Kamis, 02 Februari 2017

Kontras Laporkan Wiranto dan Komnas HAM ke Ombudsman

Kamis, 2 Februari 2017 | 15:48 WIB


Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017). Kristian Erdianto


 KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ke Ombudsman.
Selain Wiranto, Kontras juga melaporkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, pelaporan ini terkait kebijakan Wiranto dan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus HAM berat masa lalu.
Sejumlah aktivis dan keluarga korban HAM berat masa lalu merasa Wiranto dan Komnas HAM telah menyalahi aturan dengan memutuskan penyelesaian melalui jalur rekonsiliasi.
"Hari ini kami melaporkan dugaan mala-administrasi yang dilakukan pejabat publik Wiranto dan Komnas HAM," ujar Haris di Gedung Ombudsman Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Dalam rapat yang dilakukan beberapa hari lalu di kantor Kemenko Polhukam, Wiranto dan Komisioner Komnas HAM memutuskan penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (kasus TSS) melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.
Rencananya, yang menjadi pelaksana adalah Dewan Kerukunan Nasional.
Haris mengatakan, berdasarkan undang-undang, Kemenko Polhukam tugasnya hanya bersifat koordinasi, tidak untuk memutuskan suatu kebijakan penyelesaian kasus HAM.
Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang HAM, tugas penyelesaian kasus HAM ditangani oleh Komnas HAMKejaksaan Agung, dan persetujuan dari DPR, presiden, dan pengadilan.
"Apa yang dilakukan Wiranto adalah mala-administrasi, menggunakan kewenangan untuk hal yang di luar kewenangan," kata Haris.
Sementara itu, Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, Komnas HAM dan Wiranto mengambil keputusan sepihak, tanpa sedikit pun melibatkan korban pelanggaran HAM.
Menurut Yati, Komnas HAM diberikan kewenangan untuk penyelidikan kasus HAM berat masa lalu.
Namun, Komnas HAM tidak memiliki kewenangan untuk menentukan penyelesaian melalui jalur rekonsiliasi.
"Selain prosedur salah, substansi penyelesaian juga salah," kata Yati.
Pelaporan tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari. Ia memastikan laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan baik oleh Ombudsman.
"Kami tentu dengan senang hati dan dengan tangan terbuka, ini tugas kami menerima pengaduan masyarakat terkait dugaan mala-administrasi dalam pelayanan publik," kata Lely.
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat sebelumnya mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini.
Imdadun mengaku sulit untuk memaksakan penyelesaian kasus TSS melalui jalur pengadilan HAM ad hoc.
Selain karena pilihan politik pemerintah, selama ini pihak Kejaksaan Agung juga tidak bisa bekerja sama dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM.
"Kami memang mendorong jalur yudisialnya, tetapi kalau kemudian Kejaksaan Agung-nya tidak kooperatif terus, apa yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM? Karena kalau penyelidik itu harus bekerja sama dengan penyidik," kata dia. 
Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu opsi.
Adapun Wiranto mengatakan, pemerintah menginginkan adanya bentuk penyelesaian kasus HAM masa lalu tanpa menimbulkan masalah baru.
"Bangsa ini sudah terlalu berat untuk bersaing dengan bangsa lain, terutama dalam situasi sekarang ini, jangan sampai kita menambah masalah ini untuk memberikan tekanan kepada pihak pemerintah dan bangsa Indonesia yang sedang berjuang," ujar Wiranto.
Penulis: Abba Gabrillin
Editor: Sandro Gatra

http://nasional.kompas.com/read/2017/02/02/15483731/kontras.laporkan.wiranto.dan.komnas.ham.ke.ombudsman

0 komentar:

Posting Komentar