Sabtu, 29 Februari 2020

Kisruh di Awal Kemerdekaan


Andreas JW - 29 Februari 2020


Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah RI mengeluarkan Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang seruan pembentukan partai-partai politik, dalam kaitan rencana Pemilu pada 1946. Sejumlah partai pun berdiri, antara lain Partai Masjumi, Partai Kristen Nasional, PNI, Partai Sosialis, Partai Katolik, PBI, PKI dll.

Sedangkan Mr. Mohammad Jusuf dan Mr. Suprapto (Yusuf-Suprapto) telah mendeklarasikan berdirinya "PKI", sejak 21 Oktober 1945. Tapi partai pimpinan Yusuf-Suprapto itu belakangan menimbulkan masalah. Karena, banyak kaum komunis dan tokoh-tokoh komunis eks-Digul tidak mau bergabung.

Rewang dalam memoarnya, "Saya Seorang Revolusioner", mendeskripsikan suasana di Kota Solo begini: "... Suatu hari, ketika sedang tugas jaga di suatu tempat, saya melihat ada orang memasang plakat yang berisi pengumuman dibangunnya kembali PKI. Sontak saya tertarik... Maka selesai menjalankan tugas, saya bersama seorang teman bernama Suripto, medaftarkan diri ke kantor pendaftaran di daerah Laweyan, Solo...
... Namun saya merasakan ada gejala lain yang menunjukkan ketidakwajaran. Sebab sejumlah tokoh-tokoh eks-Digoel serta aktivis-aktivis revolusioner muda di Solo, justru tidak mau bergabung dengan PKI pimpinan Yusuf, S.H. dan Suprapto, S.H., tersebut. Setahu saya, mereka antara lain Ronomarsono, Achmad Dasuki Sirad, A. Rojis, Daliman, Sunaryo, Suprapto, Suharti, dan Tumini. Gejala yang tidak wajar ini mencerminkan adanya ketidakberesan, pikir saya..."

Dideklarasikannya partai pimpinan Yusuf-Suprapto memang bermasalah dan salah. Sebab, PKI yang didirikan 23 Mei 1920, pada saat meletusnya Revolusi Agustus1945, masih ada. Partai mempertahankan kedudukannya yang ilegal persisnya sejak gagalnya pemberontakan tahun 1926.

Namun partai yang didirikan kelompok Yusuf-Suprapto, markas besarnya berada di Jakarta, tidak menghiraukan. Mereka malah menerbitkan Majalah Bintang Merah, yang edisi perdananya terbit pada 17 November 1945, dengan alamat redaksi di Jl. Petjenongan No. 48 C, Jakarta. Bahkan dalam edisi ini diturunkan pula sebuah berita dengan judul "PKI Australia akan menggaboengkan diri dengan PKI disini". Mungkin melalui pemberitaan ini, dimaksudkan untuk meyakinkan khalayak ramai yang berkepentingan.

Kelompok Yusuf-Suprapto memang cukup punya pengaruh di kalangan pemuda-pemuda pergerakan terpelajar di Jakarta, misalnya Grup Menteng 31. Mereka juga mengklaim mendapat sambutan dari sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Lantas pada 11 Desember 1945 mendirikan Laskar Merah.

Selanjutnya tanggal 6 hingga 10 Februari 1946, mereka menyelenggarakan kongres di Cirebon. Namun terjadi insiden antara Laskar Merah dengan CPM, yang berujung dilucutinya Laskar Merah oleh TKR. Insiden ini meluas hingga sekitar wilayah Cirebon, dan baru berakhir setelah Yusuf-Suprapto ditahan.
Mengapa tokoh-tokoh maupun kader partai yang didirikan pada 23 Mei 1920, tidak mau bergabung?

Karena mereka berpendapat bahwa Jusuf-Suprapto tidak berwenang menyatakan dirinya sebagai pimpinan partai. Sementara itu tokoh-tokoh “partai illegal” tidak segera berinisiatif membangun partai legal, pada saat situasi memungkin untuk itu. "Menurut saya, di sinilah letak kesalahannya. Di Solo, pimpinan partai illegal adalah Suhadi alias Pak Karto. Sementara Suhadi sendiri tampil secara legal dengan bendera organisasi massa GRI," papar Siswoyo dalam memoarnya.

Kelak hal tersebut dikritik sebagai suatu kesalahan organisasi. Dan kesalahan organisasi ini baru terbuka ketika Muso mengoreksi kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan partai pada waktu itu

Di tengah-tengah kekisruhan itu, awal tahun 1946, mulai berdatangan sejumlah tokoh eks-Digul; seperti Sulaiman, Sabarman, Ngadiman, Ruskak, termasuk Sardjono. Sejak kalah dalam pemberontakan tahun 1926, Sardjono dibuang ke Digul, selanjutnya diungsikan ke Australia oleh pemerintah Hindia Belanda, menyusul pecah Perang Dunia II. Selain itu, datang pula tokoh-tokoh partai dari Belanda dan negeri-negeri lainnya; antara lain Drs. Maruto Darusman, Mr. Abdul Madjid, Drs. Setiajid, dan Jusuf Muda Dalam. Dua yang disebut terdahulu adalah anggota CPN.

Masalah partai pimpinan Jusuf-Suprapto memang akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Dan Jusuf-Suprapto mengakui kesalahannya, akibat ketidaktahuannya. Ini terjadi setelah ada pertemuan antara Maruto Darusman dengan Mr. Soetan Moehamad Sjah.

Kemudian dalam bulan Maret 1946, ...kelompok-kelompok ini mengadakan rapat di Jakarta, yang memutuskan untuk mengadakan pembersihan di kalangan PKI. Juga diputuskan akan diadakan konperensi partai di Solo, pada akhir April... (Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan, Soe Hok Gie 1997: 63).

Bersamaan dengan diumumkannya pembangunan kembali PKI, Laskar Merah, organisasi kekuatan bersenjata di bawah pimpinan PKI, usai Peristiwa Cirebon ditata kembali. Seperti diketahui, waktu itu salah satu ciri kehidupan politik pada awal revolusi di Indonesia ialah partai politik mempunyai pasukan bersenjata. Misalnya, PKI mempunyai Laskar Merah, atau Masyumi mempunyai Laskar Hizbullah.

"Tetapi orang-orang komunis di Solo yang mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata tidak semuanya berada di dalam Laskar Merah. Hanya sebagian kecil yang bergabung," jelas Rewang. Sebagian lainnya ada yang masuk Laskar Rakyat, pimpinan Ir. Sakirman, juga seorang komunis. Kemudian ada pula yang berada dalam Laskar Buruh, Laskar Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), dan ada juga yang membangun Angkatan Laut RI di Solo.

Pada Juli 1946, Kantor CC sudah pindah ke Kota Solo, di Jalan Purwosari No. 313, menyatu dengan redaksi Bintang Merah. Hal ini menyusul perkembangan baru, pada 4 Januari 1946, Ibukota RI pindah dari Jakarta ke Jogjakarta. Kepindahan ibukota dilakukan karena Belanda datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu, dan Jakarta berhasil diduduki pada 29 September 1945.

Akhirnya, bertempat di Sitihinggil Keraton Surakarta, dari tanggal 11 hingga 13 Januari 1947, diselenggarakan Konferensi Nasional, yang kemudian dinyatakan sebagai Kongres IV, karena menghasilkan Konstitusi dan memilih CC baru.

Peserta yang hadir mayoritas eks-Digulis. Mereka datang ke Solo sebagai utusan daerah, dan sebagian besar menginap di Kantor GRI. Melalui Pak Suradi, Siswoyo sempat diperkenalkan dengan K.H. Tb. Achmad Chatib . “Ini lo Bung Sis, kenalkan kawan kita Kyai Chatib,” begitu kata Suradi, eks-Digulis kepala batu. Kyai Chatib, adalah Ketua SC Banten, dan tercatat sebagai Residen Banten yang pertama.

Konfernas atau Kongres IV menghasilkan pengurus baru; yakni Ketua I Sardjono, Ketua II Drs. Maruto Darusman, Ketua III Djokosoedjono, Sekum I Ngadiman Hardjosubroto, Sekum II Soetrisno. Politbiro terdiri dari Alimin, Sardjono, Maruto Darusman, Ngadiman Hardjosubroto, Soeripno. Kemudian Biro Organisasi terdiri dari Djokosoedjono, D.N. Aidit (Agitprop), Soekisman (Agitprop), dan Roeskak (Bendahara), Koenadi (penghubung). Lalu Pembantu Sekretariat Umum terdiri Sabariman (urusan ketentaraan dan laskar), Boeyoeng Saleh (urusan buruh), Koebis (urusan tani), Karsali (urusan pemuda), Sàpardiatmi (urusan wanita).

Struktur organisasi partai masih menggunakan pola lama, seperti yang digunakan PKI Angkatan 1926. Yakni, badan tertinggi adalah CC, kemudian SC untuk tingkat karesidenan, OSC untuk tingkat kabupaten, Resort untuk tingkat kecamatan, dan Sarikat Rakyat sebagai onderbouw resmi partai.

Sedangkan Pesindo, BTI, dan SOBSI, masih tergabung di dalam Sayap Kiri. Oleh karena itu, secara organisatoris, mereka tidak punya hubungan langsung dengan partai.

1 komentar:


  1. ayo daftarkan diri anda di AJOQQ :D
    menangkan jackpot dengan sebanyak-banyaknya :D
    WA;+855969190856

    BalasHapus