Minggu, 30 September 2018

Menguak Jejak-jejak Pembantaian Massal PKI di Pasirlangkap Sukabumi


Minggu, 30 September 2018 | 07:01 WIB

MENYISAKAN MISTERI: Bangunan Gedong Pasirlangkap di Desa Cicareuh, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi menjadi saksi sejarah pembantaian yang diduga merupakan anggota dan simpatisan PKI.
SUKABUMI – “Setiap malam kalau ada eksekusi terhadap para anggota yang diduga dari simpatisan partai Komunis Indonesia (PKI), ayah (Alm Suparma . red) saya dianjurkan untuk menabuh benda apapun agar suara tembakan senapan tidak terdengar oleh masyarakat,” tutur Lisnawati (49) mengawali pembicaraan dengan wartawan Radar Sukabumi (Grup Pojokjabar).
Lisnawati merupakan merupakan saksi hidup bersama ibunya Juariyah (73) tentang pembunuhan massal simpatisan PKI di Perkebunan Pasirlangkap, Desa Cicareuh, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi.

Saat berbicang hangat, dirinya mengkisahkan apa yang dialaminya sejak menempati Gedung Belanda yang dibangun 1912 tersebut.
“Dulu sekitar tahun 1965 sampai 1967, Gedong Pasirlangkap ini suka dijadikan markas ABRI (TNI. red) kalau membawa orang gerombolan atau terduga Komunis kesini. Kalau datangnya selalu malam dengan menggunakan mobil besar,” jelas Lilis yang dibenarkan ibunya.
Gedong Pasirlangkap yang sekarang dijadikan Kantor Perkebunan ini, selain disebut-sebut angker, juga memiliki sejarah kelam pembunuhan massal kekerasan 1965.

Dirinya mengaku masih ingat ketika ada beberapa orang yang dalam keadaan ditutup matanya, diturunkan dari mobil kemudian dimasukan ke ruangan sebelah kanan. Tak lama kemudian, setelah Pukul 00,00 WIB, salah satu petugas memerintahkan masyarakat melalui bapaknya untuk menambuh bendabenda.
“Jadi setiap tengah malam, kalau mau eksekusi selalu menabuh benda. Gak tau saya tujuannya apa. Tapi kata ibu saya mah, itu agar tidak terdengar suara tembakan,” bebernya.
Bahkan, bapaknya dan warga yang lain sering kali disuruh membuat lubang besar di belakang gedung dan kanan gedung. Namun, dirinya tak tahu percis lubang-lubang tersebut sekarang ada dimana. Karena hanya bapaknya yang tau posisi percis. Hanya saja, selalu ada tanda dengan ditanami pepohonan.
“Ya kalau menurut bapak dulu, ada puluhan atau ratusan mayat dibuang ke lubang kemudian diatasnya ditanami pohon. Cerita itu selalu dikatakan ketika bapak (alm Suparman. red) masih hidup,” kenangnya
Saat ditanyakan adakah orang yang sering untuk meneliti ataupun menanyakan soal kebenaran isu tersebut, dirinya secara lantang bahwa sebelumnya banyak orang yang dari Jakarta, Mahasiwa dan lain-lain datang untuk mencari informasi.

Namun, tidak semua informasi bapak kasih. Karena ada hal-hal yang rahasia dan tak perlu diberi tahu.
“Mungkin bagi orang lain, Gedong Pasirlangkap itu adalah bangunan tua. Tapi bagi kami yang pernah menjadi penghuni belasan tahun, Gedong tersebut merupakan saksi sejarah yang masih kokoh berdiri. Bahkan dulu kondisinya sangat rapih seperti bangunan- bangunan di Eropa yang dilengkapi dengan taman,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, sepintas dulu dirinya pernah dengar bahwa korban yang diduga simpatisan PKI ini, didatangkan dari beberapa wilayah yang ada di Sukabumi, Cianjur dan sekitar Jawa Barat.

Namun tak menutup kemungkinan dari daerah provinsi lain atau pulau lain juga dibawa ke Geong Pasirhalang. Dirinya, kembali mengatakan bahwa setiap orang yang dibawa, selalu disiksa terlebih dahulu kemudian ditembak kepalanya.
“Saya tidak tahu semua soal ini, tapi yang paling tahu adalah bapak saya. Ada juga ibu saya yang masih hidup, tidak tau percis soal kejadian per kejadiannya. Soalnya yang namanya perempuan, tidak diperbolehkan keluar rumah jika malam sudah datang,” tandas Lisnawati.
Sementara itu, Agus (49) yang merupakan pejaga gedung tersebut membenarkan bahwa dirinya juga pernah diberi tahu oleh salah seorang pendahulunya bahwa di gedung yang diberi nama Gedong Pasirlangkap ini merupakan saksi bisu pembantaian para anggota yang diduga PKI atau simpatisan. Pengakuan tersebut juga dibenarkan ketika dirinya awal-awal bekerja disana. Setiap malam selalu diganggu oleh penampakan seorang tentara ataupun yang lainnya.
“Ya, pertama-tama saya kerja sering diganggu oleh banyangan dari tentara tanpa kepala. Tentara yang menangis hingga pernah suatu malam, badan saya terasa ada yang menindih. Tapi setelah belasan tahun kerja, tidak ada lagi,” jelas Agus saat berada di sekitar Gedung tersebut.
Dirinya juga mengkisahkan bahwa benar dulu sebelum sekarang digunakan kantor perkebunan, gedung tersebut sering digunakan ABRI untuk latihan dan markas khususnya RPKAD atau sekarang yang disebut Kopassus.

 Gedung yang memiliki luas sekitar 1,6 hektar ini, dulu merupakan rumah para petinggi Belanda. Bahkan dirinya juga membenarkan bahwa dipelataran gedung, pernah ada taman indah yang lengkap dengar air mancur seperti di Eropa. Namun sekarang kondisinya sudah hancur.
“Dulu juga kadang-kadang banyak yang kesini untuk menanyakan ini. Bahkan ada orang Jakarta yang menjadikan gedung ini tempat Syuting Film. Ya, untuk lebih jelas kisahnya saya tidak berani berbicara banyak, karena tidak mengetahui secara percis. Cuma keluarga (Alm Suparma) saja yang tahu. Karena beliau puluhan tahun tinggal di gedung ini,” tandasnya.

0 komentar:

Posting Komentar