Penulis: Ignatius Dwiana - 14:25
WIB | Rabu, 24 Juli 2013
(Foto asianaclub.wordpress.com)
TANGERANG – Special Reporteur Komisi HAM PBB
perlu dihadirkan agar mengetahui atau mendengar secara langsung tindak
kejahatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tragedi 1965/66.
Sanksi tegas juga perlu dijatuhkan atas para penjahat
HAM. Demikian salah satu tuntutan yang disampaikan Bedjo Untung, Ketua Yayasan
Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65, Indonesian Institute for
The Study of 1965/1966 Massacre) di Tangerang dalam siaran pers pada hari
Selasa (23/7).
Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) satu tahun lalu yang diharapkan sebagai pintu masuk untuk penyelesaian
tragedi 1965/66 ternyata tidak ditindak lanjuti Jaksa Agung. Jaksa Agung tidak
melakukan penyidikan dan menggelar pengadilan HAM ad hoc.
Juga melakukan terobosan dalam menuntaskan penyelesaian
atas korban tragedi 1965 dengan mengembalikan hak-hak korban ‘65 untuk
memperoleh keadilan, rehabilitasi, kompensasi dan kebenaran.
Berbagai dalih dilontarkan untuk mengganjal rekomendasi
tersebut.
Bahkan, Menkopolhukam Djoko Suyanto berupaya
membela para pelaku kejahatan kemanusiaan dengan tidak merespon terbentuknya
pengadilan HAM ad hoc.
Tindakan lembaga Negara Kejaksaan agung maupun
Kemenpolhukam tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya melanggengkan
impunitas dan melecehkan upaya penegakan HAM serta bukti bahwa negara atau
Pemerintah tidak serius dan tidak mampu dalam hal menyelesaikan tragedi
kemanusiaan 1965/66.
Dalam tuntutannya YPKP 65 mendesak, pertama,
Kejaksaan Agung harus segera menindak lanjuti hasil temuan Tim Investigasi
Komnas HAM dan segera membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk
mengadili para pelaku/penjahat HAM agar ada kepastian hukum
dan keadilan bagi korban.
Kedua, Presiden segera menerbitkan surat Keputusan
Presiden (Keppres) untuk memberikan rehabilitasi, reparasi dan kompensasi
kepada Korban 65 seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomer 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM serta Surat Rekomendasi Ketua Komnas HAM, Mahkamah Agung,
dan Ketua DPR-RI.
Ketiga, negara atau Pemerintah menjamin tidak akan
mengulangi lagi tindak kejahatan pelanggaran HAM berat seperti yang
terjadi pada kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/66.
Keempat, Presiden atas nama negara segera melakukan
permintan maaf kepada korban pelanggaran HAM sebagai pintu masuk untuk menuju
pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara menyeluruh.
Kelima, Komnas HAM segera melakukan Investigasi dan
Pencatatan atau Pemberkasan Berita Acara Korban ‘65 di seluruh Indonesia dan
menerbitkan rekomendasi agar Korban pelanggaran HAM berat 1965/66 memperoleh
pelayanan medis/psikososial LPSK (Lembaga perlindungan saksi dan Korban) serta
rehabilitasi.
Keenam, apabila penyelesaian melalui mekanisme hukum
dalam negeri mengalami jalan buntu, YPKP 65 tidak menutup kemungkinan
atau sedang mempersiapkan untuk mengadukan dan melaporkan ke jalur
Internasional: melaporkan ke Dewan HAM PBB, UNWGEID, Organisasi-Organisasi
kemanusiaan Internasional, ICC, ICRC, Amnesty Internasional, dan lain-lain.
Ketujuh, perlu menghadirkan Special Reporteur Komisi HAM
PBB agar mengetahui/mendengar secara langsung adanya tindak kejahatan
pelanggaran HAM tragedi 1965/66 di Indonesia dan menjatuhkan sanksi tegas
terhadap para penjahat HAM.
Editor : Yan Chrisna
0 komentar:
Posting Komentar