Selasa, 04 April 2017

Mengenang Pemberontakan Jeju


Selasa 04 April 2017 - 01:50 | Korean Chobo

Kurang lebih 69 tahun yang lalu, Jeju yang indah itu bersimbah darah

(Photo: apjjf.org)

Pulau Jeju merupakan salah satu pulau eksotik yang menjadi bagian dari Korea Selatan. Keindahan bunga dan pesona budaya yang menarik menjadikan pulau yang satu ini tempat yang cocok untuk berlibur.
Namun rupanya keindahan Jeju yang ada pada saat ini menyimpan luka mendalam. Sebuah tragedi pasca terlepas dari kependudukan Jepang terjadi. Memakan korban puluhan ribu, tragedi tersebut bernama 제주 4.3 사건 (dibaca: Jeju sa.sam sageon) atau lebih dikenal dengan sebutan Pemberontakan dan Pembantaian Jeju. Pada 3 April 2017 menandai 69 tahun terjadinya tragedi yang terjadi pada tahun 1948 ini.

Kependudukan Jepang di Korea akhirnya berakhir pada Agustus 1945, setelah Jepang menyatakan kekalahannya di akhir Perang Dunia II. 35 tahun dibawah kependudukan Jepang tentu memberikan efek yang mendalam bagi Korea. Kekalahan Jepan ini dianggap sebagai salah satu hal yang melegakan bagi Korea.

Setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945, Korea kemudian diserahkan kepada Amerika dan Soviet sebagai tanda kekalahan. Pasukan Amerika dan Uni Soviet kemudian tiba di Korea, keduanya tetap tinggal terpisah sesuai hal yang sudah diatur dalam perjanjian Presiden kedua negara adidaya.

Pada tahun-tahun pasca perang, ada satu kesamaan yang dihadapi 3 negara Korea, Jepang dan China. Hal tersebut tidak lain adalah perjuangan melawan komunis. Jika Jepang berhasil menekan kelompok komunis, negeri China kemudian berjalan di bawah pemerintahan komunis setelah kemenangan kelompok tersebut. Berbeda lagi dengan kedunya, Korea kemudian secara resmi terbagi menjadi dua negara setelah perang.

Selama perjalanannya setelah lepas dari kependudukan Jepang, Korea yang kemudian dibawahi dua negara adidaya Amerika dan Uni Soviet terbagi menjadi dua bagian kelompok berbeda ideologi. Perbedaan ini membawa perpecahan Korea menjadi dua bagian dengan pemerintahan dan pemimpin masing-masing. Berkembang dengan cara demikian konflik pun dimulai ketika United Nation atau UN mengeluarkan UN Resolution 112 mengenai pemilihan umum di Korea.

Kenangan berdarah itu masih melekat di hati masyarakat Jeju.

(Photo: Wikipedia Common)

Pemberontakan dan Pembantaian Jeju mulai terjadi pada 3 April 1948. Tragedi yang menewaskan puluhan ribu orang Jeju ini menjadi salah satu kejadian memilukan milik negeri ginseng. 69 tahun yang lalu tragedi ini terjadi, namun lukanya masih melekat di seluruh benak dan hati masyarakat Korea.

Konflik antar 2 ideologi yang berkembang di Korea pasca lepas dari kependudukan Jepang memuncak saat United Nation atau UN mengeluarkan UN Resolution 112. Keputusan yang dikeluarkan pada 14 November 1947 ini berisi tentang pemilihan umum untuk Korea dibawah pengawasan UN. Pada saat itu, Uni Soviet yang sedang menduduki bagian Utara menolak keputusan tersebut. Membawa UN mengeluarkan keputusan baru dengan keterangan bahwa pemilihan umum dibawah pengawasan UN berlaku untuk area Korea yang diduduki Amerika yaitu, bagian selatan.

Pemilihan Umum pun direncanakan dan akan berlangsung pada tanggal 10 Mei 1948. Keluarnya keputusan dan penentuan tanggal rupanya berhasil membuat keadaan Jeju ‘meledak’. Memberontak, para pemimpin partai buruh seperti Partai Pekerja Komunis Korea Selatan disana merencanakan untuk mengadakan gerakan pada tanggal 1 Maret mengecam dan menahan seluruh hal yang berkaitan dengan pemilihan umum yang akan datang.

Bereaksi atas gerakan yang mengecam pemilihan umum ini, polisi pun bertindak. Menangkap kurang lebih 2.500 demonstran dan membunuh sekitar 6 orang yang ikut dalam gerakan. Dengan penangkapan dan terbunuhnya kawan mereka, pada akhirnya perencanaan untuk pemberontakan dilakukan. Pada akhirnya, tanggal 3 April 1948 menjadi tanda dimulainya Pemberontakan Jeju.

Ribuan orang Jeju terbunuh dalam tragedi ini.

(Photo: The Asia Pacific Journal via Ten Thousand Things)

Mengikuti rencana pemberontakan setelah tertangkapnya 2.500 demonstran dan terbunuhnya 6 orang diantaranya, serangan demonstran lancarkan pada tanggal 3 April 1948. Pemberontakan pada hari itu dilakukan dengan menyerang 11 kantor polisi, membunuh polisi, memutilasi beberapa diantaranya dan membakar habis pusat pemungutan suara untuk pemilihan umum yang akan datang. Kurang lebih 50 orang polisi terbunuh saat serangan yang dilancarkan pemberontak pada pukul 2 dini hari itu.

Keadaan yang semakin tidak kondusif ini membawa pemerintah pusat memutuskan untuk mengirim sekitar 3.000 tentara untuk memperkuat kepolisisan Jeju. Dikirim untuk memperkuat rupanya ratusan tentara tersebut lebih memilih untuk memberontak dan membantu para demonstran dengan memberikan senjata. Keadaan yang semakin memburuk membawa berbagai keputusan seperti penurunan pejabat setempat, pelucutan senjata para polisi Jeju sampai larangan untuk para kelompok-kelompok paramilter yang ada di Pulau Jeju. Meskipun sebenarnya tujuan utama mereka adalah untuk adanya persatuan dari Korea yang terpecah atau reunifikasi.

Keadaan ini kemudian menghimpit masyarakat Jeju lainnya. Masyarakat biasa yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan gerakan kemudian menjadi korban. Salah satunya di Dongkwang, pulau di bagian selatan Jeju. Setelah masuknya laporan bahwa masyarakat disana memberi makan para pemberontak, tentara kemudian berdatangan untuk membunuh dan membakar daerah tersebut.

Terus berlanjut, tindakan kejam untuk menekan gerakan semakin besar. Pada akhir 1948, di Tosan, pada dini hari tentara datang untuk mengumpulkan sekitar 150 pemuda dan 20 pemudi cantik yang terpilih. Pemuda-pemudi tersebut kemudian dibawa ke pantai, 150 pemuda kemudian dieksekusi sementara pemudi yang dipilih tersebut diperkosa oleh para tentara selama kurang lebih 2 minggu sebelum akhirnya dibunuh.

Tindakan kejam dari tentara tersebut juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Ribuan masyarakat diketahui telah dieksekusi dalam hitungan minggu saja. Tragedi ini kemudian tergantikan dengan masuknya invasi dari Korea Utara ke Korea Selatan pada 25 Juni 1950.

Meninggalkan luka mendalam atas penderitaan bertubi masyarakat Jeju.

Sumber: Kumparan 

0 komentar:

Posting Komentar