* Reza Wydia
PKI (Partai Komunis Indonesia) memperoleh jumlah suara
terbesar ke-empat. Hal ini terjadi karena di dalam PKI rakyat merasakan bahwa
kepentingan dan cita-cita mereka mendapatkan tempatnya.
Hal itu
memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi AS. Bahwa sebenarnya basis
kekuatan PKI adalah rakyat biasa. Sehingga jika AS ingin meruntuhkan PKI,
rakyat biasa dan seluruh anggota PKI harus dibuat takut untuk berkata PKI.
Satu
hal yang perlu kita ketahui bahwa PKI adalah partai komunis terbesar di Negara
non-komunis. Anggota PKI sendiri berjumlah sekitar 3,5 juta orang. Ditambah 3
juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh
yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani BTI yang mempunyai 9 juta
anggota. Termasuk pergerakan wanita, organisasi penulis dan artis, dan
pergerakan sarjananya. Jadi sebenarnya PKI memiliki lebih dari 20 juta anggota
dan pendukung.
Menciutkan nyali PKI bukan perkara yang mudah. Terbukti saat
Aidit malah menantang balik Hatta yang menuntut PKI diadili setelah pemilu
pertama. Jadi satu-satunya cara cepat untuk meruntuhkan PKI sampai ke
akar-akarnya adalah dengan membunuh seluruh rakyat biasa yang menjadi basis
kekuatannya.
AS tidak kuasa menyembunyikan kegembiraannya saat mendengar
tragedi itu terjadi. Mereka mempersenjatai militer Indonesia hingga 64 juta
dollar sejak 1959. Seperti yang telah dilansir di laporan Suara Pemuda
Indonesia sebelum akhir tahun 1960, bahwa AS telah melengkapi 43 batalion
angkatan bersenjata. Lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di
AS. Ratusan perwira angkatan rendah juga dilatih tiap tahun pada 1956-1959.
Awal mula Pembasmian PKI 1965–1966
Peristiwa pembantaian terhadap orang-orang
yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah terjadinya Gerakan 30
September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai
dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan
ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru. Partai Komunis
Indonesia (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden
Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.
Kudeta yang
gagal menimbulkan kebencian terhadap komunis, karena kesalahan dituduhkan
kepada PKI. PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Pembantaian dimulai pada
Oktober 1965 dan memuncak selama sisa tahun sebelum akhirnya mereda pada awal
tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar
ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan
hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh
orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di
seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di Jawa Tengah, Timur,
Bali, dan Sumatera Utara.
Pada sore tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965,
enam jenderal dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan 30
September. Maka pemimpin-pemimpin utama militer Indonesia tewas atau hilang,
sehingga Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata. Pada 2 Oktober,
ia mengendalikan ibu kota dan mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal.
Angkatan bersenjata menuduh PKI sebagai dalang peristiwa tersebut. Pada tanggal
5 Oktober, jenderal-jenderal yang tewas dimakamkan. Propaganda militer mulai
disebarkan, dan menyerukan pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini
berhasil meyakinkan orang-orang Indonesia dan pemerhati internasional bahwa
dalang dari semua peristiwa ini adalah PKI. Penyangkalan PKI sama sekali tidak
berpengaruh. Maka ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun
pun meledak.
Ada beberapa hal yang sangat mengerikan yang terjadi pada waktu
itu, yakni:
1. Pemimpin-pemimpin militer yang
diduga sebagai simpatisan PKI dicabut jabatannya.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat dan kabinet
dibersihkan dari pendukung-pendukung Soekarno.
3. Pemimpin-pemimpin PKI segera ditangkap, bahkan beberapa dihukum mati.
4. Petinggi angkatan bersenjata menyelenggarakan
demonstrasi di Jakarta.
5. Pada tanggal 8
Oktober, markas PKI Jakarta dibakar.
6. Kelompok
pemuda anti-komunis dibentuk, contohnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI).
Pembantaian
Kejam dibalik Tewas nya Para PKI
Pembersihan dimulai pada Oktober 1965 di
Jakarta, yang selanjutnya menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, dan Bali.
Pembantaian dalam skala kecil dilancarkan di sebagian daerah di pulau-pulau
lainnya, terutama Sumatra. Pembantaian terburuk meletus di Jawa Tengah
dan Timur. Korban jiwa juga dilaporkan berjatuhan di Sumatra utara dan
Bali.
Kebencian terhadap komunis dikobarkan oleh angkatan darat, sehingga banyak
penduduk Indonesia yang ikut serta dalam pembantaian ini. Peran angkatan darat
dalam peristiwa ini tidak pernah diterangkan secara jelas. Di beberapa tempat,
angkatan bersenjata melatih dan menyediakan senjata kepada milisi-milisi lokal.
Di tempat lain, para vigilante mendahului angkatan bersenjata, meskipun pada
umumnya pembantaian tidak berlangsung sebelum tentara mengenakan sanksi
kekerasan. Petinggi-petinggi PKI diburu dan ditangkap.
1. Petinggi PKI, Njoto, ditembak pada
tanggal 6 November,
2. Ketua PKI Dipa Nusantara
Aidit pada 22 November, dan
3. Wakil Ketua
PKI M.H. Lukman segera sesudahnya.
Beberapa cabang PKI melancarkan perlawanan
dan pembunuhan balasan, tetapi sebagian besar sama sekali tidak mampu melawan.
Tidak semua korban merupakan anggota PKI. Seringkali cap "PKI"
diterapkan pada tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang beraliran
kiri. Dalam kasus-kasus lainnya, para korban merupakan orang-orang yang hanya
dituduh atau diduga komunis.
Warga keturunan Tionghoa juga turut menjadi korban.
Beberapa dari mereka dibunuh, dan harta benda mereka dijarah. Di Kalimantan
Barat, sekitar delapan belas bulan setelah pembantaian di Jawa, orang-orang
Dayak mengusir 45.000 warga keturunan Tionghoa dari wilayah pedesaan. Ratusan
hingga ribuan di antara mereka tewas dibantai.
Metode pembantaian meliputi
penembakan atau pemenggalan dengan menggunakan pedang samurai Jepang.
Mayat-mayat dilempar ke sungai, hingga pejabat-pejabat mengeluh karena sungai
yang mengalir ke Surabaya tersumbat oleh jenazah. Di wilayah seperti Kediri,
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama menyuruh orang-orang komunis berbaris.
Mereka lalu menggorok leher orang-orang tersebut, lalu jenazah korban dibuang
ke sungai. Pembantaian ini mengosongkan beberapa bagian desa, dan rumah-rumah
korban dijarah atau diserahkan ke angkatan bersenjata.
Pembantaian telah mereda
pada Maret 1966, meskipun beberapa pembersihan kecil masih berlangsung hingga
tahun 1969. Penduduk Solo menyatakan bahwa meluapnya sungai Bengawan Solo yang
tidak biasa pada Maret 1966 menandai berakhirnya pembantaian.
Ketika dua pria
sedang menanti kematiannya, seorang tentara di belakang mereka menusukkan
bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya. [wikipedia]
Pembunuhan di Jawa Di Jawa, banyak
pembunuhan dilakukan oleh simpatisan aliran. Militer mendorong para santri Jawa
untuk mencari anggota PKI di antara orang-orang abangan Jawa. Pembunuhan meluas
sampai pada orang-orang yang bukan anggota PKI.
Di Jawa, contohnya, banyak
orang yang dianggap "PNI kiri" dibunuh. Yang lainnya hanya dituduh
atau merupakan korban fitnah dengan sedikit atau tanpa motif politik.
Konflik yang pernah pecah pada tahun 1963 antara partai Muslim Nahdlatul Ulama
(NU) dan PKI berubah menjadi pembantaian pada minggu kedua Oktober.
Kelompok
Muslim Muhammadiyah menyatakan pada awal November 1965 bahwa pembasmian
"Gestapu/PKI" merupakan suatu Perang Suci. Pandangan tersebut
didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya di Jawa dan Sumatra.
Bagi banyak
pemuda, membunuh orang komunis merupakan suatu tugas keagamaan. Di tempat-tempat
adanya pusat komunis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kelompok-kelompok Muslim
menganggap bahwa mereka adalah korban serangan komunis supaya mereka memperoleh
pembenaran atas pembantaian yang mereka lakukan. Mereka biasanya
mengungkit-ungkit Peristiwa Madiun pada tahun 1948. Para pelajar Katolik di
daerah Yogyakarta meninggalkan asrama mereka pada malam hari untuk ikut
membunuh orang-orang komunis yang tertangkap.
Pada tanggal 1 oktober 1965 di
bentuk Komando Operasi Merapi di Jawa tengah. Operasi merapi ini langsung
dipimpin oleh komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhi Wibowo. Dalam operasi itu,
pimpinan PKI di jawa tengah seperti Kolonel Sahirman, kolonel Maryono, dan
Kapten Sukarno berhasil di tembak mati. Untuk sebagian besar daerah,
pembantaian mereda pada bulan-bulan awal tahun 1966, namun di daerah-daerah
tertentu di Jawa Timur pembantaian berlangsung sampai bertahun-tahun. Di
Blitar, ada aksi gerilya yang dilakukan oleh anggota-anggota PKI yang selamat.
Aksi tersebut berhasil diberantas pada 1967 dan 1968. Mbah Suro, seorang
pemimpin kelompok komunis yang bercampur mistisisme tradisional, bersama para
pengikutnya membangun pasukan. Dia dan kedelapan puluh pengikutnya terbunuh
dalam sebuah perang perlawanan menghadapi angkatan bersenjata Indonesia.
Beberapa
laporan tentang pembunuhan Sadis di daerah Jawa Timur :
1. Lawang, Kabupaten
Malang. Para anggota dan simpatisan PKI yang akan dibunuh dikat tangannya. Lalu
segerombolan pemuda Ansor bersama satu unit tentara Zeni Tempur membawa ke
tempat pembantaian. Para korban satu persatu digiring ke lubang. Mereka
dipukuli dengan benda keras sampai tewas. Lalu kepala mereka di penggal. Ribuan
orang dibunuh dengan cara ini. Lalu pohon pisang ditanam diatas kuburan mereka.
2. Singosari , Malang. Oerip Kalsum, seorang lurah wanita desa Dengkol,
Singosari dibunuh dengan cara tubuh dan kemaluannya dibakar, lalu lehernya
diikat sampai tewas.
3. Tumpang, Kabupaten Malang. Sekitar ribuan orang dibunuh
oleh tentara dari Artileri Medan ( Armed I ) bekerja sama dengan Ansor. Mayat
korban dikuburkan didesa Kunci.
4. Kabupaten Jember. Pembantaian dilakukan oleh
Armed III. Tempat pembantaian perkebunan karet Wonowiri dan Glantangan serta
kebun kelapa Ngalangan. Sementara di Desa Pontang pembantaian dilakukan oleh
kepala Desa dan pensiunan tentara.
5. Nglegok. Kabupaten Blitar. Japik seorang
tokoh Gerwani cabang setempat dan seorang guru, dibunuh bersama suaminya. Ia
diperkosa berkali kali sebelum tubuhnya dibelah mulai dari payudara dan
kemaluannya. Nursamsu seorang guru juga dibunuh, dan potongan tubuhnya
digantung di rumah kawan kawannya. Sucipto seorang bekas lurah Nglegok dikebiri
lalu dibunuh. Semuanya dilakukan oleh pemuda Ansor.
6. Garum, Kabupaten Blitar.
Ny Djajus seorang lurah desa Tawangsari dan seorang anggota Gerwani. Hamil pada
saat dibunuh. Tubuhnya dibelah sebelum dibunuh.
7. Kecamatan Gurah, Kabupaten
Kediri. Beberapa guru, kepala desa ditangkap oleh pemuda Ansor, lalu disembelih
dan mayatnya dibuang ke sungai. Beberapa kepala guru dipenggal dan ditaruh
diatas bambu untuk diarak keliling desa.
8. Kecamatan Pare, Kediri. Suranto,
seorang kepala sekolah menengah di Pare. Ia bukan anggota PKI, tetapi anggota
Partindo. Ia bersama istrinya yang sedang hamil 9 bulan di tangkap pemuda
Ansor. Mereka dibunuh, perut istrinya dibelah dan janinnya dicincang. Selama
seminggu setelah kejadian itu, kelima anak anak Suranto yang masih kecil kecil
tidak punya siapa siapa yang akan menolong mereka, karena para pemuda Ansor
memperingatkan tetangga, bahwa barang siapa menolong anak anak itu tidak
dijamin keselamatannya.
9. Kecamatan Keras, Kabuaten Kediri. Tahanan dibawa
naik rakit oleh pemuda Ansor, dan disepanjang perjalanan mereka dipukui sampai
mati, lalu mayatnya dibuang di bantaran sungai.
10. Kabupaten Banyuwangi.
Pembantaian dilakukan mulai tgl 20 November 1965 sampai 25 Desember 1965.
Kemudian terjadi lagi 1 Oktober sampai 5 Oktober 1966 serta pembantaian
terakhir sejak Mei 1967 sampai Oktober 1968. Pembantaian dilakukan oleh regu
regu tembak dari Kodim 08325, pemuda Ansor dan Pemuda Demokrat. Mayat mayat
dikubur dilubang lubang yang sudah disiapkan. Umumnya satu lubang memuat 20 25
orang. Dengan menggunakan truk pinjaman dari pabrik kertas di Banyuwangi
ratusan korban disiram minyak tanah dan dibakar lalu dilempar ke jurang di Curahtangis,
antara jalan Banyuwangi dan Situbondo. Dalam banyak kasus, perempuan perempuan
dibunuh dengan cara ditusuk dengan pedang panjang melalui vagina sehingga perut
mereka terbelah. Kepala dan payudara mereka dipotong potong lalu dipamerkan di
pos pos jaga yang ada di sepanjang perjalanan.
Pembunuhan di Sumatra Tindakan
PKI berupa gerakan penghuni liar dan kampanye melawan bisnis asing di
perkebunan-perkebunan di Sumatra memicu aksi balasan yang cepat terhadap
orang-orang komunis.
Di Aceh sebanyak 40.000 orang dibantai, dari sekitar
200.000 korban jiwa di seluruh Sumatra. Pemberontakan kedaerahan pada akhir
1950-an semakin memperumit peristiwa di Sumatra karena banyak mantan
pemberontak yang dipaksa untuk berafiliasi dengan organisasi-organisasi komunis
untuk membuktikan kesetiaan mereka kepada Republik Indonesia. Berhentinya
pemberontakan tahun 1950-an dan pembantaian tahun 1965 oleh kebanyakan
masyarakat Sumatra dipandang sebagai "pendudukan suku Jawa".
Di
Lampung, faktor lain dalam pembantaian itu nampaknya adalah imigrasi suku Jawa.
Jumlah korban Meskipun garis besar peristiwa diketahui, namun tidak banyak yang
diketahui mengenai pembantaiannya, dan jumlah pasti korban meninggal hampir tak
mungkin diketahui. Hanya ada sedikit wartawan dan akademisi Barat di Indonesia
pada saat itu. Angkatan bersenjata merupakan satu dari sedikit sumber
informasi, sementara rezim yang melakukan pembantaian berkuasa sampai tiga
dasawarsa. Media di Indonesia ketika itu dibatasi oleh larangan-larangan di
bawah "Demokrasi Terpimpin" dan oleh "Orde Baru" yang
mengambil alih pada Oktober 1966.
Karena pembantaian terjadi di puncak Perang
Dingin, hanya sedikit penyelidikan internasional yang dilakukan, karena
berisiko memperkusut prarasa Barat terhadap Soeharto dan "Orde Baru"
atas PKI dan "Orde Lama". Dalam waktu 20 tahun pertama setelah
pembantaian, muncul tiga puluh sembilan perkiraan serius mengenai jumlah
korban. Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar
78.500 telah meninggal, sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma,
perkiraan awalnya mencapai 2 juta korban jiwa.
Di kemudian hari, angkatan
bersenjata memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta
orang. Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar
200.000 orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari 500,000 sampai 1
juta orang. Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta
orang dibantai, lebih banyak dari peristiwa manapun dalam sejarah Indonesia.
Suatu komando keamanan angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai
500.000 jiwa dibantai. Para korban dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal,
dicekik, atau digorok oleh angkatan bersenjata dan kelompok Islam.
Pembantaian
dilakukan dengan cara "tatap muka", tidak seperti proses pembantaian
massal oleh Khmer Merah di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di Eropa. Penahanan
Penangkapan dan penahanan berlanjut sampai sepuluh tahun setelah pembantaian.
Pada 1977, laporan Amnesty International menyatakan "sekitar satu
juta" kader PKI dan orang-orang yang dituduh terlibat dalam PKI ditahan.
Antara 1981 dan 1990, pemerintah Indonesia memperkirakan antara 1.6 sampai 1.8
juta mantan tahanan ada di masyarakat.
Ada kemungkinan bahwa pada pertengahan
tahun 1970-an, 100.000 masih ditahan tanpa adanya proses peradilan.
Diperkirakan sebanyak 1.5 juta orang ditahan pada satu waktu atau lainnya.
Orang-orang PKI yang tidak dibantai atau ditahan berusaha bersembunyi sedangkan
yang lainnya mencoba menyembunyikan masa lalu mereka. Mereka yang ditahan
termasuk pula politisi, artis dan penulis misalnya Pramoedya Ananta Toer ,
serta petani dan tentara. Banyak yang tidak mampu bertahan pada periode pertama
masa penahanan dan akhirnya meninggal akibat kekurangan gizi dan penganiayaan.
Ketika orang-orang mulai mengungkapkan nama-nama orang komunis bawah
tanah,
kadang kala di bawah siksaan, jumlah orang yang ditahan semakin meninggi pada
1966–68. Mereka yang dibebaskan seringkali masih harus menjalani tahanan rumah
dan secara rutin mesti melapor ke militer. Mereka juga sering dilarang menjadi
pegawai pemerintah, termasuk juga anak-anak mereka.
Akhir PKI Usaha Soekarno
yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom
telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan
oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis, dan militer berada pada jalan
menuju kekuasaan.
Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya oleh
Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Presiden Sementara. Pada Maret 1968
Soeharto secara resmi terpilih menjadi presiden. Pembantaian ini hampir tidak
pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit
perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional. Penjelasan memuaskan
untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif
ideologis. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa
kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan
sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin. PKI yang di tahan dan
yang telah dibebaskan seringkali masih harus menjalani tahanan rumah dan secara
rutin mesti melapor ke militer. Mereka juga sering dilarang menjadi pegawai
pemerintah, termasuk juga anak-anak mereka.
Daftar Pustaka:
-
I Wayan Badrika. 2006. Buku Sejarah SMA kelas XII. ERLANGGA. Jakarta.
-
Notosusanto, Nugroho. 1992. Sejarah Nasional Indonesia V. BALAI
PUSTAKA. Jakarta
-
Buku 30 TAHUN Indonesia Merdeka 1965-1973. Sekertariat Negara Republik
Indonesia. Jakarta
-
Gerakan 30 September - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.htm
-
Laporan The Econimist London berdasarkan informasi ilmuwan ilmuwan
Indonesia
-
Hermawan Sulistyo, Forgotten Years, Indonesia's missing history of mass
slaughter ( Jombang – Kediri 1965 -1966 )
Sumber: http://wartasejarah.blogspot.com/2013/07/tugas-indo-5-reza-wydia.html
0 komentar:
Posting Komentar