5 Oktober 2013
Judul Buku:
Bunga Tabur Terakhir
Penulis:
GM. Sudarta
Penerbit:
Galangpress
Tahun Terbit:
2011
Tebal:
156 halaman
_______________________________________________
Tiap September kita diingatkan dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). Tragedi berdarah G30S/PKI adalah dramaturgi bertajuk pembantaian massal. PKI dianggap dalang pembunuh enam jenderal. Walhasil, doktrin dan wacana anti PKI merebak di seantero negeri.
Pun negeri ini hidup dalam kegelapan. Mereka yang dianggap PKI, entah itu tokoh, pengurus, kader dan bahkan simpatisan “partai terlarang” ditangkap, diculik, dibunuh, dengan cara biadab, jauh dari norma serta etika kemanusian. Singkat kata, hal-hal yang berbau bahkan bersentuhan PKI: ideologi, simbol, identitas, dan sebagainya—wajib disingkirkan dari tanah republik.
Kengerian itu digambarkan dengan dramatis, mendalam, dan apa adanya dalam buku Bunga Tabur Terakhir. Kisah-kisah pilu dialami saudara kita yang di-PKI-kan direkam secara apik karikaturis GM Sudarta. Ia menggambarkan bagaimana situasi tegang, menakutkan, dan tindakan bengis terjadi ketika peristiwa kelabu pecah dan PKI/mereka yang dituduh “partai terlarang” itu hidup dalam bayang-bayang ketakutan serta kematian.
Sungguh situasi yang begitu mencengangkan. Penulis buku mengilustrasikan kembali keadaan zaman meminjam istilah pujangka Joyoboyo zaman edan ke dalam sepuluh cerpen yang ia racik berdasarkan pengalaman pribadi, hasil investigasi dan wawancara langsung dengan para korban kekejaman peristiwa genocide PKI.
Membaca sepuluh cerpen buku ini, pembaca seakan merasakan langsung betapa mengerikan peristiwa PKI. Dengan kreatif, penulis buku membawa imajinasi kita pada keadaan sebenarnya, saat di mana pengejaran terhadap PKI serta hal-hal bersentuhan dengan PKI terjadi ketika itu. Mulai didaftar sebagai anggota PKI, diculik, dibantai, hingga disiksa dengan cara bengis. Tak sampai di situ, citra dan bahkan pembunuhan karakter serta identitas anggota PKI yang juga sebagai pemilik sah republik ini turut dilenyapkan—ironinya masih terjadi hingga saat ini.
Reformasi dan demokrasi memang telah memberikan “angin kebebasan”, termasuk pada keturunan PKI. Tapi tak berarti stigma yang dialamatkan PKI beserta keturunannya bersih dari rekayasa politik masa silam. Manipulasi sejarah yang telah mengakar dan mendarah daging telah menghilangkan identitas kultural, sosial, hukum, budaya, serta politik generasi PKI.
Dalam bahasa lain, masih ada “Soeharto-Soeharto kecil” dalam diri kita ketika mengenang PKI. G30S selalu identik dengan PKI. Begitulah politik keji Orba di bawah panglima Soeharto melakukan manipulasi sejarah dengan menuduh PKI dalang di balik pembunuh enam jenderal. Padahal, hingga kini tak ada bukti otentik PKI aktor utama pembunuh enam jenderal.
Peresensi : Agus Lucky Syahputra (Ketua Umum IKPM Sumsel 2012-2014)
Sumber: IKPSumsel
0 komentar:
Posting Komentar