Sabtu, 21 Juli 2018

Wiranto Sebut DKN Akan Bekerja Sesuai Budaya Indonesia, Bukan Pengadilan

Reza Jurnaliston | Kompas.com - 21/07/2018, 06:06 WIB


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (20/7/2018). (Reza Jurnaliston)

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menuturkan, Dewan Kerukunan Nasional ( DKN) yang digagas pemerintah untuk menyelesaikan konlik sosial akan bekerja sesuai dengan pendekatan kebudayaan tradisional Indonesia. 

Adapun yang dimaksud kebudayaan tradisional Indonesia yaitu mengedepankan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. 

"Masih banyak masalah konflik sosial yang bisa diselesaikan lewat musyarawah mufakat. Nah, lewat apa? Apanya itu harus dijawab, lewat satu lembaga yang dinamakan Dewan Kerukunan Nasional (DKN)," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (20/8/2018). 

"Dewan itu bagian dari kultur Indonesia sendiri, bukan baru, kita hidupkan lagi," kata dia. 

Menurut Wiranto, Indonesia memiliki budaya untuk menyelesaikan konflik di luar jalur pengadilan. 

Bahkan, dia menilai bahwa cara penyelesaian konflik seperti itu sudah diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. 

"Kita punya budaya untuk selesaikan (konflik) lewat langkah-langkah dan pemikiran tindakan musyawarah mufakat, bukan lewat pengadilan. Dan itu (musyawarah mufakat) bagian dari kehidupan bangsa Indonesia dari waktu ke waktu, warisan nenek moyang kita," tutur mantan Panglima ABRI tersebut. 

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan memang sedang menggagas pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Nantinya, DKN menjadi lembaga yang membahas permasalahan dan menemukan solusi terbaik mengenai kasus konflik, termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu. 

DKN, kata Wiranto, berusaha menemukan jalan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di luar jalur yudisial, yaitu melalui jalur adat. 

"Di semua daerah punya lembaga adat, tapi sekarang tak berfungsi karena kita lupakan itu, justru kita terjebak pada wilayah peradilan yang menyelesaikannya (kasus HAM berat masa lalu) itu," kata Wiranto. 

“Jadi kita punya satu kultur untuk menyelesaikan konflik-konflik itu tanpa peradilan, tapi dengan cara musyawarah mufakat oleh lembaga adat," kata dia. 

Pembentukan DKN sendiri menuai kecaman dari kelompok aktivis HAM, serta korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu. Mereka tetap berharap penyelesaian melalui jalur pengadilan. Apalagi, saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang Pengadilan HAM Adhoc untuk menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Penulis : Reza Jurnaliston
Editor : Bayu Galih

0 komentar:

Posting Komentar