorSabrina Asril
Sumber: Kompas.Com 

0 komentar:

Posting Komentar