30 Juni 2013
Pembunuhan massal pada 1965 diperkirakan merenggut sekitar satu juta nyawa
Organisasi hak asasi manusia, Tapol, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengakui kebenaran atas peristiwa pembunuhan massal pada 1965 di Indonesia.
Dalam kampanye Say Sorry for ‘65atau Minta Maaf untuk ’65, yang diluncurkan akhir Juni ini, Tapol juga berharap dapat membangun kesadaran masyarakat atas peristiwa 1965.
Mereka mengajak dukungan internasional kepada para korban yang saat ini putus asa menanti permintaan maaf resmi dari negara.
Salah satunya dengan mengupayakan petisi online kepada presiden dalam tapol.org/saysorryfor65.
Kampanye yang digelar bersamaan dengan peringatan 40 tahun berdirinya Tapol tersebut, dibuka dengan pembukaan pemutaran film The Act of Killing di Bioskop Ritzy di Brixton, London.
Film dokumeter ini memiliki dampak besar di berbagai penjuru dunia dan membantu untuk mengangkat kesadaran atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan pada masa Jenderal Soeharto menuju kekuasaan pada 1965-1966.
Hampir satu juta orang dibunuh saat Soeharto mengambil alih kekuasaan, yang termasuk pembunuhan massal terburuk pada abad ke-20.
“Fakta yang mengejutkan adalah ketika semua orang mendengar tentang kekejaman di Kamboja, Rwanda dan Bosnia, pembantaian 1965 sedikit sekali diketahui, dan tak seorang pun dibawa ke proses peradilan atas kejahatan yang mengerikan ini," kata pendiri Tapol, Carmel Biduarjo, dalam siaran pers Jumat (28/06).
"Sekarang adalah saat yang tepat bagi Presiden Yudhoyono untuk mengambil tindakan yang benar dan minta maaf kepada pihak-pihak yang telah banyak menderita.”
Carmel Budiardjo sendiri dipenjara oleh rezim ini selama 3 tahun tanpa proses peradilan. Ia mendirikan Tapol setelah dibebaskan dan kembali ke Inggris pada 1973.
Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar