Kamis, 07 November 2019

Di Komisi III, Jaksa Agung Sebut Berkas Penyelidikan Kasus HAM Berat Belum Lengkap


Kompas.com - 07/11/2019, 14:01 WIB
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Krisiandi

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Rapat kerja tersebut membahas rencana strategis Kejaksaan Agung tahun 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin menuturkan bahwa syarat formil dan materil berkas penyelidikan kasus pelanggaran berat HAM oleh Komnas HAM belum lengkap.

Hal ini membuat pihak Kejaksaan Agung tidak dapat melanjutkan tahap penyidikan dan penuntutan.
"Sebanyak 12 perkara hasil penyelidikan Komnas HAM telah dipelajari dan diteliti, hasilnya baik persyaratan formil, materiil, belum memenuhi secara lengkap," ujar Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas berwenang melakukan penyelidikan atas kasus pelanggaran HAM berat.

Sedangkan, kewenangan penyidikan dan penuntutan berada di tangan Kejaksaan Agung. Namun, Burhanuddin tidak menyebutkan secara spesifik syarat formil dan materil apa saja yang belum dilengkapi oleh Komnas HAM.

Ia hanya menegaskan bahwa mekanisme pembuktian kasus pelanggaran HAM berat tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dengan demikian, keterangan seorang saksi tidak dapat dijadikan alat bukti kecuali adanya alat bukti lain seperti keterangan ahli forensik, hasil uji balistik, dan dokumen terkait lainnya.
"Pembuktian peristiwa pelanggaran HAM berat tunduk pada KUHAP, keterangan seorang saksi tidak dapat dijadikan alat bukti kecuali didukung alat bukti lain seperti ahli forensik, uji balistik, dokumen terkait dan sebagainya," kata Burhanuddin.
Saat ini terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan. Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kedelapan kasus tersebut adalah Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Oeristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.

Sedangkan empat kasus lainnya yang terjadi sebelum terbitnya UU Pengadilan HAM, yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.

0 komentar:

Posting Komentar