Jumat, 01 November 2019

Mosi Tidak Percaya: Tidak Ada Alasan Untuk Percaya Pada Elit-elit Politik Borjuis


2019, Nov. 01

Kamis, 31 Oktoner 2019, Nonton Bareng (nobar) dan bedah film ‘Mosi Tidak Percaya’ garapan Watcdoc Documentary akhirnya terselenggara perdana di kota Palu, Sulawesi Tengah. Tepatnya di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah  (DEMA FUAD).

Ada dua pemantik yang dihadirkan dalam diskusi yang dihadiri oleh puluhan orang ini, yakni Ayu Wulan dari Lapak Baca Anti Swiping (LAPAS) Buku dan Abditya Sutomo dari Aksi Kamisan Palu. Sedangkan moderatornya adalah Bachruddin Konato, mahasiswa Filsafat IAIN Palu.

Kegiatan ini dimulai pada jam 20.30 WITA. Sedikit terlambat dari undangan yang disebar karena terkendala oleh perlengkapan-perlengkapan dan sempat terganggu oleh gerimis hujan yang turun sebelum kegiatan dimulai. Namun semua itu tidak mengurangi antusias peserta.
“Kopi, biskuit dan gorengan sudah ada. Tidak ada alasan untuk kita semua untuk lari”, sebut anggota LAPAS Book, Wawan, dengan penuh candaan.
Film yang berdurasi sekitar 30-an menit ini menggambarkan bagaimana mahasiswa, pelajar dan rakyat turun ke jalan menuntut tujuh tuntutan mendesak rakyat Indonesia.

Diskusi dibuka dengan pemaparan dari Ayu Wulan mengenai beberapa RUU yang bermasalah. Kemudian ia menjelaskan bahwa tak ada (lagi) alasan bagi kita semua untuk percaya pada elit-elit politik yang ada.
“… KPK sengaja memang dilemahkan, karena KPK lagi gencar-gencarnya memburu koruptor”, Ayu memulai.
Ayu juga mengatakan “… kita tidak bisa mengharapkan penundaan regulasi (RUU bermasalah) pada Jokowi, kita minta dicabut. Karena RUU yang ada itu semuanya ditujukan pada investasi. Kemarin Jokowi sempat bilang tidak boleh ada penghambat investasi. Partai-partai di parlemen tidak ada yang mengakomodir tuntutan kita semua, tidak ada lagi alasan untuk percaya pada elit-elit, kita mesti tetap pada garis massa.”
Sedangkan Abdi, saat diberikan kesempatan berbicara oleh moderator banyak mengelaborasi terkait penangkapan aktivis yang dilakukan oleh aparat dengan semena-mena dan perlakuan negara yang tebang pilih.
“… bila melihat gejolak perlawanan yang ada, kita melihatnya dimulai dari kasus rasisme di Surabaya yang dilakukan oleh aparatur negara. … Surya Anta, yang membela rakyat Papua dari rasisme, malah dikriminalisasi oleh kepolisan. Dia sekarang dipenjara di ruang isolasi Mako Brimob. Surya dituduh berusaha melakukan makar menggunakan pasal 106 KUHP jaman kolonial. Kalau kita melihat sejarah, pemerintah Indonesia sudah lama rasis dengan pernyataan Ali Murtopo di tahun 1967. Tetapi sekarang pelaku rasis dari aparat tidak ditangkap, dan malah yang membela rakyat Papua ditangkap.” Ungkap Abdi.
Di akhir pemaparannya Abdi mengatakan: “Kivlan Zen ketika sakit langsung dibawa ke rumah sakit. Surya Anta malah dibiarkan. Luar biasa diskriminatifnya negara kita!”
Kegiatan ini berlangsung hingga pukul 23.35 WITA. (MA)

0 komentar:

Posting Komentar