Wenri Wanhar - 27 Maret 2015
Dari Padang Panjang hingga Silungkang, benih komunisme
menyebar cepat. Mematangkan suasana perlawanan.
Sekolah Rakjat Padang Panjang, 1925. Leon Salim (duduk nomor dua dari
kanan di baris depan memakai peci); Damanhuri Jamil (berdiri nomor dua dari
kanan). Foto: repro buku "Prisoners at Kota Cane" karya Leon Salim.
SETELAH penangkapan orang-orang radikal di Sumatera
Thawalib pada 1924, aktivis PKI mendirikan Sekolah Rakyat (SR) di Padang
Panjang. “Sekolah ini mengikuti pola sekolah yang didirikan Tan Malaka di
Semarang,” tulis Audrey Kahin dalam Dari Pemberontakan ke Integrasi.
Di SR Padang Panjang inilah organisasi kepemudaan PKI,
mulai dari Sarekat Rakyat dan Barisan Muda berkantor pusat. Menurut Gubernur
Sumatera Barat G.F.E Gonggrijp, organisasi ini berbasis di sekolah-sekolah.
Baik milik pemerintah maupun swasta.
“Selain Padang Panjang, seksi-seksi yang paling penting adalah seksi Koto Laweh, Gunung Bunga Tanjung, Silungkang, Solok dan Tiakar-Dangung Dangung, Payakumbuh,” dilansir dari memori serah terima jabatan Gubernur Gonggrijp.
Di Dangung Dangung, tiga orang pelajar; Damanhuri Jamil,
Suhaimi Rasjad, dan Leon Salim dipecat dari sekolah menengah pemerintah pada
April 1925 karena berusaha mendirikan cabang Barisan Muda di sekolahnya.
Ketiganya lalu pindah masuk SR Padang Panjang. Dan
ditunjuk menjadi anggota dewan pusat Barisan Muda Sumatera Barat.
“Anggota Barisan Muda di Padang Panjang sangat aktif,” kenang Leon Salim dalam Proyek Penulisan Riwayat Perjuangan Perintis Kemerdekaan.
Leon menceritakan, setiap akhir pekan mereka berkunjung
ke cabang-cabang yang ada di Sumatera Barat. Membawa serta sejumlah surat
kabar Pemandangan Islam, Djago-Djago!yang diterbitkan para pemimpin
mereka.
Kongres PKI 1925 memutuskan bahwa Barisan Muda berganti nama jadi Internationale Padvinder Organisatie (IPO) atau Organisasi Pandu Internasional. “Organisasi ini serupa Pramuka. Berseragam dan berlatih secara teratur,” tulis M. Junus Kocek dan Leon Salim dalam Pergerakan Pemuda Minangkabau.
IPO punya slogan “Pemuda sedunia bersatulah!”. Nyaris
mirip slogan komunis internasional, “Kaum buruh sedunia bersatulah!”. IPO
Padang Panjang menerbitkan koran Signaal. Damanhuri Jamil menjadi ketua
wilayah dan Leon Salim yang berumur 13 tahun jadi sekretaris.
Di samping Padang Panjang, komunis tumbuh subur di
Silungkang yang berjarak sembilan mil dari kota tambang, Ombilin Sawahlunto.
Maka pada September 1925, IPO menggelar rapat umum Pandu Internasional
Silungkang.
Di Silungkang ada tokoh seorang saudagar terkemuka
bernama Sulaiman Labai. Pada 1915, dia mendirikan Sarekat Islam (SI)
Silungkang. SI cabang Silungkang berubah jadi Sarekat Rakyat pada 1924.
“Sebagian besar anggotanya ikut dengan para pemimpin mereka masuk menjadi anggota organisasi komunis ini,” tulis Abdul Muluk Nasution dalam Pemberontakan Sarekat Rakyat.
Sarikat Rakyat menerbitkan koran Suara Tambang dan
jurnal bulanan Panas. Pemerintah Hindia Belanda galau. Nawawi Arief,
editor Suara Tambang ditangkap pada 1924 dan disusul penangkapan
Idrus, editor Panas pada 1925. Keduanya dituduh melanggar
undang-undang pers.
Penangkapan ini justru memicu perlawanan. Anggota serikat
buruh tambang naik jadi tiga ribu orang. Pembaca Suara Tambang naik
jadi sepuluh ribu.
“Gerakan komunis di Silungkang, tetap berpedoman kepada kepemimpinan di Padang Panjang,” tulis Kahin.
Berdasarkan keputusan Prambanan, 25 Desember 1925,
orang-orang komunis di Minangkabau melakukan kegiatan bawah tanah. Mendirikan
bengkel-bengkel kecil di daerah-daerah terpencil.
Membuat bom rakitan dan granat tangan serta
senjata-senjata sederhana lain, dalam mempersiapkan pemberontakan yang akan
datang.
0 komentar:
Posting Komentar