Oleh Dema
Justicia FH UGM - Oct 20th, 2014
Kamis
sore, 25 September 2014, Dema Justicia FH UGM mengadakan screening dan diskusi
film berjudul “Saya Rasa itu Sulit Untuk Dilupakan”. Screening dan diskusi film
ini diselengarakan dalam rangka menuju peringatan tragedi kelam yang terjadi 49
tahun silam antara sejak 30 September 1965. Mahendra dari KPO-PRPdan Restu dari
SMI menjadi pembicara dalam acara tersebut.
Antusias
yang tinggi untuk belajar sejarah mendorong kawan-kawan mahasiswa baik yg
berasal dari FH UGM maupun kawan-kawan mahasiswa dari fakultas atau kampus lain
untuk berpartisipasi dalam screening film tersebut. Tak kurang dari 50 orang
memadati halaman Dema Justicia FH UGM.
Film
“Saya Rasa itu Sulit Untuk Dilupakan” memiliki durasi sekitar 30 menit sedikit
banyak memberi gambaran tentang apa yang terjadi paskaperistiwa 30 September
1965. Apa yang terjadi 49 tahun silam diterangkan oleh banyak tokoh yang
diwawancarai dalam film tersebut. Mereka memberikan gambaran yang jelas tentang
tragedi yang terjadi, semisal pembantaian lebih dari 3 juta orang anggota PKI
atau yang dianggap sebagai PKI, dipersenjatainya mahasiswa dan pemuda, serta
kekejaman yang mengiringi pembantaian yang terjadi.
Kawan-kawan
mahasiswa yang hadir pada screening dan diskusi film ini pun seperti
mendapatkan hantaman dan bertanya-tanya, karena mereka menemukan fakta sejarah
yang lain dari apa yang mereka ketahui selama ini.
Mahendra
dari KPO-PRP sebagai pembicara pertama memberikan materi yang memperjelas dan
melengkapi apa yang terjadi pada tahun 1965 di samping apa yang sudah
digambarkan pada film yang diputar. Mahendra menjelaskan bahw aapa yang terjadi
pada tahun 1965 merupakan pertarungan antara dua perspektif pembangunan
Indonesia kedepan.
Materi
dilanjut dengan penjelasan yang disampaikan oleh Restu sebagai pemateri kedua,
Restu memberi penjelasan tentang posisi mahasiswa dan peran yang dimainkanya
pada saat tragedi itu terjadi. Setelah sesi diskusi dimulai banyak kawan-kawan
mahasiswa yang hadir memberikan pertanyaan atau tanggapan mereka terhadap film
yang diputar maupun materi yang sudah disampaikan oleh kedua pemateri.
Selain
screening dan diskusi tersebut juga dibuka stand buku yang menjual berbagai
macam buku progresif. Ketertarikan perserta diskusi juga terlihat dari paska
diskusi banyak peserta diskusi yang berminat pada buku-buku progresif dan yang
menjelaskan apa yang terjadi pada tahun 1965.
Diakhir catatan ini ada 3 hal menarik yang perlu ditindaklanjuti. Yang
pertama, apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1965 adalah pembantaian massal
terhadap 3 juta orang tak berdosa. Kedua, masih banyak kawan-kawan mahasiswa
yang belum memahami apa yang terjadi. Ini tidak terlepas dari pendidikan formal
yang mereka dapatkan. Ketiga, sebagai generasi muda yang berpendidikankita
perlu untuk terus mencari tahu baik melalui membaca atau diskusi agar dapat
memahami apa yang menjadisejarah bangsa kita dan mengunakanya sebagai acuan
dalam membangun bangsa (Danang).
0 komentar:
Posting Komentar