Selasa, 10 Maret 2015

Kedung Kopi, Saksi Bisu Pembantaian Anggota PKI

Selasa, 10/03/2015

Kedung Kopi |Maksum NF
SOLO– Nama Kedung Kopi mungkin kini terdengar asing di telinga kita. Tak aneh, karena nama lokasi bersejarah yang terletak sekitar 200 meter, dari wilayah Jonasan Kelurahan Pucang Sawit tersebut, memang sengaja “ditenggelamkan”, karena menyimpan sejarah buram bangsa ini di masa silam.
Kedung Kopi sendiri berada di Aliran Bengawan Solo, tepatnya di wilayah urban forest pucangsawit. Di Kedung Kopi inilah, kini terdapat Monumen Perisai Pancasila yang kondisinya kini sangat memprihatinkan. Monumen tersebut bertuliskan “Prasasti 22-10-1965” dan berada tepat di tepian sungai Bengawan Solo.
Menurut cerita warga Pucangsawit dan sekitarnya, dahulu di Kedung Kopi terdapat sebuah pulau yang disebut dengan Pulau Putat, yang kini sudah tenggelam. Di Kedung Kopi inilah di tanggal 22 Oktober 1965 silam, belasan orang dibunuh, hanya karena terindikasi sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Subroto (65), salah satu warga Jonasan menuturkan, bahwa beberapa orang yang dibunuh itu adalah kawan dekat, dan tetangganya. Mereka adalah Ali, Munawir, Joko Susilo, dan Mewo. Padahal menurut keterangan pria yang berbadan kurus dan bertato tersebut, keempat kawannya itu bukanlah anggota PKI.
“Ali dan Mewo sebenarnya bukan anggota PKI. Mereka sore-sore sempat bilang mau nonton kerusuhan di Pasar Gede, tapi sampai malam tidak pulang-pulang,” kata Subroto.
Keesokan paginya, sebuah truk tentara sudah datang mengantarkan jasad Ali, Munawir, Joko Susilo, dan Mewo yang sudah dibungkus tikar, dan diserahkan kepada keluarga mereka.
Berbeda dengan keempat kawannya, Sutiman Dempok, salah satu kawan Subroto yang lain, sempat melarikan diri sebelum dieksekusi. Subroto menceritakan bahwa sebelum gilirannya tiba, Sutiman melompat ke aliran sungai bengawan Solo dan terdampar di Pulau Putat.
Di pulau ini, Sutiman bersembunyi di antara rimbunnya kebun semangka. Setelah selamat dari maut, Sutiman segera mengungsi ke Jakarta dan sempat kembali ke rumahnya di Kampung Sewu, sebelum akhirnya meninggal 2 tahun yang lalu.
“Nama Kedung Kopi mungkin saja hilang dari ingatan masyarakat. Tapi terjadinya peristiwa kelam di tempat itu adalah fakta yang tak dapat dipungkiri oleh siapa pun,” tegas Subroto.
Soloblitz
Sumber: Joglosemar.Co  

0 komentar:

Posting Komentar