Jumat, 10 Okt 2014 18:27 WIB
- Anto Sidharta
Wanita Eks Tapol 65, Utati
KBR, Jakarta – “Kalau di sini hampir semua (tetangga) tidak tahu (asal-usul) saya. Saya bergaul biasa saja,” kata Utati, perempuan eks tahanan politik (tapol), dengan suara perlahan nan tenang.Utati adalah salah satu dari ribuan perempuan eks tapol 1965, yang ditahan setelah terbunuhnya enam jenderal dalam peristiwa G30S. Di kawasan Depok, Jawa Barat, ini kini menjalani kehidupan normal seperti warga lainnya bersama suami, anak dan ketiga cucunya.
Ia merasa cukup beruntung di lokasi tempat tinggalnya kini, yang ia tempati sejak tahun 1993 atau 21 tahun lalu. Sebab, kebanyakan penghuni rumah adalah pedagang yang statusnya sebagai pengontrak.
“Seandainya ada orang yang bercerita pada saya, saya tidak pernah ‘masuk’. Saya hanya tegaskan kan itu belum tentu benar. Karena mereka gak disidang,” ujar istri Koesalah Ananta Toer itu kepada Portalkbr ketika ditemui awal September lalu di rumahnya.Utati mengaku tidak perlu menjelaskan asal-usulnya ke para tetangganya, kecuali untuk kepentingan pendidikan.
“Gak perlu memberitahu (mereka), kecuali untuk mahasiswa yang hendak melakukan penelitian,” tambah Utati yang kini aktif dalam pengajian ibu-ibu di lingkungan Rukun Tetangga (RT).Hobi yang Mengantarnya ke Penjara
Jalan hidup Utati terasa seperti kisah dalam film. Ia masuk penjara pun bukan karena aktivitas politiknya yang bertentangan dengan penguasa kala itu, tapi karena hobinya.
Sejak kecil Utati mengaku sudah menyukai berbagai aktivitas seni seperti menyanyi dan menari. Ini membuatnya pada tahun 1963 masuk ke organisasi Pemuda Rakyat setelah diajak oleh ketua RT tempat ia tinggal bersama dengan kakaknya.
“Saya bisa mencurahkan bakat saya di situ gitu lho. Drum band saya main, tari juga. (Tapi) politiknya saya gak ngerti,” ujar wanita yang bulan September lalu genap berusia 70 tahun itu.Kelak organisasi Pemuda Rakyat dicap penguasa saat itu sebagai bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tiga tahun bergelut di organisasi itu hingga 1965, pada tahun 1967 ia pun dijebloskan ke Penjara Salemba. Sebelas tahun mendekam di penjara, pada Januari 1978 ia dibebaskan. Satu tahun kemudian tepatnya 11 Maret 1979 ia menikah dengan dengan Koesalah Ananta Toer (79 tahun), adik sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Suaminya, yang juga eks tapol, dibebaskan pada tahun yang sama.
Pengungkapan Jati Diri
Bukan hal mudah bagi Utati untuk mengungkap riwayat hidupnya pada kedua anaknya, Uliek mandiri (34) dan Uku Permati (33) saat masih remaja. Ia berani mengungkapkan jati diri pada kedua anaknya ketika Era Reformasi 1998, ketika terjadi penangkapan dan pembunuhan mahasiswa.
“Ibu juga mengalami hal itu,” kenang Utati mengingat kalimat yang ia ucapkan pada kedua buah hatinya saat itu.Pada kedua anaknya, kata dia, tidak muncul perasaan takut atau minder. Ia pun menyampaikan pada anaknya bahwa mereka yang ditahan tidak selalu bersalah. Ia mencontohkan Mantan Presiden Afrika Selatan dan tokoh anti-apartheid, Nelson Mandela yang saat itu kerap muncul di layar kaca televisi.
“Ia memperjuangkan negaranya merdeka. Karena dia kalah dia ditahan, seperti Pakde (Pramoedya Ananta Toer, red.). Kalau di politik kalau kalah ditahan, kalau menang dia berkuasa. Dipenjarakan tidak merugikan orang lain, itu yang saya tanamkan pada anak saya,” ujar Utati.Menurut Utati, kedua anaknya tidak mengalami luka batin karena mereka lahir ketika ia dan suaminya sudah keluar dari penjara. Hal berbeda, kata Utati, pada anak yang sudah lahir ketika ayah dan ibunya dipenjara. Penderitaan mereka sangat berat.
“Karena dia merasakan bagaimana (derita) ibu bapaknya, apalagi yang lihat ibu dan bapaknya diambil (tentara). (Karena) walau masih kecil mereka harus mel (lapor rutin ke aparat keamanan). Ada yang usia 24 tahun sudah menopause! Tekanan batin kan,” ungkap Utati.Pengungkapan jati diri Utati pada kedua anaknya sekitar delapan tahun setelah kedua anaknya tahu riwayat ayahnya, yang ditahan 10 tahun di Penjara Salemba. Kata Utati, anaknya tahu “siapa” bapaknya karena mendengarkan rekaman suara dalam sebuah kaset
“Bapak ditahan karena Pakde Pram (Nama panggilan Pramoedya Ananta Toer. Red.) yah, Bu?” kata Utati menirukan celoteh Uku Permati, anaknya yang saat itu berusia sekitar delapan tahun.Setelah ia tanya sumber informasi itu, anaknya mengaku mendengarnya dari rekaman dari sebuah kaset dari lemari rumahnya. Kaset berisi rekaman suara suaminya terkait soal penangkapannya sebelum dijebloskan ke penjara.
Kini, kedua anaknya sudah dewasa dan berkeluarga. Utati pun menikmati masa tua bersama suami, anak dan ketiga cucunya. Di usianya tuanya kini ia pun masih aktif berlatih paduan suara dengan sesama wanita eks tapol lainnya dalam wadah Paduan Suara Dialita dan Sanggar Winoja Binangkit.
0 komentar:
Posting Komentar