Minggu, 09 Februari 2020

Ketika Indonesia Mendirikan CONEFO dan GANEFO Untuk Menandingi PBB dan Olimpiade

Penulis: Erik Hariansah - Minggu, 09 Februari 2020


Pada 7 Januari 1965, Presiden Sukarno mendeklarasikan Republik Indonesia keluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan ini sebenarnya tidak pernah diterima secara resmi oleh PBB dan belum ada presedennya sejak organisasi internasional ini berdiri.

Keputusan Sukarno membuat Sekretaris Jenderal PBB yang saat itu dijabat oleh U Thant kebingungan. Ia perlu membongkar peraturan organisasi untuk menjawab dua pertanyaan pokok, yaitu apakah keputusan tersebut sah? Dan bagaimana sikap yang harus diambil PBB?

Butuh waktu dua bulan bagi U Thant untuk meresponnya. Dalam Piagam PBB menyatakan bahwa Majelis Umum memang diberi kewenangan untuk mengeluarkan negara anggota yang tidak patuh pada aturan. Namun tak ada keterangan jelas bagaimana sikap resmi PBB jika sebuah negara ingin keluar secara sukarela.

Setelah berkonsultasi dengan delegasi PBB dan staf resminya sendiri, U Thant akhirnya menyimpulkan bahwa tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mencegah sebuah negara yang ingin keluar dari organisasi PBB.

Mengapa Indonesia keluar dari PBB?

Semua bermula ketika Federasi Malaya yang dikenal dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, ingin menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru. Indonesia sudah mencurigainya sebagai intrik untuk memecah belah Asia Tenggara sejak 1961. Namun segala kecaman tak membuahkan hasil.

Justru pada September 1963 Malaysia lahir di bawah restu Inggris. Sukarno menilai pembentukan Malaysia adalah proyek kolonialisme Barat yang akan mengancam eksistensi Indonesia yang baru merdeka. Ia melabeli Malaysia sebagai boneka bentukan Inggris.

Inggris dianggap akan menggunakan negara baru di Semenanjung Malaya untuk mengetatkan kontrol dan kekuasaan. Dengan kata lain, mereka hendak melanjutkan kolonialisme gaya baru.

Saat suasana masih panas gara-gara konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, muncul rencana Malaysia akan dimasukkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Hal itu membuat Sukarno tambah geram. Pada tahun 1964, ia mengancam Indonesia akan keluar dari PBB jika rencana tersebut benar-benar diwujudkan.

Pada awal tahun 1965, Malaysia benar-benar diangkat sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Sukarno hilang kesabaran. Indonesia kemudian keluar dari keanggotaan PBB. Pada 20 Januari 1965 atau dua minggu usai deklarasi keluar dari PBB, Soebandrio mengirimkan surat resmi yang berisi pengunduran diri Indonesia dari PBB.

Indonesia mendirikan CONEFO

Setelah keluar dari PBB, Indonesia kemudian mendirikan Conferensi Negara-Negara Berkembang atau Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) pada tanggal 7 Januari 1965. Organisasi ini merupakan gagasan Presiden Sukarno yang dianggap sebagai tandingan terhadap PBB.

Penyelenggaraan CONEFO. Foto: boombastis.com

CONEFO merupakan bentuk kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi dua kekuatan blok sebelumnya, yaitu Blok Uni Soviet dan Blok Amerika Serikat.

Adapun negara-negara yang menjadi anggota CONEFO di antaranya Indonesia sebagai pendiri, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, dan Vietnam Utara. Selain negara-negara anggota, CONEFO juga memiliki negara-negara pengamat, di antaranya Uni Soviet, Kuba, Yugoslavia, dan Republik Arab Bersatu.

Untuk keperluan penyelenggaraan konferensi antara anggota-anggota CONEFO, dibangun suatu kompleks gedung di dekat Gelora Senayan yang mendapat bantuan antara lain dari Republik Rakyat Tiongkok.

Konferensi tersebut belum sempat diselenggarakan hingga CONEFO dibubarkan oleh Presiden Suharto pada tanggal 11 Agustus 1966. Sementara kompleks gedung yang telah dipersiapkan sebelumnya dialih fungsikan dan dipergunakan sebagai Gedung DPR/MPR.

Pembangunan Gedung DPR-MPR. Awalnya gedung ini dipersiapkan untuk CONEFO. Foto: liputan6.com


Indonesia menyelenggarakan GANEFO

Selain mendirikan CONEFO, Indonesia juga pernah menyelenggarakan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO), ini adalah suatu ajang olahraga yang didirikan oleh Soekarno pada akhir tahun 1962 sebagai tandingan Olimpiade.

GANEFO menegaskan bahwa politik tidak bisa dipisahkan dengan olahraga, hal ini bertentangan dengan doktrin Komite Olimpiade Internasional (KOI) yang memisahkan antara politik dan olahraga.

Indonesia mendirikan GANEFO setelah kecaman KOI yang bermuatan politis, di mana pada saat itu, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Pada perhelatan akbar olahraga negara-negara Asia itu, Indonesia tidak mengundang Israel dan Taiwan dengan alasan simpati terhadap Tiongkok dan negara-negara Arab.

Aksi ini diprotes KOI karena Israel dan Taiwan merupakan anggota resmi KOI. Akhirnya KOI menangguhkan keanggotaan Indonesia, dan Indonesia diskors untuk mengikuti Olimpiade Musim Panas 1964 di Tokyo. Ini pertama kalinya KOI menangguhkan keanggotaan suatu negara.

Pembukaan GANEFO di GBK. Foto: historia.id

Tidak kehilangan akal, Indonesia kemudian menyelenggarakan GANEFO sebagai ajang olahraga tandingan terhadap Olimpiade. GANEFO sempat beberapa kali diselenggarakan dan diikuti oleh ribuan atlet dari puluhan negara.

GANEFO I diadakan di Jakarta pada tanggal 10-22 November 1963. Adapun jumlah peserta yang berpartisipasi pada GANEFO pertama yaitu sekitar 2.700 atlet dari 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Pada GANEFO I, Tiongkok menduduki peringkat pertama dengan 65 medali emas, disusul Uni Soviet, Indonesia, Republik Arab Bersatu, dan Korea Utara.

Setelah sukses dengan pelaksanaan GANEFO I, kemudian direncanakan lagi untuk penyelenggaraan yang kedua kalinya. Awalnya GANEFO II akan diadakan di Kairo, Republik Arab Bersatu pada 1967. Namun karena pertimbangan politik, akhirnya dipindahkan ke Phnom Penh, Kamboja dan pelaksanaannya dimajukan pada tanggal 25 November-6 Desember 1966.

Adapun jumlah peserta yang berpartisipasi pada GANEFO II yaitu sekitar 2.000 atlet dari 17 negara. Pada GANEFO II, Tiongkok menduduki peringkat pertama dengan 108 medali emas, disusul Korea Utara pada peringkat kedua, dan Kamboja pada peringkat ketiga.

Sementara itu, untuk pelaksanaan yang ketiga kalinya. Awalnya GANEFO III direncanakan diadakan di Beijing, Tiongkok. Namun Beijing membatalkan niatnya dan diserahkan ke Pyongyang, Korea Utara. Tetapi GANEFO III tidak pernah diadakan dan akhirnya GANEFO bubar.

0 komentar:

Posting Komentar