Rabu, 05 Februari 2020

Forum Asia tentang HAM menyampaikan kekecewaan terhadap Jokowi

New Desk | The Jakarta Post 

Polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat pada 24 September 2019. (JP / Donny Fernando)

Presiden Joko “Jokowi” Masa jabatan kedua Widodo belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan dalam menyelesaikan pelanggaran HAM, demikian kesimpulan Forum Asia untuk Hak Asasi Manusia dan Pembangunan.

Siaran pers yang disediakan untuk The Jakarta Post mengungkapkan kekhawatiran bahwa, setelah hari ke 100 masa jabatan keduanya, Jokowi sekali lagi gagal memenuhi janji kampanyenya untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia. 
"Kami menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengatasi situasi dan menghentikan erosi ruang sipil dan demokrasi di negara ini," kata siaran pers. 
Forum Asia untuk Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, bersama dengan para anggotanya di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia (HRWG), Hak Asasi Manusia Indonesia Watch (Imparsial), Asosiasi Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan (ELSAM) dan Yayasan Sekretariat Anak Merdeka (Samin), mengatakan bahwa Jokowi memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam hal menyelesaikan pelanggaran HAM, termasuk yang dari 1965 dan 1998, serta yang terkait dengan protes pada September 2019.

Protes September adalah ekspresi ketidakpuasan atas revisi administrasi Jokowi ke UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan UU KUHP.
"Selama protes pada bulan September, ada laporan konstan tentang penggunaan kekerasan dan kekuatan yang tidak proporsional oleh polisi untuk menekan protes damai di seluruh Indonesia, yang mengakibatkan banyak cedera dan bahkan kematian," kata rilis itu.
Forum ini juga menjelaskan bahwa pemerintah telah mengecewakan kelas pekerja dengan undang-undang omnibus, seperangkat undang-undang yang dimaksudkan untuk merampingkan investasi di Indonesia. 
“Dalam proses penyusunan undang-undang yang diusulkan, yang kemungkinan akan membawa lebih banyak kerugian daripada kebaikan karena mengurangi hak-hak pekerja, memperburuk degradasi lingkungan dan mengkriminalisasi minoritas, serikat pekerja tidak diajak berkonsultasi. Langkah ini jelas menunjukkan bahwa Indonesia memprioritaskan bisnis dan investasi dibandingkan perlindungan pekerjanya,” kata forum itu. (gis)

0 komentar:

Posting Komentar