Kamis, 19 Juli 2018

Pro-Kontra Arahan Jokowi agar Babinsa Luruskan Hoaks PKI

Oleh: M. Ahsan Ridhoi - 19 Juli 2018

Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan kepada Bintara Pembina Desa (Babinsa) seluruh Indonesia dalam Apel Besar Babinsa di Hanggar KFX PT DI di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/7/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Spt/18.  

Ada yang menganggap tindakan itu mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk membantu menjelaskan kepada masyarakat bahwa isu dirinya anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan isu yang tak benar.

Presiden Jokowi, seperti ditulis situsweb Sekretaris Kabinet, memberi contoh isu bahwa dirinya PKI. Menurut Jokowi, Babinsa bisa menjelaskan bahwa PKI dibubarkan tahun 1965—yang benar adalah 1966—sedangkan ia lahir pada 1961. Maka, kata Jokowi di Bandung (17/7/2018), umurnya saat itu baru 4 tahun dan isu bahwa dirinya PKI menjadi tidak masuk akal.

Arahan ini diberikan Jokowi lantaran Babinsa merupakan badan yang berada di garis paling depan dalam menjaga keamanan, ketertiban dan kedaulatan Indonesia di masyarakat.

Tak cuma mengarahkan Babinsa untuk mengklarifikasi isu bahwa dirinya PKI, Jokowi juga meminta sekitar 4.500 Babinsa yang hadir untuk meningkatkan kemampuan teritorial dan komunikasi sosial hingga mampu mengantisipasi ancaman keamanan dan menangkal penyebaran paham radikal dan terorisme di masyarakat.

Permintaan Jokowi kepada Babinsa untuk mengklarifikasi isu PKI ini dinilai Adi Prayitno selaku pengamat politik dari UIN Jakarta, terlalu berlebihan. Selama ini, Adi menyebut, klarifikasi yang dilakukan berbagai pihak di luar instansi keamanan juga sudah massif.
“Kan sudah banyak politikus partai-partai pendukungnya, tokoh masyarakat, ulama, yang men-counter isu,” kata Adi kepada Tirto, Rabu (18/7/2018).
Adi mencontohkan kedekatan Jokowi dengan kiai NU dan ulama Muhammadiyah. Kedekatan itu, kata Adi, sebenarnya sudah cukup memberikan legitimasi kepada publik bahwa Jokowi bukan kader PKI seperti yang diisukan.
Pada Pilpres 2014, isu Jokowi kader PKI memang diembuskan lewat koran Obor Rakyat. Koran ini menyebut Jokowi sebagai PKI dan anak dari kader partai terlarang itu. Isu tersebut kemudian dilawan dengan berbagai bukti alternatif bahwa yang bersangkutan bukan bagian PKI. Akhirnya, mantan wali kota Solo ini memenangi Pilpres 2014.

Adi juga menilai penggunaan Babinsa sebagai alat klarifikasi isu bisa mengarah kepada abuse of power untuk kepentingan politik praktis. Terutama, kata dia, jika merujuk kepada sejarah kelam Babinsa yang pernah menjadi alat represif Orde Baru di masyarakat.
“Masyarakat jadi mudah berpikir Jokowi membangkitkan lagi sejarah kelam Orba. Ini berpeluang digunakan buat kecurangan,” kata Adi.
Jika nantinya terjadi penyalahgunaan kekuasaan, Adi menilai, hal itu bisa membuat kepercayaan publik kepada Jokowi merosot. Situasi ini mungkin terjadi lantaran isu abuse of power ini akan dimanfaatkan lawan politik menjelang Pilpres 2019.

Isu PKI Masih Perlu Dilawan


Berbeda dengan Adi, Peneliti Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) Sirojuddin Abbas menilai Jokowi memang perlu melawan isu PKI tersebut. Pendapat ini dilatari hasil survei SMRC dengan tema "Isu Kebangkitan PKI" pada periode 3-10 September 2017.

Pada survei tersebut ,ditemukan 86,8 persen responden tidak percaya PKI sedang bangkit dan hanya 12,6 responden yang percaya. Namun, persentase kecil itu adalah jumlah individu yang besar.
“Tidak signifikan kalau dibandingkan dengan total populasi yang mendukung Pancasila dan tidak percaya soal isu PKI. Tapi jumlahnya besar,” kata Sirojuddin.
Dalam berkas hasil survei tersebut, di antara mereka yang percaya PKI sedang bangkit, terdapat 39,9 persen yang menyatakan partai tersebut sudah mengancam negara dan 15,5 persen dari mereka yang mengatakan ancaman PKI masih laten atau belum menjadi ancaman nyata untuk saat ini.

Ada 75,1 responden tidak setuju dengan opini yang mengatakan Jokowi adalah orang PKI, atau setidaknya terkait dengan PKI dan komunisme. Hanya 5,1 persen responden yang menyatakan Jokowi memiliki keterkaitan dengan PKI. Sebanyak 37 persen responden yang percaya kebangkitan PKI adalah pendukung PKS dan 20 lainnya adalah pendukung Gerindra.

Dengan temuan itu, Sirojuddin setuju bahwa isu PKI tidak begitu berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi. Namun, menurutnya jika isu ini dibiarkan akan menjadi penyakit yang sewaktu-waktu bisa merusak kehidupan berbangsa lantaran akan muncul kecurigaan di masyarakat terhadap satu sama lain.
“Karena pemilih secara umum atau masyarakat secara umum tidak punya kemampuan untuk mengonfirmasi dan mengklarifikasi isu yang beredar,” kata Sirojuddin.

Infografik CI Jokowi Takut isu PKI


Pembelaan TNI dan PDI Perjuangan

Soal potensi penyalahgunaan kekuasaan, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Mohammad Sabrar Fadhilah menampiknya. Menurut dia, “maksud arahan tersebut adalah, Presiden menyampaikan secara umum tentang ideologi. Yaitu ideologi Pancasila.”

Sementara Sekretaris Bidang Kaderisasi DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari menilai perlawanan terhadap isu PKI bukan semata kepentingan Jokowi, melainkan kepentingan TNI, terutama TNI AD yang membawahi Babinsa.
“Misalnya tiap 30 September ada pemutaran film G30S oleh mereka. Jadi sebenarnya mereka pulalah yang bisa menghentikan ketakutan terhadap isu tersebut,” kata Eva kepada Tirto. 
Eva pun menganggap Babinsa sebagai pihak yang tepat untuk melawan isu PKI, lantaran langsung bersentuhan dengan masyarakat. "Babinsa nyebar info kan tinggal meneruskan saja. Ada tim kontennya yang di Mabes AD. Jadi perintah presiden sebenarnya untuk top rank di AD,” kata Eva.

Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih

Kedekatan Jokowi dengan NU dan Muhammadiyah dianggap cukup memberikan legitimasi dia bukan kader PKI

Sumber: Tirto.Id 

0 komentar:

Posting Komentar