30 September 2014
Hari Selasa, 30 September, adalah peringatan Gerakan 30 September atau yang juga disebut G30S.
Meski demikian, tidak semua orang mengenal hari tersebut.
"Kurang tau ya. Soalnya saya lahirnya tahun 90-an," kata Helmi ketika ditanya mengenai pemahamannya akan hari tersebut.
Tanggapan yang hampir sama juga diberikan Preti, seorang karyawati kelahiran tahun 1991.
"Eeee...komunis. Ehmmm...apa lagi ya? Tiga puluh September, gak tau, gak tau lagi," kata Preti kepada wartawan BBC Indonesia Rizki Washarti.
Tragedi nasional
Gerakan 30 September adalah sebuah tragedi nasional, jelas Cosmas Batubara, politikus dan mantan menteri era Suharto.
"Pada 30 September Partai Komunis Indonesia melakukan langkah-langkah dengan membunuh beberapa jenderal untuk mengarah kepada pengambilan kekuasaan.
Lalu kemudian ada reaksi dari masyarakat yang tidak bisa menerima hal itu, sehingga Partai Komunis Indonesia dibubarkan," kata Cosmas.
"Kalau generasi sekarang tidak terlalu ingat lagi, bisa dipahami karena dari pemerintah memang tidak terlalu lagi digembar-gemborkan lagi, sehingga pemahaman mereka hanya sebagai satu peristiwa yang pernah terjadi, bagi generasi yang umurnya 25 tahun ke bawah," ujar Cosmas yang saat itu merupakan aktivis mahasiswa.
Masalah lainnya, di bawah Orde Baru pimpinan Presiden Suharto, peristiwa tersebut -yang kemudian diikuti dengan pembunuhan sekitar 200.000 hingga satu juta lebih- ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa.
Induk semua kekerasan
Bagi pengamat hak asasi manusia, Andreas Harsono, berpendapat G30S masih sangat penting untuk diketahui.
"Karena dari berbagai macam kekerasan besar yang terjadi di Indonesia maupun Hindia Belanda atau kerajaan-kerajaan sebelum Hindia Belanda tidak ada kekerasan dengan level kekerasan yang sama dengan kekerasan dan jumlah korban dan tahun-tahun diskriminasi sepanjang 1965." ungkap Andreas.
Dia menambahkan kekerasaan di Indonesia seperti di Papua dan Aceh terjadi karena adanya 'pembiaran' kekerasan yang dimulai sejak 1965.
Oleh karena itu, Andreas berharap pemerintah yang akan datang lebih menaruh perhatian terhadap tragedi 1965.
Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar