Jumat, 05 Februari 2016

Propaganda Demonisasi Senjata Para Pembantai


5 Februari 2016   02:08 Dasanovi Gultom


Demonifikasi/ Demonisasi: Melebih-lebihkan keburukan dari individu/ golongan/ komunitas, hingga tampak buruk luar biasa, memberi cap keiblisan, jahat sempurna, tidak ada sedikitpun kebaikannya.
Upaya memanipulasi logika dan emosi masyarakat agar tercipta kebencian luar biasa, tanpa alasan, maupun fakta sahih.

Doktrin propaganda yg digunakan oleh kelompok maupun negara, untuk mendapat simpati politik, religius, dan hukum demi membenarkan tindakan penindasan, serta penghancuran nilai2 kemanusiaan.

Sekilas begitulah sedikit definisi dari demonisasi, doktrin ini kerap digunakan untuk pembenaran tindakan penindasan, dengan menyisihkan penerapan hukum sesuai yuridiksi, tegaknya keadilan, serta mengangkangi hak-hak dasar manusia.

Propaganda demonisasi terjadi diseantero dunia, yang umumnya berujung pada tragedi kemusiaan yang maha dahsyat.

Tindakan yang sama saat Hitler menyebut bangsa Yahudi sebagai 'Subhuman" alias setengah manusia, mahluk kotor, mencemari keberadaan bangsa Arya. Begitu banyak demonisasi, untuk membenarkan ambisi dan pembantaian yang dikomandaninya.

Kampanye kebencian yang digaungkan Hitler pada 1940-an mengakibatkan dibantainya sekitar 6 juta warga yahudi, 3 juta tahanan perang, 2 juta etnis Polandia, 500 ribu bangsa Serbia, 270 ribu orang cacat, 220 ribu Romania, 200 ribu kelompok Freemasons, 20 ribu rakyat Slovenia, 15 ribu homoseksual, 5 ribu penganut Saksi Jehova, 7 ribu rakyat republik Spanyol.

Propaganda kebencian memang mengerikan, melalui demonisasi, ini juga terjadi saat kekaisaran Ottoman melihat bangsa Armenia sebagai mahluk asing, manusia kelas dua. Atas dasar kebencian dengan motifasi penguasaan wilayah, kampanye pembantaian yg mengorbakan 1,5 juta warga Armenia dimulai oleh Kerajaan Ottoman pada April 1915.

Tak berbeda yang terjadi di Rwanda pada 1994, demi kepentingan kekuasaan sekelompok orang, demonisasi terhadap suku Tutsi dilakukan, ini mengakibatkan suku Hutu begitu membenci Tutsi. Digambarkan bahwa Suku Tutsi setara dengan hama, lipas bahkan kutu.

Populasi Hutu sekitar 85 persen Negara Rwanda, sementara minoritas Tutsi sekitar 15 persen populasi. Propaganda kebencian ini mengakibatkan pembantaian, pemerkosaan, penjarahan, yang luarbiasa. Hanya dalam 100 hari dalam periode April sampai pertengahan Juli 1994, sekitar 1 juta warga tewas dibantai, 70 persen diantara korban adalah minoritas Tutsi.

Di Asia Tenggara, Kamboja, rejim Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot pada 1975-1979, melakukan pembantaian secara sistematis, terhadap kaum minoritas, kelompok intelektual, warga perkotaan, demi apa yang disebut Pol Pot sebagai " Memurnikan populasi,".

Pol Pot mengkampanyekan demonisasi terhadap pengetahuan, budaya, serta agama asing, ratusan ribu kaum terpelajar ditangkap, diperintahkan kerja paksa, dan kemudian dieksekusi. Upaya rejim Khmer Merah ini dikenal dengan sebutan "Killing Fields" atau ladang pembantaian. Sepanjang berkuasa Khmer Merah membantai sekitar 1,5 juta manusia yg dianggap tidak murni.

Pada abad 21 ini, pembantaian pada kelompok tertentu sedang terjadi. ISIS yang mendemonisasi etnik Yazidi sebagai penyembah setan, terus melakukan pembantaian pada kaum Yazidi. Diestimasi sekitar 5.000 Yazidi telah dieksekusi pasukan ISIS, aksi ini terus berjalan, ratusan ribu Yazidi melarikan diri dari tanah kelahiran mereka.

Dalam Demonisasi, aksi brutal bahkan menjadi sah, perempuan2 Yazidi diperjual belikan, dijadikan budak seks bagi pasukan ISIS. Organisasi teroris ini bahkan mengubur hidup2, memenggal, serta membakar warga Yazidi. Puluhan kubur massal terus ditemukan.

Demonisasi hanyalah menyebar kebencian, tidak ada kebaikan dalam propaganda yang sarat kebohongan. Begitu banyak nyawa tak berdosa dilenyapkan oleh doktrin ini.

Bagaimana dengan Indonesia? Sebaiknya kita membangun bangsa dan negara itikad baik, saling menghargai, hilangkan kebencian, terima perbedaan. Mendapat legitimasi atau tidak, sejarah dunia mencatat pernah terjadi penghilangan nyawa sekitar 500 ribu - 2 juta orang pada era 1960-an.

Secara sistematis, negara membuat keluarga dan keturunan dari golongan tertentu mendapat sejenis stigma, "Dosa Turunan". Demonisasi terjadi melalui berbagai corong, media massa, publikasi, film, musik, bahkan di Rumah Tuhan sekalipun.

Sebagai bangsa, sebaiknya kita saling memafkan, baik korban dan pelaku, bangunlah hari depan yg lebih baik. Semuanya tetap menjadi sejarah, cerminan bagi kita saat ini untuk membangun Indonesia. Kebencian dan kebohongan hanya merendahkan martabat manusia sebagai mahluk mulia.

Menjadi cerdas, berkemanusiaan, menuntun pada kata dan perbuatan yang bermanfaat. Begitu banyak demonisasi yang sedang terjadi pada kelompok/ golongan minoritas, janganlah menjadi bagian sejarah sebagai pembantai kemanusiaan, namun berbuatlah sesuatu agar dunia ini menjadi tempat yang aman dan lebih baik untuk ditempati.

0 komentar:

Posting Komentar