Selasa, 20 Maret 2018

Puisi Solidaritas Dari Timor-Leste Untuk Diskusi Tragedi 65 di Jakarta dan Para Korbannya

Maret 20, 2018 

Oleh ; Dadolin Murak *



JENDERAL

Jendral!
Kami tak mengenal
Peristiwa kelam 30 September 65’
Ketika kau datang
Kami  diindoktrinasi sejarah fiksi:
Pemotongan alat kelamin…
Penyiletan, pencungkilan mata…
Diiringi tarian genjer-genjer di Lubang Buaya

Jendral!
Boaventura dan Nicolau Lobato tabu kami sebut
Kami kau paksa menghafal tujuh Pahlawan Revolusi
Jumlah sayap Burung Garuda-pun
harus kami hafal
Juga tanggal lahir Diponegoro and Imam Bonjol
Tak ketinggalan Moyang dan cucu-cucu Soeharto
kami hafal di luar kepala
Katanya mereka contoh keluarga Pancasilais!

Jendral!
Caramu memang sadis
Dalam membasmi benih perlawanan
Selama 24 tahun
Tapi kami telah membuktikan
Bedil senjatamu tak setajam
Nyali perlawanan kami


Jendral!
Dari negeri bekas jajahanmu
Hati kami tersayat pilu
Siasat busuk yang pernah kau pakai
Untuk membungkam dan membunuh kami
Tetap kau gunakan
Terhadap Anak Bangsamu

Jendral!
Masih banyak soal di negeri kami
Tapi diskusi tentang sejarah
Tak pernah diserbu oleh aparat negara
diskusi adalah salah satu syarat
bagi peradaban manusia

Di negeri kami, Jenderal…
Suara Adzan dan Koor “Alleluyah’
Berkumandang bersama bagaikan sebuah sonata
Gay dan Lesbian bergandengan tangan
Tanpa rasa takut disiksa Polisi

Jendral!
Hari ini 30 September
Sejarah kelam untuk BangsaMu
Juga bagi peradaban dunia
Bulan yang sama…
September ‘99
Kau bumi-hanguskan Negeri kecil kami
Dengan ‘bullet’
Ketika Kau kalah di ‘ballot box’

Jendral!
Masih panjang litani sejarah gelap
Tragedi Mei’98 di Jantung NegeriMu
Penculikan kawan Thukul dan teman-temannya
Komrad Munir Kau racuni
Pembantaian di Bumi Cendrawasih
Santa Cruz, 1991 di Dili…

Jendral!
Biarkan kawan-kawan kami bicara
Tentang sejarah peradaban Bangsa
Mereka adalah anak-anak sejarah kelam itu sendiri
Belajarlah dari sejarah
Laras senapanmu
Tak kan mampu membungkam
Pekikan keadilan dari Anak BangsaMu!

Dili, September 25, 2017

*Dadolin Murak is a Timorese writer and poet educated during the time of the Indonesian occupation (1975-99) and then at university in Indonesia. The majority of his work is in Tetun, the national language of Timor-Leste, and he has co-edited an anthology of Timorese poetry.

Sumber: Suluh Pergerakan 

0 komentar:

Posting Komentar