Rabu, 29 September 2010

Rekonsiliasi di akar rumput

Sri Lestari | 29 September 2010


Put Mui'nah menerima wartawan BBC Indonesia Sri Lestari di rumahnya, di Kabupaten Blitar.

Put Mu'inah, yang sudah berusia 82 tahun, menyambut kedatangan saya di rumahnya di Desa Pakisrejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.
Masih tampak sehat, Put Mu'inah masih jelas mengenang peristiwa hampir setengah abad lalu, ketika dia masih menjabat Ketua Gerwani, Gerakan Wanita Indonesia, Kabupaten Blitar dan anggota DPRD selama tiga periode.
Namun setelah peristiwa 30 September 1965, Put Mu'inah ditangkap di kawasan Blitar Selatan, dan dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun.
Kawasan Blitar Selatan memang dikenal sebagai salah satu basis Partai Komunis Indonesia, PKI.
Itulah sebabnya pada masa pergolakan pasca G30S/PKI, Blitar menjadi salah satu tempat penangkapan dan pembunuhan atas orang-orang yang dituduh anggota maupun simpatisan PKI.
"Kalau yang saya temui, mereka itu tidak ada prasangka apa-apa". Put Mui'nah
Upaya penangkapan dan pembunuhan di kawasan ini dilakukan oleh militer dengan dukungan masyarakat NU, dan untuk menandai operasi tersebut di Desa Bakung, Kabupaten Blitar.

Gagasan rekonsiliasi

Awal 2000, Put Mu'inah terlibat dalam sebuah proses rekonsiliasi korban 1965 dengan kalangan NU yang digagas oleh Lakpesdam NU, Blitar.
Put Mu'inah pun mengontak sejumlah korban 65 untuk bergabung dalam proses rekonsiliasi, salah satunya adalah Sugiman.
"Kalau yang saya temui, mereka itu tidak ada prasangka apa-apa," tuturnya.
Salah satu bentuk upaya rekonsiliasi adalah pagelaran kesenian bersama para eks Tapol/Napol 1965 dengan warga NU, yang digelar di monument Trisula.
Mantan Ketua Lakpesdam NU yang mengagas rekonsiliasi ini, M. Munif, menjelaskan alasan di balik upaya tersebut.
"Intinya bahwa kepingin demokrasi Indonesia ini bagus, harus ada rekonsiliasi. Diharapkan agar tidak terjadi lagi di kemudian hari problem antar warga karena korban 65 sudah banyak."
Selain pagelaran kesenian bersama, Lakpesdam NU juga membuat pipanisasi untuk menyalurkan air di daerah Blitar selatan dan memberikan dana Rp 500.000 sebagai modal awal bagi masyarakat di tiga desa itu.

Sempat dicurigai


Monumen Trisula di Blitar untuk memperingati operasi pasca G30S
Di Desa Pasiraman, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, bantuan tersebut dikelola oleh jemaah Yasinan, sebuah kelompok pengajian yang beranggotakan pemuda NU dan keturunan eks Tapol/Napol.
Dan setelah berjalan tujuh tahun, dana yang dikelola itu terus berkembang, seperti dituturkan pimpinan jemaah Yasinan, Dwi Purwanto.
Dwi menjelaskan awalnya pemberian dana sempat dicurigai karena banyak yang mengkaitkan dengan dua orang pamannya yang pernah di penjara sehubungan dengan kegiatan mereka di dalam gerakan pemuda rakyat di masa lalu.
"Ya wajarlah kalau kawan-kawan ada yang curiga, jangan-jangan menggiring untuk ke kegiatan masa lalu."
Tetapi proses rekonsiliasi antara NU dan para eks Tapol/Napol berhasil menghapus rasa saling curiga, kata Yatman yang ikut proses rekonsiliasi.
"Kurasa, sebenarnya seluruh Blitar sudah tidak ada masalah, itu dengan kelompok-kelompok NU. Namun ada kelompok lain yang kami sulit menembus, ya belum. Kelompok yang istilahnya sekarang Islam radikal. Setiap apa langkah, keinginan kami, selalu dicurigai semacam untuk come back," katanya.

Sulit diperluas

Sejarawan dari LIPI, Asvi Warman Adam, menilai proses rekonsiliasi eks Tapol/Napol tidak bisa dilakukan di seluruh kelompok masyarakat Indonesia, sebab selama ini hanya kalangan NU yang gencar terlibat dalam proses rekonsiliasi.
"Itu berjalan pada kalangan tertentu dan dengan peralihan jaman dengan hilangnya satu generasi lagi, masalah itu akan bisa diselesaikan."
Walaupun demikian di kalangan lebih luas diperlukan waktu yang lebih panjang.
"Artinya yang dulu masih ngotot untuk mengatakan walau mereka membunuh orang tapi tidak salah, akan hilang dan meninggal. Kemudian anak cucunya akan membaca bukunya yang sudah berubah."
Itu berarti kalau rekonsiliasi ala Blitar sulit untuk ditularkan ke daerah lain, apalagi kecurigaan di kalangan masyarakat masih tinggi.
Bagaimanapun jika RUU Rekonsilasi yang baru kelak disahkan, mungkin saja juga mendorong terwujudnya rekonsiliasi Blitar Selatan di wilayah lain dan kontroversi dalam sebuah bagian penting sejarah Indonesia bisa dituntaskan.

Sumber: BBC.Com 

0 komentar:

Posting Komentar