Senin, 13 Februari 2017

Transformasi PKI dari Zaman ke Zaman

BY  | 

PKI adalah satu-satunya partai di Indonesia yang memiliki kemampuan survival paling tinggi. PNI, Partai Murba, Pertindo, PSII telah lama mati dan tak terdengar lagi kabarnya. Demikian juga dengan partai-partai lain yang pernah hidup berdampingan dengan PKI. Semua telah hilang ditelan zaman.
Di Indonesia, partai-partai baru lahir seperti jamur pada musim hujan di setiap pergantian rezim. Tak terhitung lagi jumlah partai yang pernah hidup di Indonesia sejak rezim Kolonial, Orde Lama, Orde Baru hingga sekarang (rezim Reformasi). Namun tak ada partai yang mampu melewati semua rezim itu, kecuali PKI.  Kemampuan PKI untuk tetap eksis hingga era milenial ini, bertumpu pada kemampuannya untuk bertransformasi baik secara internal maupun eksternal.
Pada era perjuangan kemerdekaan, partai ini mengorganisir dirinya sebagai salah satu front perlawanan terhadap penguasa (kolonial Belanda, kemudian Jepang). Pemberontakan yang diorganisir PKI berhasil dipatahkan oleh Belanda (1926) dan PKI kemudian dinyatakan terlarang. Tapi pelarangan itu tak membuat PKI mati. Mereka bertransformasi menjadi gerakan bawah tanah. Paska kekalahan Jepang pada tahun 1945, PKI kembali ke panggung politik dan berperan aktif dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari Belanda, kemudian bertransformasi menjadi partai pendukung pemerintah di masa Orde Lama. PKI berkembang menjadi salah satu partai besar di Indonesia yang aktif mendidik masyarakat melalui berbagai kegiatan seni budaya dan penerbitan.
Peristiwa tragis pada tahun 1965 yang kemudian populer sebagai peristiwa G-30 S PKI mengubah nasib, peran dan wujud partai ini secara fundamental. Rezim Orde Baru dimulai dengan menjadikan PKI sebagai alat legitimasi kekuasaan. PKI adalah musuh negara yang paling berbahaya. Harus diperangi, dan kerena itu pergantian rezim mutlak dilakukan.
Pergantian rezim berjalan dengan mulus dan PKI dibubarkan, kemudian dinyatakan sebagai partai terlarang melalui keputusan yang legal. Tapi riwayat PKI belum tamat kendati partai-partai baru lahir di sepanjang perjalanan rezim ini. Partai-partai baru membuat banyak partai lama terlupakan, namanya hanya sesekali disebut dalam buku-buku sejarah. Tidak demikian dengan PKI yang tetap populer.
PKI dengan sukses bertransformasi secara eksternal dengan menjadikan musuh-musuhnya sebagai juru stempel. Cap PKI dengan mudah ditempelkan kepada orang baik karena motif politik, persaingan bisnis dan berbagai alasan lain. Pramodya Ananta Toer, salah satu penulis besar Indonesia,  dituduh sebagai anggota PKI dan tanpa melalui persidangan yang adil dijebloskan ke penjara selama puluhan tahun. Setelah bebas dia membuat anekdot: “Aidit gagal menjadikan saya anggota PKI, tapi Soeharto justru berhasil  mem-PKI-kan saya”.
Maka jika ingin menjadi anggota PKI di zaman ini, seseorang tak perlu mencari kantornya untuk melamar. Dia cukup tampil berbeda, kritis kepada pemerintah, sesekali melontarkan gagasan-gagasan sosialis, maka dia akan segera mendapat stempel PKI. Konsekuensinya, masuk bui atau hak-haknya sebagai WNI dibatasi. PKI bertransformasi menjadi hantu tak berwujud.
Rezim Reformasi kemudian mengantikan rezim ORBA. Terjadi transformasi besar-besaran hampir di semua lini kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi informasi membuat masyarakat makin cerdas, tapi hantu PKI tak juga mati. Hanya bertransformasi menjadi jelangkung yang bisa dipanggil setiap saat. Cukup menggunakan kaus bergambar mirip palu dan arit, jelangkung PKI akan segera datang.
Kalau sebelumnya PKI menjadikan lawan-lawannya sebagai tukang stempel, di zaman ini hantu PKI sukses mendaulat banyak orang sebagai pawangnya. Mereka bisa membangkitkan hantu PKI hanya melihat gambar dalam uang. Lebih hebat lagi, sang pawang bisa membangkitkan hantu hanya dengan mengamati garis-garis mosaik sebuah bangunan yang dengan teknik tinggi dirangkainya secara imajiner menjadi bentuk palu dan arit. Bagitulah PKI terus hidup, walau wujudnya tak pernah dilihat terutama oleh mereka yang lahir di abad ini.
Hantu PKI yang terus dihidupkan kelompok-kelompok tertentu di negeri ini sesungguhnya bentuk penghinaan sangat kejam terhadap kecerdasan generasi milenial. Kecerdasan generasi ini diremehkan oleh mereka yang terus menerus menyebarkan propoganda kosong dan ketinggalan zaman.

0 komentar:

Posting Komentar