Senin, 22 Januari 2018

Korban 65 Minta Komnas HAM Investigasi Kejahatan Kemanusiaan di Pulau Buru

Senin, 22 Jan 2018 21:23 WIB | Winna Wijaya 


Ilustrasi. (Foto: komnasham.go.id/Publik Domain)
"Kasus Pulau Buru itu datanya lengkap, tempat dan waktu jelas. Didukung oleh administrasi bukti surat dari Komkamtib. Itu teman-teman saya yang dibebaskan dari Buru juga jelas," kata Bedjo Untung.
Jakarta - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim investigasi proyustisia terhadap korban kejahatan kemanusiaan di Pulau Buru, Maluku.
Ketua YPKP 1965, Bedjo Untung mengatakan pengusutan kejahatan kemanusiaan di Pulau Buru bisa menjadi pintu masuk untuk menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan tahun 1965.
"Kasus Pulau Buru itu datanya lengkap, tempat dan waktu jelas. Didukung oleh administrasi bukti surat dari Komkamtib. Itu teman-teman saya yang dibebaskan dari Buru juga jelas," kata Bedjo Untung di Jakarta, Senin (22/1/2018).
Menurut YPKP, ada sekitar 12.000 orang tahanan politik dibuang ke Pulau Buru sejak 1969 hingga 1976. 
Bedjo Untung juga mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang rehabilitasi umum, sesuai usulan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Rehabilitasi itu untuk pemulihan korban pelanggaran HAM dan pemenuhan keadilan dan kebenaran bagi korban 1965.
Bedjo Untung dan sejumlah pengurus YPKP1965 menemui Komnas HAM di Jakarta, pada Senin, 22 Januari 2018. Dalam pertemuan itu YPKP juga meminta agar Komnas HAM segera menindaklanjuti temuan kuburan massal korban 1965 yang berjumlah 162 titik. Hal itu supaya bisa dijadikan barang bukti dalam penyelesaian kasus 65.
"Jadi temuan kuburan massal ini sangat penting karena seringkali penjahat HAM pelaku mengatakan, tidak ada bukti. Kami menemukan 162 titik yang tersebar dari Sumatera sampai ke Jawa. Tempo hari kami temukan cuma 122, sekarang menjadi 162. Itu masih berkembang lagi," kata Bedjo Untung.
Bedjo juga meminta Komnas HAM untuk memverifikasi kuburan massal dan melakukan nisanisasi, serta membuat memorialisasi sekaligus merawat kuburan massal tersebut. Ia juga meminta Komnas HAM menginisiasi agar ada upaya penguburan sesuai tradisi terhadap tulang-tulang yang berserakan di hutan. 
"Usulan dari beberapa korban di daerah, supaya tulang belulang yang berserakan di hutan diangkat dan dikuburkan di tempat yang layak. Untuk menghormati tradisi warga yang dibunuh secara tidak wajar," kata Bedjo Untung.
  
Alami persekusi
Ketua YPKP1965 Bedjo Untung juga menuturkan sampai saat ini para korban 1965 masih menjadi korban persekusi, atau tindakan hukum jalanan. 
"Setiap kali ada pertemuan kami masih dikejar-kejar oleh tentara, dilarang dan diteror, dipotret. Ini bagi saya adalah hal yang tidak sehat," kata Bedjo.
Karena itu YPKP 1965 meminta bantuan dari Komnas HAM agar ikut melakukan negosiasi maupun sosialisasi ke daerah-daerah bahwa korban 65 dilindungi oleh pemerintah.
"Buktinya, korban 65 dapat pelayanan medis dan mendapat perlindungan LPSK, itu sudah sekitar 2 ribu korban yang memeroleh," kata Bedjo.
"Saya tegaskan, YPKP65 tidak ada hubungannya dengan ideologi. Apakah itu membangkitkan paham Komunis, tidak ada sama sekali. Kami hanya murni penegakan hak asasi manusia," tandas Bedjo.
Menanggapi desakan YPKP1965, Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengatakan akan menindaklanjuti saran-saran dari korban. 
Selain itu, kata Taufan, Komnas HAM juga akan melakukan pertemuan dengan aparat penegak hukum dan juga Presiden, terkait diskusi penyelesaian kasus kejahatan 65 tersebut. 
Sumber: KBR.ID 

0 komentar:

Posting Komentar